Di luar telah terlihat Rai lagi duduk-duduk santai berbicara, berbincang dengan beberapa orang. Aku mendatanginya dengan santai, dengan senyuman yang paling bahagia yang belum pernah ia lihat seperti apa jika aku tersenyum.
Belum sampai didekatnya, dia mulai heran, aku melihat wajahnya seakan tidak percaya melihat wajahku yang berseri-seri yang sedang berjalan menuju kearah nya.
Sesampainya disana, Rai langsung menginterogasi ku dengan serius. Seperti teror yang nampak didepan mataku yang dengan kekejaman, aku dibuat sesak.
"Kamu tidak seperti tadi. Tadi kamu begitu sedihnya tapi setelah dari dalam rumah, seratus persen berubah, katakan padaku apa yang terjadi padamu ? Jangan sampai kamu sudah merenggut sesutu yang berharga darinya ?."
Memang Rai ini disesalkan. Dia hanya terlihat seperti orang baik tapi ternyata sikapnya tidak memperhatikan bahwa ia adalah orang baik. Dia dengan seenaknya saja bicara tanpa memandang bahwa di sekeliling kami berdua, ada mata, ada telinga yang sedang menyaksikan, mendengar perkataannya.
"Santai !." Kataku sendiri menenangkan pikiran dan amarah ini.
"Rai, apakah aku seperti itu dimatamu ? Seperti itukah kamu menilaiku, aku bahkan tidak pernah berpikir bahwa kamu seperti itu. Setahuku, kamu adalah seorang sahabat, seorang laki-laki yang begitu baik, begitu menjaga perasaan nya orang. Namun ternyata aku salah, aku hanya melihat kulit dari sikapmu, aku tidak melihat kalau hatimu dipenuhi dengan kebencian terhadap aku"_
"Semestinya kamu menyadari bahwa kehadiran kita disini bukan tentang siapa dan apa tapi tentang perasaan kita yang sama yang kita jaga untuk seorang wanita yang sudah pergi. Sekarang hadirnya seorang wanita yang mirip dengan nya justru membuat mu semakin bringas, kamu menuduh aku seperti itu tapi pada kenyataannya, kamu yang menyalahi nya dan sejuta perangkap yang sudah kamu buat untukku''_
"Rai, sejatinya laki-laki itu tidak bersikap apatis, setelah yang kamu lakukan, kamu belajar untuk menjadi seorang pengkhianat yang bertopeng. Sampai saat ini cuman aku yang tahu siapa dirimu sebenarnya. Sengaja aku tidak memberitahu siapa dirimu ke Alin karena aku percaya seutuhnya padamu bahwa sebenarnya, kamu hanya melakukan suatu tindakan yang terlihat kosong, suatu tindakan yang kamu anggap itu benar. Baru setelah itu selesai, kamu datang melamar untuk menghilangkan jejak kekotoran itu dari dirimu"_
"Rai, ngaca dulu di cermin agar kamu dapat melihat sisi kegelapan dalam dirimu itu seperti apa ?."
Ternyata semua yang aku katakan tidak merubah sifat dan tingkah yang ada padanya. Malahan dia semakin terlihat ingin marah padaku, padahal tujuanku datang menemuinya untuk mengatakan padanya bahwa Alin hanya menerima cintaku bukan lamaran mu.