Entahlah, bahkan nyawaku bukanlah suatu hal yang paling penting jika harus aku tukarkan dengan hadiah kecil yang berada disini, diantara rasa sakit yang tidak bisa aku ungkapkan.
Apa gunanya kamu menitipkan hadiah ini untukku hingga pada akhirnya kamu merenggut segalanya dariku. Apakah dengan hadiah ini, akan mengembalikan dirimu yang telah pergi dariku atau kamu masih tetap berada disini, denganku mencurhat kan kebekuan yang sial karenamu.
Kurasa tidak ! Angin telah bertiup kencang laksana badai topan yang merusak bangunan cinta yang sekian lama telah aku bangun. Bersamamu hanya sebuah kepahitan yang aku temui.
Rais, dirimu yang dulu aku kenal begitu sangat mencintai ku. Hanya karena suatu hal yang tidak pernah ada dalam angan-angan ku, engkau menikung ku sesederhana yang kamu pikirkan. Padahal tidak ada wanita yang inginkan hubungan nya berakhir sia-sia. Kesia-siaan hanya mitos yang biasa aku temukan dalam cerita dalam sebuah novel.
Ternyata, aku mendapatkan nya juga lebih unik dari kisah-kisah yang pahit yang pernah aku temukan. Saking uniknya, bahkan aku tidak sempat lagi mengatakan pada diriku apakah aku masih bisa merasakan kebahagiaan walau hanya senyuman diakhir hari dimana ketika sebagian mata melihat kearah ku.
Aku menjadi lupa untuk siapa diriku dilahirkan. Untuk siapa aku berkorban dan untuk siapa aku harus berjalan dalam kesedihan ini. Aku enggan bertindak diluar dari kebiasaan ku sendiri karena tanpamu aku rapuh seperti kayu yang habis disabotase oleh rayap.
Kamulah rayap nya. Kamulah yang mensabotase kehidupan ku, kamulah yang merenggut kesucian ku yang selama ini utuh, kini hanya sebuah foto ilusi yang menjadi topik kehancuran pikiranku.
Sesungguhnya dengan pergi mu, aku justru semakin bertambah rumit. Rumitnya diriku bahkan makanan yang masuk kedalam mulutku saja harus aku tanya, apakah enak atau tidak ?.
Kamu terlalu Rais. Terkesan membuat ku gila walau aku tidak gila. Kadangkala disetiap aktifitas pekerjaan ku yang biasanya aku lalui kebersamaan denganmu, sekarang hanya bekas telapak tanganmu yang aku cari-cari.
Bekas tangan mu saja bahkan ingin pergi juga dari pencarian ku. Aku menemukan sebuah pulpen di suatu tempat penyimpanan, didalam map warna biru. Iya sebuah pulpen yang bahkan tulisan tanganmu bekas coretan-coretanmu diatas kertas HVS, itu yang membuatku tersenyum.
Kursi, tempat mu biasa duduk, bersandar yang kamu pakai kerja, aku juga mendatanginya hanya untuk memuaskan emosi amarahku kepadamu. Aku menggoyang-goyangnya sekeras dan sekehendak ku. Aku pukul sedemikian rupa, sejadi-jadinya sampai aku tidak perduli pada semua teman rekan kerja yang melihat ku.