Mohon tunggu...
QayyumNaya
QayyumNaya Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Penulis

Hanya Penulis biasa yang suka menulis. Hobi membaca dan menulis. Dan biasa saja dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Memperebutkan Wanita Yang Sama

21 Juni 2023   20:35 Diperbarui: 21 Juni 2023   21:00 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Akupun keluar sebentar setelah mendapat kan kebolehan dari Alin tapi bukan untuk berlama-lama.

Keluar ku dari dalam kamar dengan alasan ingin membeli sesuatu sebenarnya adalah suatu proses cinta yang paling penting dalam hidupku. Aku pergi bukan untuk apa-apa namun untuk menemui Rai, aku ingin memberitahu kan padanya bahwa Alin lebih memilih cintaku, diriku, daripada dirinya.

Cinta itu memang tidak bisa dibohongi apalagi setelah melakukan perbuatan hina dan pergi melamar mengatasnamakan cinta, itu adalah kesesatan dalam memahami cinta.

Kubiarkan Alin dikamar sendiri, berbaring sekehendaknya. Semenjak ketika aku ingin keluar dari kamar, aku memandangi sekitar kamar tapi mataku selalu mengarahkan ku kepadanya. Ada magnet yang sungguh luar biasa diatas tempat tidur yang menarik jiwaku untuk menemaninya.

Perasaan itu, mata ini kuajak untuk tetap pada porsinya melihat.

"Jangan melihat berlebihan, Syarif. " Suara jiwa berpesan pada mata yang agak aneh ini.

"Santai saja, begitu aja repot." Akupun membalas sendiri suara itu.

Mungkin jika Alin mendengar suara-suara aneh dari dalam diriku sendiri, sudah pasti, dia akan mengatakan padaku untuk tetap disini menemaninya dalam balutan rasa yang tidak akan pernah terbayangkan.

Lupakan lah !.

Setelah kuajak segala hal, kulihat sekitar kamar, kurasa aman, aku berjalan keluar untuk sebentar saja.

Kubuka pintu kamar seperti membuka hati kebaikan nya Alin. Lalu kukunci pintu kamar dari luar untuk memastikan kalau Alin tidak akan apa-apa didalam jika aku tinggalkan.

Di luar telah terlihat Rai lagi duduk-duduk santai berbicara, berbincang dengan beberapa orang. Aku mendatanginya dengan santai, dengan senyuman yang paling bahagia yang belum pernah ia lihat seperti apa jika aku tersenyum.

Belum sampai didekatnya, dia mulai heran, aku melihat wajahnya seakan tidak percaya melihat wajahku yang berseri-seri yang sedang berjalan menuju kearah nya.

Sesampainya disana, Rai langsung menginterogasi ku dengan serius. Seperti teror yang nampak didepan mataku yang dengan kekejaman, aku dibuat sesak.

"Kamu tidak seperti tadi. Tadi kamu begitu sedihnya tapi setelah dari dalam rumah, seratus persen berubah, katakan padaku apa yang terjadi padamu ? Jangan sampai kamu sudah merenggut sesutu yang berharga darinya ?."

Memang Rai ini disesalkan. Dia hanya terlihat seperti orang baik tapi ternyata sikapnya tidak memperhatikan bahwa ia adalah orang baik. Dia dengan seenaknya saja bicara tanpa memandang bahwa di sekeliling kami berdua, ada mata, ada telinga yang sedang menyaksikan, mendengar perkataannya.

"Santai !." Kataku sendiri menenangkan pikiran dan amarah ini.

"Rai, apakah aku seperti itu dimatamu ? Seperti itukah kamu menilaiku, aku bahkan tidak pernah berpikir bahwa kamu seperti itu. Setahuku, kamu adalah seorang sahabat, seorang laki-laki yang begitu baik, begitu menjaga perasaan nya orang. Namun ternyata aku salah, aku hanya melihat kulit dari sikapmu, aku tidak melihat kalau hatimu dipenuhi dengan kebencian terhadap aku"_

"Semestinya kamu menyadari bahwa kehadiran kita disini bukan tentang siapa dan apa tapi tentang perasaan kita yang sama yang kita jaga untuk seorang wanita yang sudah pergi. Sekarang hadirnya seorang wanita yang mirip dengan nya justru membuat mu semakin bringas, kamu menuduh aku seperti itu tapi pada kenyataannya, kamu yang menyalahi nya dan sejuta perangkap yang sudah kamu buat untukku''_

"Rai, sejatinya laki-laki itu tidak bersikap apatis, setelah yang kamu lakukan, kamu belajar untuk menjadi seorang pengkhianat yang bertopeng. Sampai saat ini cuman aku yang tahu siapa dirimu sebenarnya. Sengaja aku tidak memberitahu siapa dirimu ke Alin karena aku percaya seutuhnya padamu bahwa sebenarnya, kamu hanya melakukan suatu tindakan yang terlihat kosong, suatu tindakan yang kamu anggap itu benar. Baru setelah itu selesai, kamu datang melamar untuk menghilangkan jejak kekotoran itu dari dirimu"_

"Rai, ngaca dulu di cermin agar kamu dapat melihat sisi kegelapan dalam dirimu itu seperti apa ?."

Ternyata semua yang aku katakan tidak merubah sifat dan tingkah yang ada padanya. Malahan dia semakin terlihat ingin marah padaku, padahal tujuanku datang menemuinya untuk mengatakan padanya bahwa Alin hanya menerima cintaku bukan lamaran mu.

"Sudah selesai, Syarif bicaranya ?." Katanya padaku dengan nada yang agak lantang.

"Masih ada, cuman percuma aku bicara panjang lebar sebab tidak akan berpengaruh apa-apa bagimu. Kamu telah dibutakan dengan perasaan yang menurut, Alin akan menerima cintamu."

"Syarif, dengarkan aku baik-baik ya, sampai hari kiamat pun datang, perasaan ku tidak akan pernah berubah. Kamu kan tahu saat ini siapa yang beruntung, aku atau kamu ?. Tidak masalah jika Alin tidak mencintai ku tapi aku pastikan padamu bahwa dia harus menerima cintaku. Aku bahkan tidak perduli apakah aku yang lebih besar cintanya pada Alin atau kamu yang lebih besar cintanya padanya, setahuku, aku yang lebih beruntung sebab sudah mengambil bagian dari perasaan ku yang hidup untuknya."

"Kurang ajar !." Sontak saja aku mengeluarkan kata-kata yang seharusnya aku tidak terpancing dengan caranya berbicara.

"Apa ?." Balasnya padaku.

Hampir saja kami ribut hanya karena soal siapa yang akan dicintai Alin. Padahal aku tidak perlu seperti ini sebab Alin sendiri sudah mengatakan padaku bahwa akulah yang dia cintai.

Semua orang yang hadir di acara persiapan tahlilan, melihat kami yang jadi aneh begitu, masing-masing datang mendekati kami. Sebagian ada yang mengingatkan kami bahwa tidak boleh seperti ini dan sebagian juga ada yang menenangkan kami agar menjaga keadaan tetap stabil, normal tanpa ada masalah.

"Rai, hari ini kamu bisa berkata sekehendak mu tapi tidak akan lama, kamu akan melihat aku menikah dengan Alin. Saat itu tiba maka ucapkanlah suatu kata yang menurutmu paling menyakitkan aku dengar."

"Terserah !. Posisi kita sama, aku juga selalu berharap bisa menikahi Alin. Apapun resikonya akan aku ambil sebagai suatu proses mendapatkan cintaku."

Setiap telinga yang mendengar percakapan kami, mereka dalam keadaan bertanya-tanya apakah yang sedang terjadi sebenarnya.

Aku pergi meninggalkan Rai dan yang lain untuk menemui Alin yang menunggu ku didalam rumah. Mungkin saja Alin melihat kejadian barusan atau mungkin juga Alin akan tertawa jika tahu kalau dia menjadi wanita yang diperebutkan oleh laki-laki tidak berguna seperti kami ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun