Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Seni Berbangga Diri: Mengapresiasi Diri Tanpa Arogan

23 Januari 2024   11:04 Diperbarui: 23 Januari 2024   21:14 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by krakenimages on Unsplash

Di dunia di mana harga diri sering kali berada di garis tipis antara insecure dan kepedean, seni berbangga pada diri sendiri menjadi sulit untuk seimbang. 

Promosi diri sering disalahartikan sebagai kesombongan dan rasa percaya diri yang berlebihan, dan kerendahan hati tidak jarang berujung pada merendahkan diri sendiri.

Sebagai seseorang yang ragu-ragu untuk menyombongkan diri karena takut melewati batas dan menjadi sombong, penting untuk mencari tahu bagaimana kita bisa benar-benar bangga pada diri sendiri tanpa berlebihan.

Menavigasi rasa bangga terbukti menantang saat kita melintasi lanskap rumit dari medan psikologis kita. Pada saat-saat rasa tidak aman, rasa insecure dianggap sombong atau menghadapi kemungkinan penolakan dapat menutupi pengakuan atas pencapaian pribadi. 

Rasa insecure yang mendalam, sering kali berakar pada pengalaman awal atau tekanan masyarakat, memaksa individu untuk meremehkan keberhasilan kita, membangun kedok kerendahan hati yang menutupi rasa tidak mampu yang mendasarinya.

Konflik internal antara keinginan untuk diakui dan ketakutan akan kritik menumbuhkan keengganan untuk menerima kebanggaan yang tulus, mengarahkan individu ke wilayah keraguan diri yang berbahaya.

Sebaliknya, pendulum dapat berayun ke ekstrem yang lain, memicu arogansi dan, kadang-kadang, bahkan narsisme. Bias kognitif, seperti efek Dunning-Kruger, dapat menyebabkan periode terlalu percaya diri, mengaburkan batas antara kebanggaan sejati dan sikap mengagung-agungkan diri. 

Kecenderungan perbandingan sosial semakin memperumit masalah, karena individu menambatkan harga diri mereka pada validasi eksternal, menjadikan harga diri mereka rentan terhadap keinginan untuk membandingkan dengan orang lain. 

Perjuangan untuk menyeimbangkan harga diri menjadi sangat terkait dengan menavigasi dikotomi keinginan untuk diakui dan takut akan kerentanan yang menyertai penghargaan diri yang tulus.

Di satu sisi, kita jangan sampai menjadi orang yang minder karena masing-masing kita memiliki kelebihan. Tapi, di sisi yang lain, kita juga tidak selalu lebih baik dari semua orang di semua aspek, jadi kita juga harus bisa cukup humble untuk mawas diri agar tidak arogan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun