Mohon tunggu...
Qatrunnada Rafifa
Qatrunnada Rafifa Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis yang masih belajar menulis

Saya seorang penulis amatir. Disini saya ingin belajar menjadi penulis yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Mengenang Kebringasan Letusan Gunung Purba Melalui Novel Hujan

19 April 2023   17:14 Diperbarui: 19 April 2023   17:16 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cr by Pinterest/Firdaniadina

Akhir akhir ini sering terjadi gempa bumi dan gunung meletus. Kejadian ini mengingatkan saya kepada sebuah novel karya Tere Liye. Novel ini berjudul HUJAN. 

Novel ini berkisahkan tahun 2050-an. Berawal dari Lail, seorang perawat yang mengalami hidup yang berat hingga ingin melupakannya. Kisah dimulai dengan flashback awal kejadian.

Lail, anak berumur 13 tahun pergi bersama ibunya untuk ke sekolah. Di perjalanan, terjadi sebuah bencana yang besar sehingga merenggut nyawa ibunya. Hanya ada 2 orang yang selamat, yaitu Lail dan Esok.

Keluarga Lail sudah meninggal semuanya. Tetapi Esok masih memiliki nasib yang lebih baik. Ibunya selamat walau harus kehilangan kakinya. 

Bencana yang menghancurkan kota Lail adalah eropsi gunung. Gunung purba yang menyembunyikan lavanya lebih dari ribuan tahun, akhirnya memuntahkan isinya. Kekuatan letusan gunung mencapai skala 8 VEI menyebabkan terjadinya gempa 10 skala Richter.

Akibat bencana alam, Lail dan Esok harus tinggal di pengungsian. Setahun kemudian, mereka harus berpisah karena Lail tinggal di panti sosial dan Esok yang diangkat keluarga Wali Kota. Mereka hanya dapat bertemu seminggu sekali.

Semakin berlalu hari, semakin sedikit pula kesempatan mereka untuk bertemu. Esok yang pintar sudah bisa untuk masuk kuliah di Ibu Kota. Lail yang sendirian akhirnya bertemu teman baru, Maryam dengan rambut keribonya.

Lail dan Maryam pun mengikuti sebuah organisasi relawan. Mereka adalah relawan termuda yang berhasil lari sejauh 50 kelimeter bertemankan hujan badai, untuk menyelamatkan desa seberang dari banjir bandang. Berkat itu Lail dan Maryam mendapat penghargaan dari kota.

Di tempat penerimaan penghargaan, Lail bertemu dengan Esok. Mereka menghabiskan waktu bersama. Sehabis acara Lail menjadi sering melamun teringat akan Esok. Namun ia harus giat belajar untuk masuk ke perguruan tinggi impiannya.

Dengan usaha kerasnya, Lail dan Maryam berhasil masuk perguruan tinggi Keperawatan. Di saat yang bertepatan, masyarakat demo karena krisis makanan. Suhu rendah menyebabkan gagal panen dan menciptakan salju di Negara tropis tersebut.

Maryam yang merasa kegiatan sehari harinya terganggu akibat cuaca pun menyetujui keputusan masyarakat. Sedangan Lail hanya dapat diam karena mengetahui kebenaran, kebenaran yang mengerikan. Ia terus menjalani hidupnya dan percaya bahwa Esok adalah ilmuwan hebat yang pasti akan menyelesaikan masalah ini.

Masukan masyarakat di dengar oleh pemerintah. Pemerintah meluncurkan pesawat berisi gas yang dapat mengatasi musim salju. Tetapi hal tersebut berdampak buruk di kemudian hari. 

Suhu udara yang mulai membaik, menyebabkan organisasi relawan tidak terlalu di butuhkan. Hal tersebut menjadikan Lail dan Maryam bisa focus dengan kuliahnya. Lail akhir akhir ini  sering digoda Maryam karena ketahuan berduaan dengan Esok di acara penghargaan yang lalu.  

 

Dilain tempat, Esok sedang merakit kapal yang dapat menampung 10.000 orang. Kapal tersebut berfungsi untuk mengungsi manusia dari bahaya masa depan. Bahaya yang tidak terpikirkan sebelumnya.

Gas yang diluncurkan pemerintah merusak lapisan stratosfer di langit. Hal tersebut dapat dilihat pada satu tahun terakhir dimana awan tidak lagi ada. Hilangnya awan dan rusaknya stratosfer menyebabkan musim panas dengan suhu tinggi yang berlangsung 100 tahun. Suhu yang tinggi dapat memusnahkan manusia di kemudian hari.

Musim panas yang terjadi menjadikan organisasi relawan aktif kembali. Beberapa daerah mulai kekurangan pasokan pangan serta kekeringan. Lail dan Maryam bertugas merawat warga yang sakit. 

Upaya pemerintah mengatasi hal tersebut dengan membuat 4 kapal besar bermuatan 10.000 orang selama bumi mengalami cuaca ekstrim. Penumpang kapal dipilih melalui mesin undian. Di chapter ini di ketahui pula bahwa Esok adalah otak dari kapal ini dan ilmuwan terkenal dengan nama samaran Soke Bahtera. 

Soke Bahtera, ilmuwan tercerdas dengan segala kepiawaian nya. Selama ini Esok berbohong bahwa ia sedang kuliah pada Lail. Ia sudah menyelesaikan kuliahnya di tahun pertama. Karena kepintarannya ia menjadi ilmuwan yang berkecimpung dalam memecahkan masalah masalah yang sedang terjadi.

Esok mendapat 2 tiket untuk kapal penampung, 1 tiket karena perancang kapal, 1 lagi hasil dari mesin undian. Wali Kota yang tahu bahwa Esok mendapatkan 2 tiket terobsesi agar memiliki satu tiket dari Esok. Ia membujuk Lail, apabila gadis ini  mendapat 1 tiket dari Esok tolong ikhlaskan untuk tunggalnya wali kota. Lail dengan egonya tidak bisa menerima hal tersebut.

Tersisa satu hari sebelum keberangkatan kapal penampung, Lail pun frustasi. Esok tidak pernah menghubunginya dan ia juga tidak punya keberanian untuk menelfon Esok. Ia ingin mendengar kabar Esok, meski untuk terakhir kalinya.  Ia ingin bertanya kenapa Esok tidak memberitahunya bahwa Esok adalah ilmuwan hebat, bahwa Esok perancang kapal. Bahkan Esok memiliki 2 tiket penumpang.

Lail menjadi emosi dan tidak tahan dengan segala trauma yang ia miliki. Trauma akan kehilangan ibunya, keluarganya. Bahkan sekarang akan kehilangan Esok, lelaki yang di sukainya. Dengan frustasi ia pergi ke Rumah Sakit Saraf Otak untuk melupakan segalanya.

Tepat saat Lail di rumah sakit, Esok menghubungi Maryam dan meminta maaf tidak bisa menghubungi Lail, karena handphonenya mati. Selama ini Esok melakukan kloning otak sehingga ia tidak perlu naik kapal.  Ia bisa menemani Lain di hamparan bumi ini. 

Ia memberikan 2 tiketnya kepada ibunya dan putri Wali Kota. Maryam mengabarkan kondisi kabar Lail saat ini. Esok yang terkesiap mendengar kabar tersebut, pontang panting lari ke Rumah Sakit. 

Tetapi nasi sudah menjadi bubur, Lail sudah selesai melakukan operasi. Saat keluar dari tempat operasi, Lail bisa mengingat Maryam dan Esok. Apakah ada kesalahan dalam operasi? 

Ternyata di akhir sesi Lail memeluk seluruh kenangannya dan memaafkan Esok. Ia mendapat nasihat dari seorang perawat bahwa dengan menghilangkan ingatan tidak akan menyelesaikan masalah. Hanya dengan memeluk dan mengikhlaskan suatu hal, barulah masalah akan berakhir.

Di akhir cerita, Lail dan Esok pun menikah. Mereka menjalani hidup bersama, hingga mulai kehilangan satu sama lain akibat suhu ekstrim dari bumi. 

Begitulah ringkasan novel Hujan. Sinopsis ini mengingatkan penulis pada bencana  erupsi gunung merapi di Indonesia yaitu saat meletusnya gunung Krakatau dan gunung Tambora serta gunung Toba. Letusan gunung Toba dengan skala 8 VEI  menyebabkan Indonesia mengalami musim dingin selam 6 tahun.

Pada letusan gunung Tambora dengan skala 7 VEI menyebabkan daratan Eropa mengalami musim panas sekama 1 tahun. Suara letusannya juga terdengar ke pulau seberang yang 2.000 kilometer jauhnya. Pada letusan gunung Krakatau melenyapkan Banten dan Lampung serta membuat bagian Selatan pulau Jawa menjadi gelap gulita.

Novel ini memberikan banyak informasi tentang dampak dari gunung meletus, akibat kerusakan lapisan stratosfer, dan cara menangani dampak dari erupsi gunung. Dalam novel ini juga memberikan motivasi dan semangat untuk menuntut ilmu. Juga dampak positif pengetahuan dan teknologi di era modern ini.

Kekurangannya terlihat dari sikap putus asa tokoh Lail yang dapat mempengaruhi remaja saat ini. Remaja zaman now yang putus asa karena masalah percintaan dan tuntutan orang tua sehingga menyelesaikan masalah dengan bun*h diri. Di novel ini juga ada masyarakat yang tidak sabaran dan juga mementingkan masalah pribadi tanpa memikirkan dampak dari tindakannya di masa depan. 

Simpulan novel adalah masalah rumit bisa diselesaikan dengan  menerima, bukan melupakannya. Barangsiapa yang menerima, maka dia akan melupakannya, hidup bahagia. Tapi jika tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakannya. 

Bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat  erat semua hal yang menyakitkan yang mereka alami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun