Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kenapa Harus Serba Ilmiah?

22 Mei 2023   22:41 Diperbarui: 22 Mei 2023   22:45 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by National Cancer Institute on Unsplash

Kenapa ya, ada orang-orang yang sangat percaya pada pengetahuan berbasis ilmiah daripada sumber lain?

Padahal, ada hal-hal lain yang tidak ilmiah tapi works dan kebenarannya tidak diragukan oleh orang lain dan di kita. Misalnya, pengobatan alternatif, dan tukang gigi. Dalam psikologi, biasanya contohnya adalah:

1. Ngapain ke psikolog? Cerita doang gitu ke temen kan juga bisa.

2. Dia tuh Gemini, makanya banyak yang ga suka.

3. Ribet psikolog-psikolog-an, ibadah aja nanti depresi juga hilang.

4. dan seterusnya.

Apakah pernyataan-pernyataan di atas salah?

Lagipula, apa yang membuat bukti ilmiah begitu kuat dan dapat diandalkan?

Begini...

Kita memahami bahwa di dunia di mana informasi melimpah dan pendapat saling berbenturan, penting untuk memahami pentingnya mengandalkan sains yang berbasis ilmiah. 

Tapi, memangnya bagaimana penelitian ilmiah membantu kita mengungkap kebenaran tentang dunia di sekitar kita?

Lihat diri kita masing-masing, apakah kita lebih suka membuat keputusan berdasarkan bukti kuat atau hanya asumsi dan desas-desus?

Mana yang lebih kita percayai?

Salah satu kelebihan pengetahuan berbasis ilmiah adalah dengannya kita mendapatkan panduan yang membimbing kita dalam menjalani kompleksitas kehidupan.

Tapi mengapa kita harus mempercayai sains ketika ada begitu banyak suara dan narasi yang saling bertentangan?

Singkatnya, tentu saja karena penelitian ilmiah mengikuti pendekatan sistematis, mengandalkan data, eksperimen, dan penalaran logis. Sains memperlakukan masalah seperti teka-teki, dengan setiap bagian diperiksa dengan cermat untuk membentuk gambaran yang lengkap dan akurat.

Sekarang, pikirkan tentang kemajuan dan inovasi luar biasa yang telah diberikan sains kepada kita. Terobosan medis, keajaiban teknologi, dan pemahaman yang lebih dalam tentang alam. Semua hal ini ada berkat kekuatan penyelidikan ilmiah.

Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi alasan mengapa segala sesuatu yang berbasis ilmiah sangat penting untuk kesejahteraan pribadi dan masyarakat kita. Dari membedakan fakta dari fiksi hingga membuat pilihan berdasarkan informasi, kita akan mengungkap manfaat luar biasa dari merangkul bukti ilmiah dalam setiap aspek kehidupan kita.

Sumber Kebenaran (Bukan cuma pengetahuan ilmiah!)

Saya kira kita tidak asing dengan konsep bahwa pencarian kebenaran adalah pengejaran abadi yang telah memikat pikiran manusia selama berabad-abad. Ketika para filsuf merenungkan sifat kebenaran, mereka telah mengidentifikasi berbagai sumber yang dapat digunakan untuk mencarinya. 

Dalam Filsafat Dasar, kita mengenal sumber-sumber kebenaran; tenacity, authority, a priori (intuition), dan science. Masing-masing sumber ini menawarkan pendekatan yang berbeda untuk memahami realitas, tetapi berbeda dalam keandalan dan metode untuk memperoleh pengetahuan. Berikut adalah penjelasan keempat sumber kebenaran tersebut:

1) Tenacity
Tenacity merepresentasikan keyakinan akan kebenaran suatu gagasan atau sistem keyakinan yang dilandasi oleh kegigihan dan kepatuhan yang teguh. Ini menunjukkan bahwa kesinambungan dan ketabahan keyakinan dari waktu ke waktu berkontribusi pada kebenaran yang dirasakannya, terlepas dari bukti atau tantangan yang berlawanan. Tenacity dapat memberi individu rasa stabilitas, namun juga dapat menghambat pertumbuhan intelektual dan mencegah eksplorasi perspektif alternatif.

Individu yang tenacious, atau mungkin bisa diartikan sebagai kekeuh, dapat memegang keyakinan mereka dengan keyakinan, sering menolak atau mengabaikan perspektif alternatif atau informasi yang bertentangan.

Dalam kehidupan sehari-hari, tenacity dapat diamati dalam berbagai konteks:

  • Keyakinan Agama dan Spiritual:
    Banyak tradisi agama atau spiritual dicirikan oleh tenacity. Pengikut sering memegang keyakinan dan praktik yang tertanam dalam yang diwariskan dari generasi ke generasi. Kekuatan iman mereka terletak pada komitmen terhadap tradisi, meskipun tidak ada bukti empiris dan ada banyak sudut pandang yang bertentangan.
  • Keyakinan Budaya dan Masyarakat:
    Tenacity juga dapat terwujud dalam kepercayaan budaya atau masyarakat. Norma, nilai, atau tradisi budaya tertentu dijunjung tinggi dan dilestarikan dari waktu ke waktu, seringkali karena rasa identitas atau sejarah bersama. Bahkan ketika dihadapkan dengan sudut pandang yang berlawanan atau bukti yang muncul menantang keyakinan tersebut, individu dapat terus mematuhinya karena rasa loyalitas atau identitas budaya.
  • Keyakinan Pribadi dan Bias:
    Tenacity dapat diamati pada individu yang memiliki keyakinan pribadi atau bias yang kuat, bahkan ketika dihadapkan dengan bukti yang bertentangan. Misalnya, seseorang mungkin sangat percaya pada keunggulan ideologi politik tertentu, meskipun ada bukti yang menunjukkan kekurangan dalam sistem yang mereka sukai. Dalam kasus seperti itu, tenacity dapat mencegah individu mempertimbangkan perspektif alternatif atau terlibat dalam dialog terbuka.
  • Teori Konspirasi dan Bias Konfirmasi:
    Tenacity juga dapat berkontribusi pada berkembangnya teori konspirasi. Individu yang sangat percaya pada teori konspirasi mungkin berpegang teguh padanya, menolak bukti yang bertentangan dengan sudut pandang mereka. Kegigihan ini dapat dipicu oleh bias konfirmasi, bias kognitif yang mencari informasi yang mendukung keyakinan yang sudah ada sebelumnya sambil mengabaikan bukti yang bertentangan.

Sisi positif dari tenacity adalah individu mendapatkan perasaan bahwa mereka mengetahui kebenaran, dan dengan tenacity kebenaran ini dapat bertahan ketika digempur oleh kebenaran lain. Meskipun demikian, tenacity dapat menghambat pertumbuhan intelektual dan menghalangi pengejaran kebenaran. Mengandalkan tenacity sebagai sumber kebenaran tanpa mempertimbangkan sumber lain, seperti penalaran berbasis bukti atau penyelidikan empiris, dapat menyebabkan dilestarikannya informasi yang salah dan penolakan terhadap pengetahuan baru.

2) Authority
Authority, sebagai sumber kebenaran, bertumpu pada kredibilitas dan keahlian individu atau institusi tertentu. Ini menunjukkan bahwa informasi atau keyakinan dapat diterima berdasarkan status atau pengetahuan dari mereka yang memegang posisi otoritas. Pakar, cendekiawan, dan organisasi terkemuka sering dianggap sebagai otoritas di bidangnya masing-masing. Meskipun otoritas dapat memberikan wawasan yang berharga, evaluasi kritis diperlukan untuk memastikan bahwa ketergantungan pada otoritas tidak mengarah pada penerimaan informasi yang tidak perlu dipertanyakan lagi.

Berikut adalah beberapa aspek dan contoh otoritas sebagai sumber kebenaran:

  • Keahlian dan Pengetahuan Khusus:
    Otoritas seringkali muncul dari individu yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu. Misalnya, dokter dianggap memiliki otoritas di bidang kedokteran karena pelatihan dan pengetahuannya yang luas. Kita mempercayai kata dokter sebagai kebenaran karena mereka memiliki kualifikasi dari pengetahuan, pelatihan, dan pengalaman mereka selama bertahun-tahun dalam memahami urusan medis.
  • Otoritas Kelembagaan:
    Institusi tertentu, seperti universitas, organisasi ilmiah, organisasi keagamaan, atau badan pemerintah, dianggap memiliki otoritas di bidangnya masing-masing. Reputasi dan kredibilitas lembaga-lembaga ini memberikan dasar untuk mempercayai informasi yang mereka hasilkan. Misalnya, himbauan mengenai tanggal peringatan keagamaan dari organisasi keagamaan nasional kita terima sebagai kebenaran karena kita yakin organisasi tersebut diisi oleh orang-orang yang berkualifikasi dan segala aturan diterbitkan dari musyawarah orang-orang terpercaya tersebut. Atau, kita mempercayai isi undang-undang sebagai kebenaran karena undang-undang tidak sembarangan diterbitkan dan yang bertanggung jawab adalah orang-orang yang tahu apa yang mereka lakukan.
  • Otoritas Tradisi dan Budaya:
    Otoritas juga dapat berasal dari tradisi lama atau praktik budaya. Keyakinan budaya dan adat istiadat sering membawa otoritas karena signifikansi historisnya dan penerimaan kolektif masyarakat. Misalnya, norma-norma masyarakat mengenai struktur keluarga atau praktik keagamaan seringkali dijunjung tinggi berdasarkan otoritas yang dikaitkan dengan tradisi budaya. Dalam budaya tertentu, ada tetua yang perkataannya diyakini sebagai kebenaran. Atau, dalam tradisi tertentu, ada ritual yang diyakini sebagai sebagai jalan memperoleh kebenaran karena sudah turun temurun seperti itu.
  • Otoritas Selebritas atau Influencer:
    Dalam masyarakat kontemporer, otoritas individu dengan profil publik yang tinggi, seperti selebritas atau influencer, dapat memengaruhi opini publik secara signifikan. Orang mungkin memercayai rekomendasi atau keyakinan mereka karena popularitas, visibilitas, atau keahlian yang dirasakan di bidang tertentu. Misalnya, kita percaya perkataan influencer si A adalah kebenaran karena dia dengan lantang menyuarakan isu-isu yang terjadi dengan meyakinkan. Mungkin dia memang benar, tapi penting untuk berhati-hati dan mengevaluasi secara kritis kredibilitas dan keahlian orang-orang seperti itu. Sebaiknya, yang dilihat jangan luarnya saja tapi ditelusuri lagi lebih lanjut.

Harus kita pahami bahwa otoritas sebagai sumber kebenaran memiliki keterbatasan. Menerima informasi secara membabi buta dari otoritas tanpa evaluasi kritis dapat menyebabkan berlanjutnya informasi yang salah atau pengaruh perspektif yang bias. Penting untuk menyeimbangkan kepercayaan yang diberikan pada otoritas dengan pemikiran kritis, verifikasi independen, dan pertimbangan sudut pandang alternatif.

3) A Priori (Intuition)
A priori (intuition) mengacu pada pengetahuan yang tidak bergantung pada pengalaman indrawi atau bukti empiris. Ini menunjukkan bahwa kebenaran tertentu dapat diketahui melalui akal, introspeksi, atau kemampuan kognitif bawaan. Pengetahuan apriori bergantung pada wawasan rasional dan pemahaman konseptual, memungkinkan kita untuk memahami kebenaran yang terbukti dengan sendirinya atau benar secara universal. Namun, penting untuk menyeimbangkan pengetahuan apriori dengan bukti empiris agar tidak mengabaikan kompleksitas realitas.

Mudahnya, kebenaran bisa muncul dan kita ketahui sebelum kita proses semua bukti yang ada dan kita pahami seluruh hal yang menyertai masalahnya. Kebenaran ini sering dianggap terbukti dengan sendirinya atau benar secara universal, dan dapat ditemukan melalui refleksi introspektif atau analisis rasional

Berikut adalah beberapa aspek kunci dan contoh pengetahuan apriori:

  • Wawasan dan Penalaran Rasional:
    Pengetahuan apriori mengandalkan wawasan rasional dan penalaran sebagai sarana untuk memahami kebenaran. Ini melibatkan penggunaan deduksi logis, argumen rasional, dan analisis konseptual untuk sampai pada pengetahuan yang dianggap benar tanpa perlu verifikasi empiris. Misalnya, pernyataan “Semua segitiga memiliki tiga sisi” dapat diketahui secara apriori dengan melihat bentuk segitiga. Tidak perlu diuji atau dihitung sedemikian rupa, ya kita tahu kalau semua segitiga memiliki tiga sisi.
  • Gagasan Bawaan dan Prinsip Universal:
    Pengetahuan apriori menunjukkan adanya gagasan bawaan atau prinsip universal yang hadir dalam kesadaran manusia. Ide-ide ini tidak berasal dari pengalaman indrawi tetapi melekat atau terbukti dengan sendirinya. Misalnya, konsep kebenaran matematika seperti 2 + 2 = 4 sering dianggap sebagai pengetahuan apriori yang benar secara universal dan tidak bergantung pada kejadian atau pengamatan tertentu. Kita tidak menghitung dan membuktikan jawaban kita dengan apapun, secara logis kita semua menerima bahwa 2 ditambah 2 ya hasilnya 4.
  • Intuisi Moral dan Etis:
    Pengetahuan apriori juga dapat dilihat dalam intuisi moral dan etika. Beberapa filsuf berpendapat bahwa prinsip-prinsip moral tertentu, seperti keyakinan bahwa membunuh orang lain adalah perilaku yang salah secara moral. Hal ini kita ketahui secara apriori melalui intuisi atau penalaran moral bawaan. Intuisi moral ini dianggap mendasar dan tidak bergantung pada bukti empiris.
  • Kebenaran Konseptual dan Analitis:
    Pengetahuan apriori sering berurusan dengan kebenaran konseptual atau analitis yang didasarkan pada pemahaman konsep itu sendiri. Misalnya pernyataan “Semua duda sudah pernah menikah” merupakan pengetahuan apriori karena ya disebut duda karena pernah menikah, kalau tidak ya bagaimana bisa disebut duda. Hal ini dapat ditangkap melalui analisis konsep secara rasional.

Penting untuk dicatat bahwa pengetahuan apriori atau intuisi memang memainkan peran penting dalam penyelidikan filosofis, tetapi pengetahuan apriori atau intuisi juga memiliki keterbatasan. Kritikus berpendapat bahwa hanya mengandalkan pengetahuan apriori dapat membatasi pemahaman kita tentang dunia dan menghalangi kemampuan kita untuk terlibat dengan bukti empiris atau mempertimbangkan perspektif alternatif.

4) Science
Science bukan sekedar pengetahuan (knowledge). Sains adalah pengetahuan ilmiah. Sains menggunakan pendekatan sistematis dan empiris untuk memperoleh pengetahuan tentang alam. Sains bergantung pada observasi, eksperimen, dan analisis data untuk merumuskan teori dan penjelasan untuk fenomena. Melalui penekanannya pada objektivitas, tinjauan sejawat (peer-review), dan penalaran berbasis bukti (evidence-based), sains telah menjadi salah satu sumber kebenaran yang paling dapat diandalkan. Metodologi dan penemuannya telah merevolusi pemahaman kita tentang alam semesta, menyebabkan kemajuan yang tak terhitung jumlahnya di berbagai bidang.

Kita akan membahas lebih lanjut mengetahui sains sebagai pengetahuan ilmiah pada bagian berikut, beserta kelebihan dan kekurangannya.

Pengetahuan Ilmiah

Masing-masing dari 4 sumber yang telah dijelaskan di atas menawarkan perspektif dan metode yang unik untuk mencari kebenaran. Sementara tenacity dan authority dapat memberikan rasa stabilitas dan bimbingan, mereka harus diimbangi dengan pemikiran kritis dan keterbukaan pikiran. Pengetahuan apriori, yang berakar pada nalar dan introspeksi, melengkapi pemahaman kita tetapi harus dilengkapi dengan bukti empiris. Pada akhirnya, sains berdiri sebagai sumber kebenaran yang paling andal dan teliti, terus memajukan pemahaman kita tentang dunia. Dengan mengenali kekuatan dan keterbatasan sumber-sumber ini, kita dapat menavigasi lanskap pengetahuan yang luas dan memulai perjalanan menuju pemahaman yang lebih komprehensif tentang kebenaran dalam filsafat.

Berikut adalah beberapa ciri sains atau pengetahuan ilmiah sebagai sumber kebenaran yang menjadi kelebihannya:

  • Metode Empiris:
    Sains didasarkan pada metode empiris, yang berarti bergantung pada pengumpulan dan analisis data yang diperoleh melalui observasi dan eksperimen. Dengan mengumpulkan bukti secara sistematis, para ilmuwan bertujuan mengembangkan penjelasan yang akurat dan andal untuk fenomena alam. Misalnya, di bidang biologi, para ilmuwan dapat melakukan eksperimen untuk memahami efek obat baru pada penyakit tertentu. Kelebihan metode empiris adalah pengetahuan yang didapat tidak berasal dari mengada-ada, karena obyeknya jelas, dapat dilihat.
    Dalam psikologi, obyek kajiannya adalah mental yang abstrak. Oleh karena itu, psikologi sebagai pengetahuan ilmiah mengkaji perilaku tampak manusia dan melakukan pengukuran rumit untuk menjelaskan proses mental yang mendasarinya. Jadi, psikologi sebagai pengetahuan ilmiah memang sulit untuk diteliti dan dipahami dengan benar, tapi bukan berarti tidak bisa.
  • Objektivitas dan Tinjauan Sejawat (Peer-Review):
    Sains menekankan objektivitas untuk meminimalisir bias dan interpretasi subyektif. Investigasi ilmiah dirancang untuk dapat direplikasi dan independen dari bias individu atau praduga. Proses peer-review memastikan bahwa penelitian ilmiah menjalani evaluasi kritis oleh para ahli di lapangan, meningkatkan ketelitian dan keandalan pengetahuan ilmiah. Dengan demikian, pengetahuan yang dihasilkan dapat digeneralisasi dan dapat dipertanggungjawabkan.
    Bayangkan jika kajian psikologi berangkat dari pendapat subyektif, akan sangat berbahaya karena kita jadi coba-coba dan main-main dengan mental orang. Individu memang unik, tetapi keunikan itu harus dikaji secara objektif.
  • Perumusan Hipotesis dan Teori:
    Sains melibatkan perumusan hipotesis, yang merupakan penjelasan atau prediksi yang dapat diuji berdasarkan pengetahuan dan pengamatan yang ada. Hipotesis kemudian diuji secara ketat melalui eksperimen dan analisis data. Seiring waktu, hipotesis yang konsisten dan kuat dapat berkembang menjadi teori, yang merupakan penjelasan yang didukung dengan baik untuk berbagai fenomena. Teori evolusi, misalnya, menjelaskan keragaman kehidupan di Bumi.
    Hipotesis pun memiliki dasar filosofinya sendiri. Dalam perumusan hipotesis, kita mengkaji sesuatu, lalu merumuskan hipotesis. Hipotesis dalam penelitian kuantitatif biasanya berbunyi,"Tidak ada hubungan" atau, "Tidak ada pengaruh". Lalu kita mengumpulkan bukti-bukti dan menganalisis semuanya dengan sistematis dan ketat untuk melihat apakah benar "tidak ada". Jika ternyata hipotesis ditolak, berarti mungkin ada hubungan atau pengaruh dari variabel yang kita kaji. Dalam prinsip falsifikasi ini, kita tidak merumuskan "semua domba pasti putih" lalu mencari bukti-bukti bahwa domba di dunia ini cuma ada yang warna putih karena akan menjadi bias, kita jadi hanya melihat yang mau kita lihat. Sains justru sebaliknya, kita merumuskan "tidak ada domba yang putih"dan mencari bukti untuk melihat apakah rumusan kita benar, atau ditolak. Pun ketika ditolak, tidak langsung serta merta pasti semua domba berwarna putih, ya kita cuma tahu kalau domba putih ada, tapi mungkin ada kebenaran lain berupa domba hitam atau cokelat yang perlu diuji lagi. Demikian, terus diuji, dan saya kira ini yang menjadi seni dari pengetahuan ilmiah.
  • Aplikasi Teknologi dan Praktis:
    Sains memiliki banyak aplikasi praktis yang meningkatkan kehidupan kita sehari-hari. Dari kemajuan medis dan teknologi hingga solusi dan inovasi lingkungan, pengetahuan ilmiah berperan penting dalam mendorong kemajuan dan memecahkan masalah dunia nyata. Misalnya, pengembangan vaksin, sumber energi yang renewable, dan teknologi komunikasi adalah produk penelitian ilmiah. Yang paling dekat dengan kita mungkin pengembangan vaksin. Kita mungkin mengikuti perjalanan lembaga/perusahaan X merumuskan vaksin, lalu uji cobanya, lalu hasilnya, lalu efektivitasnya, dan kita akhirnya menerima vaksin yang dapat menyelamatkan kita. Tentu dengan efek samping, seperti misalnya demam, namun efek samping tersebut sudah diperkirakan sehingga dapat diatasi (dengan pemberian Paracetamol saat vaksin, misalnya) dan tidak akan memperparah permasalahan (wabah) yang sedang terjadi. Semua hal ini terjadi berkat pengetahuan ilmiah. Kita tidak perlu memusnahkan orang yang sudah terjangkit, dan kita tidak perlu coba-coba dan main-main dengan nyawa orang untuk mencari obat atau pencegahan penyakit.
  • Kolaborasi Interdisipliner:
    Sains sering melibatkan kolaborasi lintas disiplin ilmu, karena berbagai bidang studi menyumbangkan perspektif dan keahlian yang unik. Kolaborasi antara ahli biologi, ahli kimia, insinyur, dan disiplin ilmu lainnya memungkinkan pemahaman yang komprehensif tentang fenomena yang kompleks. Misalnya, bidang ilmu saraf menggabungkan biologi, psikologi, dan fisika untuk mempelajari cara kerja otak dan perilaku.

Penting untuk dicatat bahwa sains adalah proses yang self-corrected atau dengan kata lain sains dapat mengoreksi dirinya. Saat bukti baru muncul atau teori yang ada ditantang, pengetahuan ilmiah berkembang dan beradaptasi. Sifat mengoreksi diri ini berkontribusi pada keandalan dan kemajuan pemahaman ilmiah. Selain itu, seperti yang sudah dibahas dalam bagian perumusan hipotesis, sains dapat difalsifikasi sehingga penelitian ilmiah akan terus dilakukan untuk menyempurnakan pengetahuan kita sehingga kebenaran yang diperoleh lebih solid seiring berjalannya waktu.

Lalu, apakah sains adalah dewa kebenaran?

Ya tidak juga. Tapi setidaknya sains mengakui ketidaksempurnaannya.

Berikut adalah hal-hal yang menyebabkan sains tidak sempurna:

  • Bisa Bias dan Salah Tafsir:
    Ilmuwan juga manusia, jadi bisa memiliki kemungkinan rentan terhadap bias. Bias pribadi, atau bias karena sumber pendanaan, atau pengaruh dari masyarakat, kadang-kadang dapat membelokkan arah penelitian atau interpretasi hasilnya, yang berpotensi menghasilkan pengetahuan yang salah. Sangat penting bagi para ilmuwan untuk menyadari bias ini dan berusaha untuk objektivitas dan transparansi dalam pekerjaan mereka.
  • Keterbatasan Pengukuran dan Pengamatan:
    Penelitian ilmiah bergantung pada pengukuran dan observasi untuk mengumpulkan data. Namun, ada kasus di mana fenomena atau variabel menantang untuk diukur secara akurat atau diamati secara langsung. Keterbatasan ini dapat mempengaruhi presisi dan keandalan temuan ilmiah dalam bidang studi tertentu. Apalagi dalam psikologi yang urusannya dengan mental manusia yang tidak terlihat tapi sedemikian berpengaruhnya dalam diri dan hidup seseorang.
  • Pertimbangan dan Batasan Etis:
    Penelitian ilmiah yang melibatkan subjek manusia atau hewan harus mematuhi pedoman etika untuk memastikan kesejahteraan dan hak partisipan. Pertimbangan etis ini terkadang dapat membatasi jenis penelitian yang dapat dilakukan, yang berpotensi memengaruhi luas dan dalamnya penyelidikan ilmiah. Kita jadi tidak bisa meneliti semua hal dengan semua cara.
  • Pemahaman yang Tidak Lengkap dan Pengetahuan yang Berkembang:
    Sains adalah proses yang terus berkembang. Pemahaman ilmiah kita saat ini mewakili pengetahuan terbaik yang tersedia pada waktu ini, tetapi terbaik saat ini bukan berarti masih akan terbaik atau relevan 20 tahun lagi saat teknologi dan metodologi semakin berkembang. Bukti baru, kemajuan teknologi, atau pergeseran paradigma dapat menantang atau menyempurnakan teori yang ada, menyoroti ketidaklengkapan pemahaman kita saat ini.
  • Kendala Waktu dan Sumber Daya:
    Penelitian ilmiah seringkali membutuhkan waktu, dana, dan sumber daya yang substansial untuk melakukan eksperimen, mengumpulkan data, dan menganalisis hasil. Hal ini dapat membatasi ruang lingkup dan kecepatan penyelidikan ilmiah, berpotensi meninggalkan area tertentu yang kurang dipelajari atau tertunda karena keterbatasan sumber daya. Kita lihat saja pembuatan vaksin selama beberapa tahun terakhir; prosesnya lama, mahal, dan butuh orang-orang yang sangat ahli dalam bidangnya untuk menciptakan vaksin yang dapat digunakan banyak orang.
  • Representasi Realitas yang Tidak Lengkap:
    Sains bertujuan untuk memahami dan menjelaskan alam, tetapi beroperasi dalam batas-batas persepsi dan pemahaman manusia. Kompleksitas dan luasnya realitas mungkin tidak sepenuhnya ditangkap oleh metodologi ilmiah, yang mengarah pada representasi yang tidak lengkap dari seluk-beluk alam semesta.

Terlepas dari kekurangan-kekurangan di atas, sains tetap menjadi alat yang sangat berharga untuk memperluas pengetahuan dan memahami alam. Melalui pengakuan dan mengatasi keterbatasan inilah para ilmuwan berusaha untuk meningkatkan ketelitian, objektivitas, dan penerapan penelitian ilmiah. Dengan merangkul transparansi, replikasi, dan kolaborasi interdisipliner, sains dapat terus mendorong batasan dan berkontribusi pada pemahaman kolektif kita tentang dunia yang kita huni.

Semuanya Harus Serba Ilmiah?

Pengetahuan ilmiah lebih diutamakan dalam berbagai konteks di mana akurasi, keandalan, dan penalaran berbasis bukti dinilai sangat penting. Di sini, saya akan fokus menjawab pertanyaan ini dari sudut pandang psikologi.

Kita sudah memahami mengapa segala sesuatu yang berbasis ilmiah begitu penting. Sekarang, mari kita mengalihkan perhatian kita ke bidang psikologi; sebuah domain di mana penyelidikan ilmiah memainkan peran penting dalam memahami kompleksitas perilaku, kognisi, dan emosi manusia.

Psikologi, sebagai disiplin ilmu, menawarkan wawasan mengenai pikiran dan perilaku manusia. Dengan mengandalkan metodologi penelitian yang ketat, bukti empiris, dan penerapan prinsip ilmiah, psikologi memberi kita pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita sendiri dan orang lain. Ini membantu kita menavigasi seluk-beluk hubungan, mengatasi tantangan kesehatan mental, dan meningkatkan kesejahteraan pribadi.

Pengetahuan berbasis ilmiah sangat penting dalam bidang psikologi, baik dalam penelitian maupun praktik, karena beberapa alasan kuat:

  • Memvalidasi Teori dan Model Psikologis:
    Pendekatan ilmiah memastikan bahwa teori-teori psikologi didukung oleh bukti dan memiliki landasan yang kokoh, memungkinkan bidang ini untuk maju dan berkembang. Dengan kata lain, tidak mengada-ngada dan bukan hasil ngarang bebas
  • Praktik Berbasis Bukti:
    Dalam praktik psikologis, pengetahuan berbasis ilmiah sangat penting untuk memberikan intervensi yang efektif dan berbasis bukti. Dengan mengandalkan temuan penelitian, psikolog dapat mengidentifikasi dan menerapkan perawatan, terapi, dan intervensi yang telah terbukti efektif secara ilmiah. Praktik berbasis bukti memastikan bahwa intervensi psikologis didasarkan pada bukti empiris, meningkatkan kemungkinan hasil positif untuk klien dan pasien. Ketika sudah diuji secara ilmiah, psikolog dapat menentukan kondisi dan situasi yang tepat untuk melakukan intervensi, dengan "dosis" yang tepat juga, sehingga tidak akan membahayakan mental klien atau memperparah keadaan klien.
    Tentu, psikolognya harus selalu up to date dengan perkembangan psikologi ilmiah dan dasar penelitian yang digunakan adalah penelitian bagus yang dapat dipertanggungjawabkan.
  • Objektif dan Rigid:
    Psikologi berurusan dengan aspek kompleks dan bernuansa perilaku manusia dan pikiran. Pengetahuan berbasis ilmiah membawa objektivitas dan ketelitian untuk mempelajari dan memahami fenomena ini. Dengan mengikuti metodologi yang ketat dan menggunakan analisis statistik, psikolog dapat meminimalkan bias, mengendalikan variabel pengganggu, dan menarik kesimpulan yang valid. Objektivitas ini sangat penting untuk membangun landasan ilmiah yang kuat dan memastikan kredibilitas penelitian dan praktik psikologis.
  • Pertimbangan Etis:
    Pengetahuan berbasis ilmiah menyediakan kerangka kerja untuk pengambilan keputusan etis dalam penelitian dan praktik psikologis. Penelitian yang melibatkan subyek manusia harus mematuhi pedoman etika dan melindungi hak dan kesejahteraan peserta. Dengan mendasarkan penelitian dan praktik pada bukti ilmiah, psikolog dapat memastikan bahwa pekerjaan mereka dilakukan dengan cara yang etis dan potensi risiko serta manfaat dipertimbangkan dengan cermat.
  • Menghindari Asumsi dan Bias:
    Pengetahuan berbasis ilmiah dalam psikologi membantu menghindari asumsi dan bias yang mungkin ada di lapangan. Dengan memeriksa bukti dan melakukan penelitian, psikolog dan ilmuwan psikologi dapat mengidentifikasi dan mengatasi bias dalam teori, penilaian, dan intervensi. Pendekatan kritis ini mempromosikan inklusivitas, keragaman, dan kepekaan budaya di dalam lapangan, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas dan penerapan penelitian dan praktik psikologis.

Mempercayai psikologi berbasis ilmiah berarti mengakui pentingnya praktik berbasis bukti dalam membantu individu menjalani kehidupan yang lebih bahagia dan lebih sehat. Ini berarti menempatkan kepercayaan pada terapi dan intervensi yang telah diuji, disempurnakan, dan divalidasi secara ketat melalui penelitian. Dengan psikologi ilmiah, kita dapat memahami lebih dari sekedar anekdot atau klaim yang tidak jelas, dan membuat pilihan berdasarkan informasi tentang kesehatan mental dan kesejahteraan kita.

Keluar dari pengetahuan berbasis ilmiah dalam psikologi dapat memiliki beberapa konsekuensi berbahaya:

  • Ketidakefektifan Intervensi:
    Dengan mengabaikan bukti ilmiah, intervensi psikologis mungkin kurang efektif dan mungkin tidak memberikan hasil yang diinginkan. Tanpa landasan ilmiah yang kuat, intervensi mungkin didasarkan pada keyakinan pribadi, bukti anekdot, atau teori yang belum terbukti, yang mengarah pada praktik yang tidak efektif atau berpotensi membahayakan. Hal ini dapat mengakibatkan sumber daya yang terbuang percuma, frustrasi bagi klien, dan kemajuan yang tertunda dalam menangani masalah kesehatan mental.
    Mending kalau cuma tidak efektif, amit-amit justru malah memperparah masalah yang dialami.
  • Masalah Etis:
    Pedoman etika, seperti informed consent dan perlindungan kesejahteraan peserta, didasarkan pada penelitian ilmiah dan dirancang untuk memastikan kesejahteraan dan hak individu yang terlibat dalam penelitian dan praktik psikologis.
  • Proliferasi Misinformasi:
    Ketika pengetahuan berbasis ilmiah diabaikan, ada kemungkinan penyebaran informasi yang salah dalam bidang psikologi. Klaim yang tidak berdasar, teori yang tidak akurat, dan praktik yang cacat dapat dipopulerkan, menyebabkan kebingungan, salah tafsir, dan penyebaran informasi yang salah. Informasi yang salah ini dapat merugikan individu yang mencari bantuan psikologis, karena mereka mungkin disesatkan atau terkena intervensi yang tidak efektif atau berpotensi membahayakan.
  • Berkurangnya Kredibilitas Profesional:
    Keluar dari pengetahuan berbasis ilmiah merusak kredibilitas profesional di lapangan dan mengikis kepercayaan publik. Tanpa praktik berbasis bukti, psikologi berisiko dipandang subjektif, tidak dapat dipercaya, atau kurang valid secara ilmiah. Ini dapat berdampak buruk pada profesi, praktisinya, dan persepsi keseluruhan tentang layanan kesehatan mental.
  • Stagnasi Kemajuan:
    Tanpa penelitian berkelanjutan, pengujian teori, dan validasi empiris, psikologi mungkin kehilangan wawasan baru, tidak ada metode intervensi yang baru dan terkini, dan pemahaman tentang perilaku manusia dan proses mental menjadi mandek. Stagnasi ini dapat menghambat kemajuan dalam mengatasi masalah kesehatan mental dan membatasi kemampuan psikologi untuk beradaptasi dengan perubahan kebutuhan masyarakat.

Penutup

Kita sudah memahami kelebihan pendekatan ilmiah. Selanjutnya adalah menerapkannya dalam kehidupan kita. Di dunia yang dibanjiri dengan informasi dan opini, ketergantungan pada bukti ilmiah memberi kita dasar yang kuat untuk memahami realitas dan membuat keputusan dengan lebih baik.

Sains, dengan metodologinya yang ketat, proses tinjauan sejawat, dan penekanan pada bukti, menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk memperoleh pengetahuan. Ini memberi kita wawasan tentang cara kerja alam semesta, memungkinkan kita mengembangkan teknologi, menemukan perawatan yang menyelamatkan jiwa, dan mengungkap misteri alam semesta. Kemajuan dengan pendekatan ilmiah telah meningkatkan kualitas hidup kita, memperpanjang umur kita, dan memperluas pemahaman kita tentang diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita.

Memercayai informasi ilmiah bukanlah tentang percaya mentah-mentah atau blind trusting; justru ini tentang mengenali nilai dari pendekatan sistematis yang terus-menerus mempertanyakan, menguji, dan menyempurnakan ide. Ini tentang mengakui bahwa metode ilmiah, melalui sifatnya yang mengoreksi diri, memberi kita alat terbaik yang kita miliki untuk mengungkap kebenaran dan menavigasi dunia yang kompleks.

Dengan menaruh kepercayaan pada temuan ilmiah, kita memberdayakan diri sendiri untuk mengambil keputusan berdasarkan bukti yang dapat diandalkan, bukan spekulasi atau keyakinan pribadi. Kepercayaan ini memungkinkan kita memisahkan fakta dari fiksi, mengevaluasi informasi secara kritis, dan membuat pilihan yang berdampak positif pada kehidupan dan masyarakat kita secara keseluruhan.

Secara spesifik, psikologi, sebagai pengetahuan ilmiah, terus berkembang dan beradaptasi dengan penemuan dan kemajuan baru. Ini mengakui keterbatasan teori sebelumnya dan merangkul kebutuhan untuk penelitian dan eksplorasi yang sedang berlangsung. Dengan mempercayai psikologi berbasis ilmiah, kita dapat yakin bahwa pemahaman kita tentang pikiran dan perilaku manusia dibangun di atas dasar bukti dan pemikiran kritis.

Mari kita kembali ke contoh di awal:

1. Ngapain ke psikolog? Cerita doang gitu ke temen kan juga bisa.
-> Tapi, teman tidak mendengarkan secara objektif karena dia adalah teman kita. Teman juga tidak dibebani oleh kode etik dan tidak bisa menjamin kerahasiaan dari permasalahan kita. Teman juga belum tentu dibekali oleh pengetahuan, pelatihan, dan pengalaman yang mumpuni sehingga arahannya tidak menjamin kesejahteraan mental kita. Ada waktunya kita butuh bercerita pada teman karena dia adalah teman kita, ada waktunya kita butuh profesional seperti psikolog.

2. Dia tuh Gemini, makanya banyak yang ga suka.
-> Berapa banyak Gemini di dunia ini dan seberapa banyak Gemini yang sesuai dengan stereotipe yang melekat karena dia Gemini? Pendekatan ilmiah membantu kita memahami mana yang kebetulan, dan mana yang memang dapat menjelaskan karakteristik seseorang. Kalau untuk candaan ringan, mungkin harmless dengan banyak catatan. Tapi, jangan sampai stereotipe ini mengarah pada perilaku tidak menyenangkan atau berbahaya. Misalnya, kita jadi merasa mengetahui seseorang dan menilainya secara subyektif lalu berperilaku yang tidak menguntungkan kita atau dia.

3. Ribet psikolog-psikolog-an, ibadah aja nanti depresi juga hilang.
-> Depresi adalah gangguan yang membutuhkan diagnosis dari profesional kesehatan mental. Penanganannya pun tidak sembarangan dan mungkin akan berbeda bagi setiap penyintasnya. Depresi tidak bisa diremehkan, dan intervensinya juga harus dilakukan dengan kehati-hatian dengan mempertimbangkan banyak aspek. Ibadah mungkin membantu, tetapi tidak dapat digeneralisasi efektivitasnya ke semua orang dan perannya dalam menangani depresi mungkin juga akan berbeda bagi masing-masing penyintas. Profesional lebih tahu.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, ada lebih banyak contoh di mana pendekatan psikologi non-ilmiah bisa menyesatkan atau bahkan berbahaya. Dari teknik terapeutik yang tidak tervalidasi hingga klaim yang tidak berdasar tentang perilaku manusia, ketiadaan bukti ilmiah membuat kita rentan terhadap kesalahan informasi dan intervensi yang tidak efektif.

Oleh karena itu, mari kita menjadi konsumen informasi psikologis yang cerdas. Carilah terapi, intervensi, dan praktik berbasis bukti yang telah didukung oleh penelitian ilmiah. Terlibat dengan profesional kesehatan mental yang menggabungkan pengetahuan dan keahlian ilmiah ke dalam pekerjaan mereka. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa kesejahteraan kita dan kesejahteraan orang-orang di sekitar kita didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah yang baik.

Mari kita memperjuangkan pentingnya psikologi berbasis ilmiah dan mengadvokasi integrasinya ke dalam kehidupan pribadi, sekolah, tempat kerja, dan komunitas kita. Dengan mempromosikan pendekatan berbasis bukti, kami berkontribusi pada masyarakat yang menghargai kesehatan mental, mengakui kompleksitas perilaku manusia, dan mengupayakan intervensi yang efektif dan etis.

Dengan psikologi ilmiah, kita dapat memulai perjalanan penemuan diri, empati, dan pertumbuhan. Bersama-sama, mari kita ciptakan dunia di mana kesejahteraan psikologis dipupuk, dan kekuatan penelitian ilmiah menerangi pemahaman kita tentang pengalaman manusia.

Pendekatan ilmiah mungkin tidak sempurna, tapi pendekatan ilmiah jauh lebih baik dari yang non-ilmiah. (oni)

Bacaan lebih lanjut: Psikologi Populer dan Psikologi Ilmiah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun