Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengenal FOMO: Istilah Baru untuk Cerita Lama

5 Mei 2023   18:43 Diperbarui: 18 Mei 2023   00:30 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

FOMO hanyalah istilah baru untuk cerita-cerita yang sudah ada sejak lama.

Apa itu FOMO?

Beberapa orang mungkin berpikir bahwa FOMO hanyalah kata populer yang tidak memiliki arti atau dampak yang nyata. Padahal, FOMO adalah fenomena psikologis yang nyata yang telah dipelajari oleh para peneliti. 

Fenomena ini berupa perasaan cemas atau stres yang muncul dari keyakinan bahwa orang lain mungkin lebih dari kita. Entah memiliki kelebihan, atau hidupnya berlebih dibanding kita.

FOMO bisa dipicu dengan melihat postingan di media sosial tentang acara yang wah yang tidak mengundang kita atau mendengar teman kita membicarakan hal-hal keren yang tidak kita pahami. Dulu, perasaan ini mungkin dideskripsikan sebagai iri hati, cemburu, atau bahkan tersisihkan.

Di era digital, FOMO atau rasa takut ketinggalan telah menjadi fenomena yang meluas, memengaruhi orang-orang dari segala usia dan latar belakang. Ini dapat terwujud dalam berbagai cara, mulai dari perasaan cemas sekecil apa pun hingga kasus masalah kesehatan mental yang paling serius. Pada artikel kali ini, kita akan melihat lebih dekat beberapa contoh FOMO di era digital, dari yang paling ringan hingga yang paling serius.

FOMO juga menarik untuk didiskusikan dari sudut pandang psikologi. Dalam psikologi, kita mungkin familiar dengan teori motivasi manusia atau hierarki kebutuhan manusia milik Maslow. Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan hubungan sosial dan rasa memiliki. 

Kita adalah makhluk sosial yang hidup dengan berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Ketika kita merasa tersisih atau dikucilkan, hal itu dapat memicu perasaan cemas dan tertekan.

Ketika kita merasa tertinggal, kita bisa sampai merasa khawatir bahwa kita tidak memenuhi potensi kita atau bahwa kita tidak berharga secara sosial seperti orang-orang lain.

Photo by  PytyCzech | Credit: Getty Images/iStockphoto
Photo by  PytyCzech | Credit: Getty Images/iStockphoto

Dalam hierarki Maslow pada gambar di atas, prinsipnya adalah ketika kebutuhan dasar belum terpenuhi, maka manusia akan sulit naik kelas dan memenuhi kebutuhan di atasnya. 

Dalam hal ini, ketika kebutuhan akan rasa sosial (love and belonging pada gambar) tidak terpenuhi karena kita merasa tersisihkan atau terkucilkan karena ketinggalan (missing out), maka dampaknya adalah kita sulit memenuhi kebutuhan kita akan rasa percaya diri dan yang berhubungan dengan harga diri. Pada akhirnya, kesulitan ini membuat kita sulit untuk melakukan aktualisasi diri, yang merupakan kebutuhan tertinggi manusia berdasarkan teori ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun