Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Menabung atau Self-Reward? Tunda Gratifikasi Vs YOLO

28 September 2024   10:37 Diperbarui: 28 September 2024   13:39 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita semua menginginkan kebebasan finansial atau financial freedom. Bagi banyak orang, cara mencapainya adalah dengan disiplin menabung  dan berinvestasi untuk masa depan, sehingga kita dapat hidup dengan nyaman di tahun-tahun mendatang. 

Akan tetapi, di sisi lain, hidup kan tidak dapat diprediksi. Segala upaya yang kita curahkan untuk karier kita—jam kerja yang panjang, tenggat waktu yang menegangkan, dan pengorbanan—membuat kita bertanya: Bukankah kita seharusnya menikmati hasil kerja keras kita sekarang? Bagaimanapun, dalam skema besar, kita semua akan mati, dan uang kan ga dibawa mati. Ini adalah dilema klasik antara menabung untuk masa depan dan menganut mentalitas "You Only Live Once" (YOLO).

Seolah-olah, ketika punya uang, kita dihadapkan pada dilema harus bersakit-sakit dahulu dan bersenang-senang kemudian atau hidup cuma sekali dan uang tidak dibawa mati.

Mengapa pilihan ini begitu sulit bagi banyak dari kita?

Dan apa yang mendorong orang untuk membuat keputusan yang berbeda ketika dihadapkan pada pilihan-pilihan ini?

Psikologi tentang Menunda Gratifikasi (Delayed Gratification)

Inti dari dilema "menabung atau self-reward" adalah konsep menunda gratifikasi, atau delayed gratification, atau tentang kepuasan yang tertunda. Menunda gratifikasi ini adalah kemampuan untuk menolak reward langsung atau reward di masa sekarang demi reward yang lebih berharga di masa depan. Konsep ini didemonstrasikan dalam eksperimen yang terkenal; Stanford marshmallow experiment, di mana anak-anak diberi pilihan: makan satu marshmallow sekarang, atau menunggu beberapa saat dan mendapatkan dua marshmallow nanti. Anak-anak yang menunggu untuk makan marshmallow agar bisa makan dua ditemukan lebih baik dalam aspek-aspek kehidupan seperti jika dilihat dari prestasi akademik dan kesehatannya.

Logikanya, kalau bisa dapat benefit lebih banyak, ya mending menunggu (delayed gratification).

Namun, perlu digarisbawahi bahwa ini hanya berlaku untuk keadaan yang tidak mendesak. Dalam keadaan mendesak, tentu waktu menjadi variabel penting, yang bisa jadi lebih penting dari benefit/loss.

Akan tetapi, ketika menabung, benefitnya tidak terlihat di masa sekarang dan masa depan juga tidak terprediksi. Bisa saja sesuai rencana, dan bisa juga ujung-ujungnya tetap susah. Kalau begini bagaimana? Well, justru karena masa depan tidak terprediksilah kita harus menyiapkan sebisa kita dari sekarang. Kalau pun nantinya mungkin tetap susah, setidaknya diusahakan tidak melarat.

Delayed gratification ini sangat penting dalam membentuk mindset atau pola pikir menabung. Menyisihkan sebagian pendapatan untuk kebutuhan masa depan mengharuskan kita menahan godaan untuk membelanjakan uang untuk keinginan yang mendesak.

Namun, ada salah satu godaan; hidup cuma sekali dan uang ga dibawa mati.

You Only Live Once (YOLO)

Di sisi lain, ada mindset atau pola pikir YOLO, di mana orang memprioritaskan hidup untuk saat ini, sering kali membenarkan pengeluaran impulsif dengan gagasan bahwa hidup ini singkat, dan masa depan tidak ada yang bisa menjamin.

Pola pikir ini diperkuat oleh media sosial, di mana orang memamerkan gaya hidup mewah, liburan mewah, dan pembelian mahal.

Rasa takut ketinggalan (Fear of Missing Out atau FOMO) juga memperkuat filosofi YOLO, mendorong orang untuk berbelanja dan menghabiskan uang sekarang daripada menunggu nanti.

(Baca artikel saya tentang FOMO di sini)

Keinginan untuk hidup di masa sekarang berakar pada sistem penghargaan (rewarding) otak kita. Saat kita memanjakan diri, otak melepaskan dopamin, neurotransmitter "perasaan senang", yang memperkuat perilaku tersebut, sehingga kita cenderung mengulanginya.

Inilah sebabnya mengapa membeli sesuatu yang baru bisa terasa sangat memuaskan, meskipun sebenarnya tidak perlu. Itulah sebabnya mengapa menghabiskan uang  bisa terasa lebih memuaskan daripada menabung untuk masa depan yang tampak jauh dan abstrak.

Terlebih lagi, pola pikir "Saya bekerja keras, saya pantas mendapatkannya" merupakan kekuatan psikologis yang kuat yang sering kali membenarkan pengeluaran yang kita sebut self-reward, bahkan ketika pengeluaran tersebut mungkin tidak sejalan dengan tujuan keuangan jangka panjang. Untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan saja banyak dari kita masih belum mampu, sehingga konsep self-reward sering kali hanya menjadi alasan untuk pengeluaran yang sebenarnya bisa tidak dilakukan. Keyakinan ini memanfaatkan konsep yang dikenal sebagai bias hak, di mana kita merasa bahwa karena kita telah berusaha—baik melalui kerja keras, menahan stres, atau berkorban—kita telah mendapatkan imbalan, bahkan jika imbalan tersebut harus dibayar dengan harga mahal.

Keyakinan bahwa "Saya bekerja keras, saya pantas mendapatkannya" merupakan respons alami terhadap usaha yang dilakukandan stres yang dialami, tetapi dapat menyebabkan jebakan finansial jika tidak dikelola dengan hati-hati. Penting untuk mencapai keseimbangan antara memberi penghargaan kepada diri sendiri dan tetap berkomitmen pada masa depan finansial kita. Dengan mengenali pendorong psikologis di balik pola pikir ini, kita dapat mengatur diri sendiri secara bertanggung jawab sambil tetap memastikan kesuksesan finansial jangka panjang.

Lagi pula, kita berhak mendapatkan ketenangan finansial sama seperti kita berhak self-reward sesekali yang terkontrol.

Bias Kognitif: Mengapa Kita "Berjuang" Menabung

Keputusan kita tentang uang sering kali dipengaruhi oleh bias kognitif, yang merupakan jalan pintas mental yang dapat menyesatkan kita. Salah satu bias tersebut adalah bias masa kini, kecenderungan untuk menilai terlalu tinggi reward langsung di masa kini dan meremehkan potensinya masa depan. Hal ini membuat menabung untuk tujuan jangka panjang, seperti pensiun, menjadi lebih sulit karena kepuasan atas keamanan finansial di masa depan tidak terasa semenarik langsung jajan hari ini.

Faktor lainnya adalah keengganan untuk kehilangan. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang merasakan sakitnya kehilangan uang lebih intens daripada kesenangan mendapatkannya. Hal ini dapat membuat tindakan menabung uang terasa seperti kehilangan—bagaimanapun juga, kita "merelakan" sesuatu yang sebenarnya bisa kita gunakan sekarang. Juga, mengeluarkan uang menawarkan gratifikasi instan atau kepuasan langsung, yang memperkuat pola pikir YOLO.

Tipe kepribadian yang berbeda juga memengaruhi cara orang menghadapi dilema "menabung atau habiskan". Orang yang berorientasi ke masa depan cenderung lebih mengutamakan menabung, karena mereka memperoleh kepuasan dari perencanaan dan keamanan. Orang-orang ini cenderung mendapat skor tinggi dalam hal ketelitian, suatu sifat kepribadian yang terkait dengan disiplin diri, tanggung jawab, dan perencanaan jangka panjang.

Di sisi lain, orang yang impulsif, yang cenderung lebih fokus pada kesenangan jangka pendek, mungkin merasa lebih sulit menahan keinginan untuk berbelanja. Orang-orang ini sering mendapat skor lebih tinggi dalam hal keterbukaan terhadap pengalaman dan ekstroversi, sehingga mereka cenderung menganut pola pikir YOLO.

Lingkungan juga memainkan peran penting dalam membentuk perilaku finansial. Orang yang dibesarkan dalam rumah tangga yang menekankan pentingnya menabung cenderung mengadopsi kebiasaan ini. Selain itu, faktor budaya dapat memengaruhi apakah orang menghargai perencanaan jangka panjang atau pemanjaan spontan.

Menemukan Keseimbangan: Menabung sambil Menikmati Hidup

Kunci untuk menavigasi dilema antara menabung atau membelanjakan uang adalah menemukan keseimbangan. Ini bukan tentang memilih satu ekstrem daripada yang satunya lagi, tetapi lebih kepada belajar cara menikmati masa kini sambil tetap mempersiapkan masa depan. Berikut ini beberapa strategi yang dapat membantu:

  • Belanja dengan Sadar: Sebelum melakukan pembelian, tanyakan pada diri kita apakah hal tersebut sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan jangka panjang kita. Apakah pengeluaran ini akan mendatangkan kebahagiaan yang awet atau hanya kesenangan sesaat?
  • Tetapkan Tujuan yang Jelas: Memiliki tujuan keuangan yang spesifik, seperti menabung untuk liburan atau membangun dana darurat, dapat membuat menabung terasa lebih bermakna dan tidak seperti pengorbanan.
  • Buat Sistem Hadiah: Untuk menyeimbangkan tabungan dan pengeluaran, buatlah sistem yang memberi kita reward untuk diri sendiri karena telah memenuhi tujuan tabungan. Misalnya, setiap kali kita menabung dalam jumlah tertentu atau mencapai milestone tertentu, kita bisa mengambil tabungan kita sejumlah tertentu untuk bersenang-senang atau membeli yang kita inginkan.
  • Buat Perencanaan dalam Menabung dengan Otomatiskan Tabungan: Salah satu cara termudah untuk menahan godaan untuk berbelanja adalah dengan mengotomatiskan tabungan Anda. Dengan menyiapkan transfer otomatis ke rekening tabungan

Tentu saja, strategi terbaik yang bisa kita terapkan adalah strategi yang works atau cocok dengan masing-masing diri kita, mulai dari kebutuhan, tujuan, dan lain-lain yang masing-masing kita bisa jadi berbeda.

Kesimpulan

Inti dari dilema menabung atau menghabiskan uang adalah benturan antara dua keinginan penting: kebutuhan akan keamanan finansial dan keinginan untuk mendapatkan imbalan langsung. Kita bekerja sangat keras, dan wajar saja jika kita ingin memberi imbalan kepada diri sendiri. Entah itu membeli gadget baru, pergi liburan, atau menikmati makanan enak. Keinginan untuk memanjakan diri sendiri ini wajar. Lagipula, apa gunanya bekerja keras jika kita tidak bisa menikmati hidup saat ini?

Di sisi lain, ada kenyataan yang menghantui bahwa tanpa menabung dengan saksama, kita mungkin tidak akan aman secara finansial di masa mendatang. Tagihan medis, dana pensiun, atau keadaan darurat yang tidak terduga dapat membuat kita kesulitan jika kita tidak memiliki cadangan finansial yang kuat. Ketakutan tidak akan memiliki cukup uang di kemudian hari sering kali mendorong kita untuk berhati-hati dalam mengelola uang, bahkan ketika kita sangat ingin menghabiskannya sekarang.

Perjuangan menabung untuk masa depan dan impuls untuk menikmati masa kini berakar dalam psikologi kita. Bias kognitif, rasa takut akan penyesalan, dan mentalitas butuh penguatan setelah bekerja keras membuat kita sulit menemukan keseimbangan. Namun, dengan memahami faktor-faktor psikologis ini, kita dapat membuat strategi yang memungkinkan kita menabung untuk kebebasan finansial dan memperlakukan diri kita dengan cara yang sehat dan terkendali.

Pada akhirnya, ini bukan tentang memilih salah satu di antara yang lain. Kuncinya adalah menciptakan gaya hidup yang memungkinkan Anda hidup dengan nyaman saat ini sambil memastikan bahwa diri Anda di masa depan terurus. 

Kita perlu menguasai kemampuan untuk menunda kepuasan, yang akan berdampak pada mengurangi perilaku impulsif kita yang sering kali tidak bermakna. Namun, kita juga jangan sampai lupa untuk memberi penghargaan kepada diri sendiri dengan terkontrol. 

Jadi, kita bisa saja tidak perlu memilih "menabung atau self-reward", melainkan kita bisa melakukan keduanya; menabung dan membeli keinginan kita. Tentu saja, keduanya harus dilakukan dengan sadar, terkontrol, dan lebih baik lagi jika terencana.

Selain memperdalam ilmu keuangan untuk diterapkan di level personal, jangan lupa untuk memperdalam pengetahuan mengenai diri sendiri untuk mendukung perjalanan kita mencapai kebebasan finansial sambil tetap menikmati hidup—tanpa rasa bersalah atau menyesal. (oni)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun