Mendengar itu, aku jadi bingung. Gimana caranya bisa aku lihat, bukan tidak mau namun ini adalah sebuah pancingan yang sengaja mencobaku untuk melihat segalanya.
Karena aku terlihat menganga, Alin kemudian menepuk bahu kananku, "He, ngapain bingung lagi ?."
"Cuman lihat saja kan ?.''
"Iyalah. Cuman lihat saja, bisa disentuh tapi tutup mata ya. Kalau kamu membuka matamu, takutnya kamu tergoda melihat kulit halus ku."
"Gimana ya ?.'' Tanyaku sendiri. ''Kalau disentuh pasti juga dipegang dan kalau sudah dipegang pasti mikirnya lain. Alin, haruskah aku yang melihat nya ?.''
"Apa kubilang, kamu pasti tidak akan berani. Ya sudah !. Kalau sudah menikah, jangan harap akan aku kasi lihat semuanya."
"Antara ia dan gimana gitu. Ah, masa bodoh !. Yang penting percaya tidak akan ada sesuatu yang aneh terjadi.'' Hatiku berbisik lagi untuk kesekian kalinya.
"Baiklah Alin !. Dibagian mana yang dirasakan itu ?."
"Syarif, sebenarnya aku hanya ingin melihat respon perhatian mu padaku dan aku hanya ingin tahu apakah kamu bisa melindungi ku atau tidak, panggung ku baik-baik saja, Syarif. Hanya saja yang tidak baik-baik itu adalah bekas kecupanmu yang mendarat di wajahku, sampai saat ini berganda dengan mu, masih aku rasakan, Syarif."
"Kamu ah, hampir saja membuat jantungku copot. Jika saja tadi aku melihat punggung mu, hmm !! Sudah pasti akan aku gigit."
"Luka dong ! Kalau kamu gigit."