Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kenapa Harus Serba Ilmiah?

22 Mei 2023   22:41 Diperbarui: 22 Mei 2023   22:45 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by National Cancer Institute on Unsplash

Individu yang tenacious, atau mungkin bisa diartikan sebagai kekeuh, dapat memegang keyakinan mereka dengan keyakinan, sering menolak atau mengabaikan perspektif alternatif atau informasi yang bertentangan.

Dalam kehidupan sehari-hari, tenacity dapat diamati dalam berbagai konteks:

  • Keyakinan Agama dan Spiritual:
    Banyak tradisi agama atau spiritual dicirikan oleh tenacity. Pengikut sering memegang keyakinan dan praktik yang tertanam dalam yang diwariskan dari generasi ke generasi. Kekuatan iman mereka terletak pada komitmen terhadap tradisi, meskipun tidak ada bukti empiris dan ada banyak sudut pandang yang bertentangan.
  • Keyakinan Budaya dan Masyarakat:
    Tenacity juga dapat terwujud dalam kepercayaan budaya atau masyarakat. Norma, nilai, atau tradisi budaya tertentu dijunjung tinggi dan dilestarikan dari waktu ke waktu, seringkali karena rasa identitas atau sejarah bersama. Bahkan ketika dihadapkan dengan sudut pandang yang berlawanan atau bukti yang muncul menantang keyakinan tersebut, individu dapat terus mematuhinya karena rasa loyalitas atau identitas budaya.
  • Keyakinan Pribadi dan Bias:
    Tenacity dapat diamati pada individu yang memiliki keyakinan pribadi atau bias yang kuat, bahkan ketika dihadapkan dengan bukti yang bertentangan. Misalnya, seseorang mungkin sangat percaya pada keunggulan ideologi politik tertentu, meskipun ada bukti yang menunjukkan kekurangan dalam sistem yang mereka sukai. Dalam kasus seperti itu, tenacity dapat mencegah individu mempertimbangkan perspektif alternatif atau terlibat dalam dialog terbuka.
  • Teori Konspirasi dan Bias Konfirmasi:
    Tenacity juga dapat berkontribusi pada berkembangnya teori konspirasi. Individu yang sangat percaya pada teori konspirasi mungkin berpegang teguh padanya, menolak bukti yang bertentangan dengan sudut pandang mereka. Kegigihan ini dapat dipicu oleh bias konfirmasi, bias kognitif yang mencari informasi yang mendukung keyakinan yang sudah ada sebelumnya sambil mengabaikan bukti yang bertentangan.

Sisi positif dari tenacity adalah individu mendapatkan perasaan bahwa mereka mengetahui kebenaran, dan dengan tenacity kebenaran ini dapat bertahan ketika digempur oleh kebenaran lain. Meskipun demikian, tenacity dapat menghambat pertumbuhan intelektual dan menghalangi pengejaran kebenaran. Mengandalkan tenacity sebagai sumber kebenaran tanpa mempertimbangkan sumber lain, seperti penalaran berbasis bukti atau penyelidikan empiris, dapat menyebabkan dilestarikannya informasi yang salah dan penolakan terhadap pengetahuan baru.

2) Authority
Authority, sebagai sumber kebenaran, bertumpu pada kredibilitas dan keahlian individu atau institusi tertentu. Ini menunjukkan bahwa informasi atau keyakinan dapat diterima berdasarkan status atau pengetahuan dari mereka yang memegang posisi otoritas. Pakar, cendekiawan, dan organisasi terkemuka sering dianggap sebagai otoritas di bidangnya masing-masing. Meskipun otoritas dapat memberikan wawasan yang berharga, evaluasi kritis diperlukan untuk memastikan bahwa ketergantungan pada otoritas tidak mengarah pada penerimaan informasi yang tidak perlu dipertanyakan lagi.

Berikut adalah beberapa aspek dan contoh otoritas sebagai sumber kebenaran:

  • Keahlian dan Pengetahuan Khusus:
    Otoritas seringkali muncul dari individu yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu. Misalnya, dokter dianggap memiliki otoritas di bidang kedokteran karena pelatihan dan pengetahuannya yang luas. Kita mempercayai kata dokter sebagai kebenaran karena mereka memiliki kualifikasi dari pengetahuan, pelatihan, dan pengalaman mereka selama bertahun-tahun dalam memahami urusan medis.
  • Otoritas Kelembagaan:
    Institusi tertentu, seperti universitas, organisasi ilmiah, organisasi keagamaan, atau badan pemerintah, dianggap memiliki otoritas di bidangnya masing-masing. Reputasi dan kredibilitas lembaga-lembaga ini memberikan dasar untuk mempercayai informasi yang mereka hasilkan. Misalnya, himbauan mengenai tanggal peringatan keagamaan dari organisasi keagamaan nasional kita terima sebagai kebenaran karena kita yakin organisasi tersebut diisi oleh orang-orang yang berkualifikasi dan segala aturan diterbitkan dari musyawarah orang-orang terpercaya tersebut. Atau, kita mempercayai isi undang-undang sebagai kebenaran karena undang-undang tidak sembarangan diterbitkan dan yang bertanggung jawab adalah orang-orang yang tahu apa yang mereka lakukan.
  • Otoritas Tradisi dan Budaya:
    Otoritas juga dapat berasal dari tradisi lama atau praktik budaya. Keyakinan budaya dan adat istiadat sering membawa otoritas karena signifikansi historisnya dan penerimaan kolektif masyarakat. Misalnya, norma-norma masyarakat mengenai struktur keluarga atau praktik keagamaan seringkali dijunjung tinggi berdasarkan otoritas yang dikaitkan dengan tradisi budaya. Dalam budaya tertentu, ada tetua yang perkataannya diyakini sebagai kebenaran. Atau, dalam tradisi tertentu, ada ritual yang diyakini sebagai sebagai jalan memperoleh kebenaran karena sudah turun temurun seperti itu.
  • Otoritas Selebritas atau Influencer:
    Dalam masyarakat kontemporer, otoritas individu dengan profil publik yang tinggi, seperti selebritas atau influencer, dapat memengaruhi opini publik secara signifikan. Orang mungkin memercayai rekomendasi atau keyakinan mereka karena popularitas, visibilitas, atau keahlian yang dirasakan di bidang tertentu. Misalnya, kita percaya perkataan influencer si A adalah kebenaran karena dia dengan lantang menyuarakan isu-isu yang terjadi dengan meyakinkan. Mungkin dia memang benar, tapi penting untuk berhati-hati dan mengevaluasi secara kritis kredibilitas dan keahlian orang-orang seperti itu. Sebaiknya, yang dilihat jangan luarnya saja tapi ditelusuri lagi lebih lanjut.

Harus kita pahami bahwa otoritas sebagai sumber kebenaran memiliki keterbatasan. Menerima informasi secara membabi buta dari otoritas tanpa evaluasi kritis dapat menyebabkan berlanjutnya informasi yang salah atau pengaruh perspektif yang bias. Penting untuk menyeimbangkan kepercayaan yang diberikan pada otoritas dengan pemikiran kritis, verifikasi independen, dan pertimbangan sudut pandang alternatif.

3) A Priori (Intuition)
A priori (intuition) mengacu pada pengetahuan yang tidak bergantung pada pengalaman indrawi atau bukti empiris. Ini menunjukkan bahwa kebenaran tertentu dapat diketahui melalui akal, introspeksi, atau kemampuan kognitif bawaan. Pengetahuan apriori bergantung pada wawasan rasional dan pemahaman konseptual, memungkinkan kita untuk memahami kebenaran yang terbukti dengan sendirinya atau benar secara universal. Namun, penting untuk menyeimbangkan pengetahuan apriori dengan bukti empiris agar tidak mengabaikan kompleksitas realitas.

Mudahnya, kebenaran bisa muncul dan kita ketahui sebelum kita proses semua bukti yang ada dan kita pahami seluruh hal yang menyertai masalahnya. Kebenaran ini sering dianggap terbukti dengan sendirinya atau benar secara universal, dan dapat ditemukan melalui refleksi introspektif atau analisis rasional

Berikut adalah beberapa aspek kunci dan contoh pengetahuan apriori:

  • Wawasan dan Penalaran Rasional:
    Pengetahuan apriori mengandalkan wawasan rasional dan penalaran sebagai sarana untuk memahami kebenaran. Ini melibatkan penggunaan deduksi logis, argumen rasional, dan analisis konseptual untuk sampai pada pengetahuan yang dianggap benar tanpa perlu verifikasi empiris. Misalnya, pernyataan “Semua segitiga memiliki tiga sisi” dapat diketahui secara apriori dengan melihat bentuk segitiga. Tidak perlu diuji atau dihitung sedemikian rupa, ya kita tahu kalau semua segitiga memiliki tiga sisi.
  • Gagasan Bawaan dan Prinsip Universal:
    Pengetahuan apriori menunjukkan adanya gagasan bawaan atau prinsip universal yang hadir dalam kesadaran manusia. Ide-ide ini tidak berasal dari pengalaman indrawi tetapi melekat atau terbukti dengan sendirinya. Misalnya, konsep kebenaran matematika seperti 2 + 2 = 4 sering dianggap sebagai pengetahuan apriori yang benar secara universal dan tidak bergantung pada kejadian atau pengamatan tertentu. Kita tidak menghitung dan membuktikan jawaban kita dengan apapun, secara logis kita semua menerima bahwa 2 ditambah 2 ya hasilnya 4.
  • Intuisi Moral dan Etis:
    Pengetahuan apriori juga dapat dilihat dalam intuisi moral dan etika. Beberapa filsuf berpendapat bahwa prinsip-prinsip moral tertentu, seperti keyakinan bahwa membunuh orang lain adalah perilaku yang salah secara moral. Hal ini kita ketahui secara apriori melalui intuisi atau penalaran moral bawaan. Intuisi moral ini dianggap mendasar dan tidak bergantung pada bukti empiris.
  • Kebenaran Konseptual dan Analitis:
    Pengetahuan apriori sering berurusan dengan kebenaran konseptual atau analitis yang didasarkan pada pemahaman konsep itu sendiri. Misalnya pernyataan “Semua duda sudah pernah menikah” merupakan pengetahuan apriori karena ya disebut duda karena pernah menikah, kalau tidak ya bagaimana bisa disebut duda. Hal ini dapat ditangkap melalui analisis konsep secara rasional.

Penting untuk dicatat bahwa pengetahuan apriori atau intuisi memang memainkan peran penting dalam penyelidikan filosofis, tetapi pengetahuan apriori atau intuisi juga memiliki keterbatasan. Kritikus berpendapat bahwa hanya mengandalkan pengetahuan apriori dapat membatasi pemahaman kita tentang dunia dan menghalangi kemampuan kita untuk terlibat dengan bukti empiris atau mempertimbangkan perspektif alternatif.

4) Science
Science bukan sekedar pengetahuan (knowledge). Sains adalah pengetahuan ilmiah. Sains menggunakan pendekatan sistematis dan empiris untuk memperoleh pengetahuan tentang alam. Sains bergantung pada observasi, eksperimen, dan analisis data untuk merumuskan teori dan penjelasan untuk fenomena. Melalui penekanannya pada objektivitas, tinjauan sejawat (peer-review), dan penalaran berbasis bukti (evidence-based), sains telah menjadi salah satu sumber kebenaran yang paling dapat diandalkan. Metodologi dan penemuannya telah merevolusi pemahaman kita tentang alam semesta, menyebabkan kemajuan yang tak terhitung jumlahnya di berbagai bidang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun