Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengenal FOMO: Istilah Baru untuk Cerita Lama

5 Mei 2023   18:43 Diperbarui: 18 Mei 2023   00:30 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOMO bisa dialami siapa saja karena pesatnya perkembangan teknologi.(Freepik.com/anastasia1012) 

Si A sudah lulus kuliah jenjang tertentu di universitas tertentu, dan kita belum.

Si B sudah bekerja dengan jabatan tertentu, dan kita belum.

Lalu ada si C, si D, dan banyak lagi yang kita banding-bandingkan dengan diri kita sendiri dan membuat kita merasa tertinggal.

Tentu banyak dari kita yang pernah merasa takut tertinggal oleh teman kita atau saudara kita. Merasa takut tertinggal di sini bukan hanya berarti kita takut belum mencapai apa yang dicapai orang lain, tetapi juga takut belum mengetahui yang diketahui oleh orang lain. Ini adalah perasaan yang telah ada selama berabad-abad. Namun kini, di era digital, ia memiliki nama baru: FOMO, atau Fear of Missing Out.

FOMO, atau rasa takut ketinggalan, menarik untuk dibahas karena merupakan pengalaman umum manusia yang memengaruhi banyak aspek kehidupan kita. Dengan maraknya media sosial dan siklus berita 24/7, kita terus dibombardir dengan pembaruan dan informasi, yang dapat memicu perasaan cemas dan FOMO.

Istilah FOMO pertama kali muncul pada awal tahun 2000-an, sekitar waktu yang sama ketika media sosial mulai meledak popularitasnya. Dengan platform seperti Facebook, Instagram, dan Twitter, semakin mudah untuk melihat apa yang sedang dilakukan teman, kenalan, bahkan orang-orang acak yang tidak kita kenal tapi memiliki kemiripan dengan kita (seumuran, atau berlatar belakang pendidikan yang sama, atau berkarir di bidang yang sama). Hal-hal ini membuat kita menjadi lebih mudah untuk membandingkan hidup kita dengan hidup mereka, yang mengarah ke perasaan FOMO.

Image by Drazen Zigic on Freepik
Image by Drazen Zigic on Freepik

Meskipun media sosial dapat membuat kita merasakan FOMO, hal ini bukan satu-satunya penyebab. FOMO sudah ada jauh sebelum media sosial, dan bisa dipicu oleh berbagai situasi, seperti menjadi satu-satunya orang yang tidak nyambung dalam percakapan kelompok, atau menjadi orang yang belum mencapai yang sudah dicapai orang-orang seumuran kita.

Dahulu, kita hanya membandingkan diri dengan segelintir orang yang kita kenal. Sekarang, kita bisa membandingkan diri dengan semua orang (kenal tidak kenal) di media sosial yang jangkauannya tidak terbatas.

Jadi, FOMO bukanlah fenomena baru. Istilahnya mungkin relatif baru, tapi rasa takut tertinggal ini sudah ada sejak lama.

FOMO hanyalah istilah baru untuk cerita-cerita yang sudah ada sejak lama.

Apa itu FOMO?

Beberapa orang mungkin berpikir bahwa FOMO hanyalah kata populer yang tidak memiliki arti atau dampak yang nyata. Padahal, FOMO adalah fenomena psikologis yang nyata yang telah dipelajari oleh para peneliti. 

Fenomena ini berupa perasaan cemas atau stres yang muncul dari keyakinan bahwa orang lain mungkin lebih dari kita. Entah memiliki kelebihan, atau hidupnya berlebih dibanding kita.

FOMO bisa dipicu dengan melihat postingan di media sosial tentang acara yang wah yang tidak mengundang kita atau mendengar teman kita membicarakan hal-hal keren yang tidak kita pahami. Dulu, perasaan ini mungkin dideskripsikan sebagai iri hati, cemburu, atau bahkan tersisihkan.

Di era digital, FOMO atau rasa takut ketinggalan telah menjadi fenomena yang meluas, memengaruhi orang-orang dari segala usia dan latar belakang. Ini dapat terwujud dalam berbagai cara, mulai dari perasaan cemas sekecil apa pun hingga kasus masalah kesehatan mental yang paling serius. Pada artikel kali ini, kita akan melihat lebih dekat beberapa contoh FOMO di era digital, dari yang paling ringan hingga yang paling serius.

FOMO juga menarik untuk didiskusikan dari sudut pandang psikologi. Dalam psikologi, kita mungkin familiar dengan teori motivasi manusia atau hierarki kebutuhan manusia milik Maslow. Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan hubungan sosial dan rasa memiliki. 

Kita adalah makhluk sosial yang hidup dengan berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Ketika kita merasa tersisih atau dikucilkan, hal itu dapat memicu perasaan cemas dan tertekan.

Ketika kita merasa tertinggal, kita bisa sampai merasa khawatir bahwa kita tidak memenuhi potensi kita atau bahwa kita tidak berharga secara sosial seperti orang-orang lain.

Photo by  PytyCzech | Credit: Getty Images/iStockphoto
Photo by  PytyCzech | Credit: Getty Images/iStockphoto

Dalam hierarki Maslow pada gambar di atas, prinsipnya adalah ketika kebutuhan dasar belum terpenuhi, maka manusia akan sulit naik kelas dan memenuhi kebutuhan di atasnya. 

Dalam hal ini, ketika kebutuhan akan rasa sosial (love and belonging pada gambar) tidak terpenuhi karena kita merasa tersisihkan atau terkucilkan karena ketinggalan (missing out), maka dampaknya adalah kita sulit memenuhi kebutuhan kita akan rasa percaya diri dan yang berhubungan dengan harga diri. Pada akhirnya, kesulitan ini membuat kita sulit untuk melakukan aktualisasi diri, yang merupakan kebutuhan tertinggi manusia berdasarkan teori ini.

Hierarki kebutuhan Maslow ini merupakan teori yang cukup solid dalam psikologi. Kajian FOMO melalui teori ini membuat kita mampu memahami kenapa kita harus membahas FOMO, memahaminya, dan tahu harus bagaimana ketika menghadapinya.

Pada intinya, FOMO didorong oleh keinginan untuk merasa dilibatkan dan diterima oleh orang lain. Memahami mekanisme psikologis yang mendorong FOMO dapat membantu kita mengembangkan strategi untuk mengelolanya dan menemukan keseimbangan yang sehat antara keterlibatan sosial dan perawatan diri.

Penyebab FOMO

FOMO adalah emosi kompleks yang muncul dari berbagai faktor psikologis dan sosial. Ada beberapa alasan mengapa kita mengalami FOMO:

  • Perbandingan Sosial: Salah satu alasan utama kita mengalami FOMO adalah karena perbandingan sosial. Kita cenderung membandingkan diri kita dengan orang lain dan merasa tertinggal karena belum mengalami pengalaman yang dialami orang lain. Media sosial dapat memperburuk perasaan ini, karena kita terus-menerus terpapar gambar dan pembaruan dari orang lain. Di dunia nyata dalam masyarakat kolektif di Indonesia juga perbandingan sosial menjadi lebih parah dalam memicu FOMO.
  • Need for Belonging: Alasan lain kita mengalami FOMO adalah kebutuhan kita akan rasa memiliki. Kita ingin merasa menjadi bagian dari kelompok dan takut ditinggalkan jika kita tidak berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Kebutuhan akan rasa memiliki ini berakar pada sejarah evolusi kita, karena manusia selalu hidup berkelompok dan bergantung satu sama lain untuk bertahan hidup.
  • Takut Menyesal: Kami juga mengalami FOMO karena ketakutan kita akan penyesalan. Kita takut bahwa kita akan menyesal tidak mengetahui atau berpartisipasi dalam kegiatan atau acara tertentu dan kehilangan kesempatan yang bisa memberi kita kegembiraan atau kebahagiaan.
  • Takut akan Ketidakpastian: Kita mengalami FOMO karena ketakutan kita akan ketidakpastian. Kita takut akan hal yang tidak diketahui dan khawatir akan ketinggalan sesuatu yang penting atau berharga jika kita tidak mengetahui atau berpartisipasi dalam aktivitas atau acara tertentu.

Bahaya FOMO

FOMO dapat menimbulkan beberapa dampak negatif pada kesejahteraan mental dan emosional kita. Berikut adalah beberapa bahaya FOMO:

  • Kecemasan dan Stres: FOMO dapat menyebabkan perasaan cemas dan stres. Ketika kita merasa tertinggal karena belum mengalami pengalaman yang dialami orang lain, kita bisa diliputi oleh kekhawatiran dan kekhawatiran.
  • Penurunan Harga Diri: FOMO juga dapat menyebabkan penurunan harga diri. Saat kita membandingkan diri kita dengan orang lain dan merasa seperti tertinggal karena belum mengalami pengalaman yang dimiliki orang lain, kita bisa mulai merasa tidak mampu atau rendah diri.
  • Beban Finansial: FOMO juga dapat menyebabkan beban finansial. Saat kita merasa selalu perlu berpartisipasi dalam setiap kegiatan atau acara sosial, kita bisa mengeluarkan uang terlalu banyak dan menumpuk hutang.
  • Tidak Hidup dalam Momen Saat Ini: FOMO juga dapat menyebabkan kita tidak menikmati masa sekarang. Ketika kita terus-menerus fokus pada apa yang kita lewatkan, kita bisa kehilangan kegembiraan dan pengalaman yang terjadi dalam hidup kita saat ini.
  • Kecanduan Teknologi: FOMO juga dapat menyebabkan kecanduan teknologi. Ketika kita merasa perlu untuk terus terhubung dan mengetahui apa yang dilakukan orang lain, kita bisa menjadi kecanduan media sosial dan teknologi lainnya.

Memanfaatkan Sisi Positif FOMO

Tunggu sebentar, FOMO ada sisi positifnya?

Jawabannya, sebagaimana banyak hal, FOMO juga memiliki sisi lain. Di satu sisi, jika kita merasa selalu tidak apa-apa tertinggal, kita tidak mengetahui perkembangan apa-apa dan tidak berusaha mencari tau, yang mana menjadikan kita acuh. Menjadi acuh juga tidak sepenuhnya buruk, tapi juga tidak dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang 100% baik. 

Jadi, apa kelebihan FOMO dan bagaimana kita menjaga keseimbangan FOMO agar tidak merusak kita?

Berikut adalah beberapa manfaat FOMO:

  • Pembangkit Motivasi: FOMO bisa menjadi motivator yang kuat. FOMO dapat mendorong kita untuk mengambil tindakan dan berpartisipasi dalam aktivitas yang mungkin sebelumnya kita hindari.
  • Koneksi Sosial: FOMO juga dapat meningkatkan koneksi sosial kita. Ketika kita merasa takut tertinggal kegiatan sosial tertentu, itu bisa memotivasi kita untuk menghubungi teman dan membuat rencana untuk bertemu.
  • Eksplorasi dan Pembelajaran: FOMO juga dapat mendorong eksplorasi dan pembelajaran. Saat kita takut tertinggal sesuatu yang baru atau menarik, kita mungkin lebih cenderung mencoba hal baru yang tidak terpikirkan sebelumnya dan memperluas wawasan kita.
  • Professional Development: FOMO juga dapat bermanfaat untuk pengembangan profesional. Ketika kita takut kehilangan peluang atau kemajuan dalam karir kita, itu dapat memotivasi kita untuk bekerja lebih keras dan mencari pengalaman dan keterampilan baru.
  • Personal Growth: Terakhir, FOMO juga dapat mendorong pertumbuhan pribadi. Ketika kita takut ketinggalan karena belum mengalami pengalaman yang dialami orang lain, itu dapat memotivasi kita untuk merenungkan nilai dan tujuan kita serta membuat perubahan untuk meningkatkan kehidupan kita.

Dengan demikian, FOMO dapat memiliki dampak positif dan negatif pada kehidupan kita. 

Di satu sisi, FOMO dapat memotivasi kita untuk mencoba hal baru, menjelajahi peluang baru, dan terhubung dengan orang lain. Di sisi lain, hal itu juga dapat menyebabkan kecemasan, stres, dan perasaan tidak mampu jika kita merasa tertinggal.

Menyeimbangkan manfaat dan bahaya FOMO bisa jadi sulit, tetapi bukannya tidak mungkin dengan beberapa strategi dan praktik yang penuh perhatian. Berikut adalah beberapa tips:

  • Latih Mindfulness: Mindfulness adalah praktik untuk hadir dan terlibat sepenuhnya pada saat ini. Kita harus mindful ketika melakukan sesuatu, seperti apa yang dilakukan, kenapa, dan bagaimana. Dengan demikian, kita dapat fokus pada masa sekarang dan tidak mengkhawatirkan apa yang mungkin kita lewatkan.
  • Tetapkan Tujuan: Identifikasi tujuan pribadi dan profesional kita dan gunakan FOMO sebagai motivator untuk membantu kita mencapainya. Jika kita merasa takut ketinggalan kesempatan tertentu, gunakan itu sebagai katalisator untuk bekerja lebih keras dan lebih cerdas menuju tujuan kita.
  • Buat Rencana-rencana: Dari tujuan yang kita tetapkan, buat rencana dan niatkan bagaimana kita menghabiskan waktu. Dengan memiliki rencana yang jelas, kita dapat menghindari perasaan ketinggalan karena kita tidak akan merasa tertinggal oleh pesawat yang tidak membawa kita ke kota yang kita tuju. Hal ini dapat membuat kita merasa percaya diri dengan pilihan kita.
  • Susun Skala Prioritas: Penting untuk menetapkan prioritas waktu dan energi kita. Dengan mengidentifikasi apa yang paling penting bagi kita, kita dapat membuat pilihan yang disengaja tentang bagaimana kita menghabiskan waktu kita dan menghindari terjebak dalam aktivitas yang digerakkan oleh FOMO yang mungkin tidak sejalan dengan nilai-nilai kita.
  • Selektif: Masih berkaitan dengan mindfulness dalam menentukan tujuan dan menyusun skala prioritas, selektiflah dalam menentukan apa yang kita lakukan. Berfokuslah pada hal-hal yang sejalan dengan nilai dan tujuan kita, dan prioritaskan kualitas daripada kuantitas.
  • Batasi Penggunaan Media Sosial: Media sosial dapat memperburuk FOMO dengan terus membombardir kita dengan pembaruan dari orang lain. Dengan membatasi penggunaan media sosial, kita dapat mengurangi jumlah paparan yang kita miliki terhadap pemicu FOMO.
  • Banyak Bersyukur: Berfokus pada apa yang kita miliki daripada apa yang tidak kita miliki dapat membantu kita menumbuhkan rasa syukur dan kepuasan. Dengan mempraktikkan rasa syukur, kita dapat mengalihkan perhatian kita dari apa yang mungkin kita lewatkan dan fokus pada aspek positif dari hidup kita.
  • Jadikan FOMO sebagai Kesempatan Belajar: Gunakan FOMO sebagai kesempatan belajar dengan mencari pengalaman yang selaras dengan minat dan nilai kita. Dengan mencoba hal-hal baru dan mengeksplorasi peluang baru, kitadapat memperluas wawasan dan berkembang secara pribadi dan profesional.
  • Latih Self-Care: Terakhir, penting untuk menjaga diri sendiri dan menghindari kelelahan agar bisa senantiasa waras dalam membuat keputusan dalam hidup. Jangan lupa istirahat dan relaksasi, serta selalu prioritaskan kesehatan mental dan fisik.

Tips Menghadapi FOMO

Tidak dapat dipungkiri bahwa kita semua akan ada saatnya mengalami FOMO. Kita mungkin sudah melakukan hal-hal di atas untuk menghindari merasa FOMO akan hal-hal yang tidak penting. Meskipun demikian, hal-hal tersebut tidak menjamin bahwa kita akan terbebas dari FOMO.

Mau bagaimana lagi, kita adalah makhluk sosial yang akan selalu hidup berdampingan dengan orang lain.

Ketika kita merasa FOMO, jangan panik. Semua orang juga merasakan FOMO. 

Yang harus kita lakukan adalah mengakui perasaan tersebut, menerimanya, mencari tahu penyebabnya, dan bersikap dengan bijak atas perasaan tersebut.

Secara umum, berikut adalah beberapa saran untuk menghadapi perasaan takut tertinggal atau FOMO:

  • FOMO adalah perasaan yang normal: Terkadang merasa takut tertinggal itu tidak apa-apa. Kebanyakan orang mengalami perasaan ini di beberapa titik dalam hidup mereka.
  • Identifikasi apa yang memicu FOMO: Cobalah untuk mengidentifikasi dengan tepat situasi atau peristiwa yang membuat kita merasa FOMO. Ini dapat membantu kita mencari cara untuk bersikap atas perasaan FOMO tersebut. 
  • Batasi penggunaan media sosial: Media sosial bisa menjadi pemicu utama FOMO. Pertimbangkan untuk beristirahat atau membatasi penggunaan media sosial untuk membantu mengurangi perasaan tidak lebih baik dari orang-orang.
  • Tetap terhubung dengan teman dan keluarga: Terkadang FOMO dapat membuat kita merasa sendirian. Berusahalah untuk tetap berhubungan dengan orang-orang yang penting bagi kita.
  • Maksimalkan kelebihan FOMO: FOMO juga memiliki kelebihan, manfaatkan FOMO untuk meningkatkan kesejahteraan kita dan jangan biarkan FOMO mengambil kendali hidup kita.

Penutup

Mengingat sifat FOMO yang merajalela dalam masyarakat kita saat ini, penting bagi kita untuk introspeksi diri dan menilai dampaknya terhadap kehidupan kita. 

Mari tantang diri kita sendiri untuk membebaskan diri dari banyak membanding-bandingkan diri dan hidup dalam masa sekarang dengan hati dan pikiran terbuka. 

Mari kita hadapi FOMO, yang merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari, suka tidak suka. Meskipun demikian, FOMO tidak harus menjadi sumber stres dan kecemasan. Sebaliknya, kita dapat menggunakannya sebagai alat untuk meningkatkan motivasi dan personal growth. Dengan memanfaatkan aspek positif FOMO dan menetapkan batasan yang sehat, kita dapat menciptakan kehidupan yang menyenangkan sekaligus memuaskan.

Jadi, mari tantang diri kita sendiri untuk membebaskan diri dari siklus perbandingan tanpa akhir dan merangkul keindahan saat ini. Katakanlah ya untuk pengalaman baru, tetapi juga belajar mengatakan tidak pada hal-hal yang tidak penting. 

Ingat, FOMO hanyalah perasaan, dan jangan sampai FOMO mengendalikan hidup kita. Dengan mengendalikan pikiran dan tindakan kita, kita dapat menciptakan dunia di mana FOMO tidak lagi menjadi beban, melainkan katalis untuk pertumbuhan dan perubahan positif. Jadi, mari rangkul kekuatan FOMO dan gunakan untuk menjalani kehidupan terbaik kita. (oni)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun