Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Konformitas, Prokrastinasi, dan Budaya Ngaret

26 Juni 2023   07:00 Diperbarui: 26 Juni 2023   12:56 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by katemangostar on Freepik

Sudah menjadi rahasia umum kalau tabiat kebanyakan orang Indonesia adalah suka menunda-nunda.

Mau berangkat main saja ditunda sampai akhirnya budaya ngaret lekat dalam kehidupan bermasyarakat kita.

Tentu saja, tidak semua orang seperti itu. Namun, yang seperti itu terhitung banyak. Setidaknya, cukup banyak untuk membuat kita tidak nyaman jika tidak menjadi mayoritas.

Saking karena semua orang akan ngaret, hadir tepat waktu justru dijadikan bahan omongan, atau minimal dijadikan bahan candaan.

Fenomena terbawa arus ini masuk dalam konsep konformitas dalam psikologi.

Jadi, apa yang sebenarnya terjadi dalam diri kebanyakan orang Indonesia sampai budaya ngaret dilestarikan?

Sebelumnya, kita telah membahas mengenai penyebab prokrastinasi (Baca di sini). Prokrastinasi adalah tantangan umum yang memengaruhi individu di berbagai budaya. Prokrastinasi sendiri sering kali mengakibatkan penurunan produktivitas dan peningkatan stres. 

Prokrastinasi dan konformitas adalah fenomena psikologis yang saling berhubungan yang dapat mempengaruhi perilaku individu dan proses pengambilan keputusan.

Artikel ini akan mengeksplorasi hubungan antara pola pikir orang Indonesia yang berkaitan dengan konformitas, prokrastinasi, dan budaya ngaret. Kita akan menyoroti faktor budaya yang berkontribusi terhadap perilaku masyarakat Indonesia. 

Dalam konteks sosial budaya Indonesia, terdapat keterkaitan antara konformitas, prokrastinasi, dan budaya ngaret. Hal ini dapat dipahami dari perspektif psikologis yang dipengaruhi oleh aspek sosial budaya. Berikut adalah beberapa pandangan dari perspektif psikologi:

Konformitas dan Norma Sosial
Konformitas masyarakat Indonesia sangat berkaitan dengan norma dan harapan sosial. Ada orientasi kolektif di mana individu berusaha untuk menjaga keharmonisan sosial dan menghindari menonjol atau menyimpang dari perilaku yang umum. 

Dalam kerangka budaya ini, tepat waktu mungkin tidak selalu dihargai seperti di kalangan budaya individualistis. 

Tekanan untuk menyesuaikan diri dengan norma sosial dalam konteks manajemen waktu dapat memengaruhi individu untuk memprioritaskan kohesi sosial daripada ketepatan waktu. 

Akibatnya, individu dapat melakukan prokrastinasi dan membiasakan diri ngaret, karena "tepat waktu" tidak memiliki makna spesial yang positif dalam budaya kita. 

Takut Berbeda dan Kritik Sosial
Ketakutan untuk menjadi berbeda dari norma-norma sosial dan potensi kritik negatif yang mungkin mengikuti dapat berkontribusi pada prokrastinasi dan ngaret. 

Dalam masyarakat Indonesia, terlalu kaku pada hal-hal seperti manajemen waktu tidak sesuai dengan norma budaya ngaret yang lebih fleksibel. Perbedaan ini dapat dianggap mengganggu atau konfrontatif. 

Akhirnya, banyak dari kita yang mungkin ragu untuk tepat waktu karena takut dihakimi, dikritik, atau berpotensi merasa asing karena menyimpang dari perilaku kolektif. Bisa dibilang kita akhirnya ada yang ngaretnya karena agar selaras dengan norma budaya dan menghindari konsekuensi sosial yang negatif.

Identitas Kelompok dan Hubungan Interpersonal
Orientasi kolektif dalam masyarakat Indonesia sangat menekankan pada identitas kelompok dan hubungan interpersonal. Menjaga hubungan yang harmonis dan membina hubungan sosial sangat dihargai. 

Akibatnya, individu dapat memprioritaskan interaksi dan kewajiban sosial daripada hal-hal yang kurang penting seperti tepat waktu. Keinginan untuk memelihara dan menjaga hubungan dalam budaya kita juga dapat menyebabkan prokrastinasi, semata-mata karena tunggu-tungguan yang dapat disebabkan berbagai macam hal. Mulai dari yang sepele sampai yang serius. Misalnya, takut dikira ini itu, atau justru takut bergerak sendirian. 

Gaya Komunikasi Tidak Langsung dan Ambiguitas
Gaya komunikasi orang kita sering kali melibatkan komunikasi tidak langsung dan implisit, yang dapat mengakibatkan ambiguitas dan ketidakpastian mengenai ekspektasi tugas dan tenggat waktu. Atau, dengan kata lain; suka kode-kodean dan berharap harusnya orang lain mengerti. 

Ambiguitas ini dapat menyebabkan keraguan, atau bahkan pesan yang dimaksud tidak sampai. Ketika instruksi atau harapan tidak dinyatakan secara eksplisit, individu mungkin menunda mengambil tindakan untuk menghindari kesalahpahaman atau potensi konflik. 

Misal, "habis maghrib"nya kita bisa berarti jam 6, setengah 7, atau bahkan jam 7. Bahkan, "jam 7" pun dapat ditafsirkan jam 7.05 atau 7.30 atau 7.45. 

Preferensi budaya untuk komunikasi konteks tinggi dapat menyebabkan kurangnya kejelasan, sehingga memudahkan individu untuk membenarkan prokrastinasi atau menafsirkan waktu secara fleksibel.

Pengkondisian Budaya
Secara psikologis, individu dibentuk oleh lingkungan budaya dan proses sosialisasi mereka. Dalam kasus masyarakat Indonesia, pengondisian budaya memainkan peran penting dalam membentuk sikap dan perilaku terhadap ketepatan waktu. 

Penekanan budaya pada kolektivisme, hubungan interpersonal, dan harmoni sosial memengaruhi individu untuk memprioritaskan interaksi dan hubungan sosial daripada tepat waktu. 

Terdengar konyol, tetapi hal ini benar-benar terjadi. Pengondisian budaya ini dapat membentuk persepsi individu tentang waktu dan prioritas mereka, yang mengarah ke pendekatan tepat waktu yang lebih santai.

Fokus Waktu
Fokus waktu individu yang mengacu pada cara pandang mereka terhadap waktu dan kepentingannya dapat mempengaruhi budaya ngaret.

Di Indonesia, seringkali kita fokus pada saat ini, di mana individu berfokus pada apa yang terjadi dan apa yang bisa didapatkan sekarang ketimbang merencanakan sesuatu yang berorientasi pada masa depan. 

Pola pikir berorientasi pada masa sekatang ini dapat mengarahkan individu untuk memprioritaskan kebutuhan mendesak, keterlibatan sosial, dan kesenangan pribadi daripada berusaha tepat waktu dan menghormati waktu orang lain.

Salah Persepsi atas Kontrol
Persepsi kontrol dari waktu ke waktu juga dapat memengaruhi budaya ngaret. Dalam konteks di mana faktor eksternal seperti kemacetan lalu lintas atau keadaan tak terduga secara signifikan mempengaruhi ketepatan waktu, individu mungkin merasa kurangnya kontrol atas waktu mereka. 

Persepsi ini dapat mengurangi motivasi untuk tepat waktu, karena individu mungkin merasa bahwa faktor eksternal menentukan kemampuannya untuk datang tepat waktu. Persepsi yang kontrol terbatas atas ketepatan waktu ini dapat berkontribusi pada pendekatan ketepatan waktu yang lebih santai alias ngaret.

Pengaruh Normatif
Secara psikologis, pengaruh norma sosial dan perilaku kelompok dapat membentuk sikap dan perilaku individu. Ketika individu mengamati orang lain dalam kelompok sosial, komunitas, atau tempat kerja mereka ngaret, itu menciptakan pengaruh normatif yang memperkuat ngaret sebagai budaya kita. 

Keinginan untuk menyesuaikan diri dengan perilaku kelompok dapat menyebabkan individu mengadopsi sikap dan perilaku yang sama terhadap ketepatan waktu.

Kurang Motivasi
Faktor psikologis seperti motivasi pribadi dan orientasi pada tujuan berperan dalam menentukan perilaku ketepatan waktu. Dalam budaya di mana ketepatan waktu sangat dihargai, individu mungkin secara intrinsik termotivasi untuk tepat waktu karena tujuan pribadi, disiplin diri, dan rasa tanggung jawab. 

Namun, dalam konteks di mana ketepatan waktu tidak terlalu ditekankan, individu mungkin kekurangan motivasi intrinsik atau merasakan lebih sedikit imbalan pribadi karena tepat waktu. Akibatnya, budaya ngaret semakin tumbuh subur.

***

Penting untuk dicatat bahwa perspektif psikologis memberikan wawasan tentang faktor individu dan budaya yang memengaruhi budaya ngaret. Namun, sangat penting untuk menyadari bahwa setiap orang dapat bervariasi dalam menyikapi budaya ngaret ini. 

Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, nilai, dan faktor situasional. Memahami faktor psikologis yang terlibat dapat membantu menginformasikan intervensi dan strategi untuk mempromosikan ketepatan waktu jika dianggap penting dalam konteks tertentu, seperti dalam organisasi tertentu atau lingkungan profesional.

Memahami kaitan psikologis antara konformitas, prokrastinasi, dan budaya ngaret pada masyarakat Indonesia menyoroti bagaimana aspek sosial budaya membentuk sikap dan perilaku individu. Memahami hal-hal di atas diharapkan dapat membuat kita dapat mengurangi prokrastinasi dan mendorong kita untuk tepat waktu. 

Aspek sosial budaya mungkin menjadi aspek yang dominan dalam kajian budaya ngaret, yang mana ketika secara kolektif kita tidak menghargai waktu maka sesuai dengan teori konformitas akan banyak dari kita yang merasa tidak ada masalah dengan ngaret. 

Meskipun demikian, kita dapat pelan-pelan mengubah kebiasaan ini dengan mulai dari diri kita sendiri; hargai waktu, pahami lebih dalam apa yang menyebabkan kita menunda atau melakukan prokrastinasi dalam berbagai hal (termasuk berangkat untuk janji temu) dan sebisa mungkin usahakan untuk tidak melestarikan budaya ngaret.

Kalau bisa efisien, kenapa tidak?

Dengan memahami faktor-faktor di atas, harapannya kita dapat mengembangkan pendekatan yang seimbang yang menghormati norma-norma budaya sekaligus mengupayakan produktivitas dan ketepatan waktu secara pribadi. (oni)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun