Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Paradoks Eksistensi: Kita Spesial Tapi Kita Akan Tergantikan

19 April 2023   12:58 Diperbarui: 30 April 2023   01:50 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Verywell / JR Bee 

Sebenarnya, ada banyak kontroversi seputar teori Freudian dalam psikologi modern. Kritikus telah mengangkat sejumlah kekhawatiran tentang validitas dan ketelitian ilmiah dari ide-ide Freud, dengan alasan bahwa banyak konsepnya tidak didukung oleh bukti empiris dan metodenya tidak selalu ketat atau objektif.

Beberapa kritik yang paling signifikan terhadap teori Freudian termasuk kurangnya bukti ilmiah untuk banyak idenya, potensi bias dalam pengamatan klinisnya, dan generalisasi terbatas dari temuannya pada populasi dan konteks yang beragam. Selain itu, beberapa telah mengkritik ketergantungan Freud pada interpretasi subyektif dari data dan kecenderungannya untuk menafsirkan fenomena dengan cara yang sesuai dengan ide-ide yang terbentuk sebelumnya.

Terlepas dari kritik ini, bagaimanapun, teori Freudian tetap menjadi bagian penting dan berpengaruh dari sejarah psikologi. Ide-ide Freud memiliki dampak besar pada berbagai bidang psikologi, dari teori kepribadian hingga psikoterapi. Penekanannya pada peran pikiran bawah sadar, pentingnya pengalaman anak usia dini, dan konsep mekanisme pertahanan telah memengaruhi banyak psikolog dan peneliti selama bertahun-tahun.

Singkatnya, sementara teori Freudian mungkin kontroversial dan bukan tanpa keterbatasan, itu tetap menjadi bagian penting dan relevan dari sejarah psikologi, menawarkan wawasan yang berharga ke dalam sifat pengalaman manusia dan interaksi yang kompleks antara pikiran sadar dan bawah sadar.

Dari sudut pandang Freudian, paradoks eksistensial "istimewa tetapi tergantikan" dapat dipahami sebagai cerminan interaksi kompleks antara ego, id, dan superego. Ketiga bagian jiwa ini dianggap bekerja sama untuk membentuk pikiran, perasaan, dan perilaku kita.

Dari sudut pandang Freudian, paradoks eksistensial "istimewa tetapi tergantikan" dapat dilihat melalui lensa interaksi kompleks jiwa manusia antara ego, id, dan superego. Ketegangan paradoks antara keinginan kita akan signifikansi individu dan kesadaran kita akan kefanaan dan ketidakkekalan kita sendiri dapat menciptakan konflik di dalam jiwa kita, yang mengarah ke serangkaian pertahanan psikologis dan mekanisme koping. Memahami dinamika jiwa manusia dalam kaitannya dengan paradoks eksistensial dapat menjelaskan tantangan mendamaikan keinginan individu kita dengan rasa kewajiban kita untuk kebaikan yang lebih besar, sementara juga bergulat dengan kesadaran akan kefanaan kita sendiri dan keinginan untuk mementingkan diri sendiri. kelestarian.

Dalam psikoanalisis, Freud berpendapat bahwa jiwa manusia terdiri dari tiga bagian: id, yang mewakili naluri dan keinginan utama kita; ego, yang menengahi antara id dan dunia luar; dan superego, yang mewakili nilai, moral, dan standar kita yang terinternalisasi.

Definisi ego dalam teori psikoanalisis berbeda dengan definisi ego dalam bahasa keseharian kita. Dalam budaya populer, kita mungkin mengenal ego sebagai segala tentang diri kita.

Dalam psikoanalisis, ego mewakili rasa diri kita dan kapasitas kita untuk menavigasi dunia luar, sedangkan id mewakili keinginan dan dorongan primitif kita. Sebaliknya, superego mewakili nilai-nilai dan standar moral kita yang terinternalisasi. Menurut Freud, ketiga bagian jiwa ini sering bertentangan satu sama lain, karena kita berjuang untuk menyeimbangkan keinginan pribadi kita dengan rasa kewajiban kita terhadap masyarakat yang lebih luas.

Paradoks eksistensial dapat dilihat sebagai contoh yang sangat menonjol dari kesenjangan antara ketiga hal ini, karena menyoroti tantangan untuk mendamaikan keinginan kita akan signifikansi individu dengan kesadaran kita akan kefanaan dan ketidakkekalan kita sendiri. Pada saat yang sama, paradoks juga menunjukkan pentingnya memahami dinamika jiwa manusia untuk mengatasi ketegangan ini secara efektif.

Paradoks eksistensial dapat dilihat sebagai konflik antara keinginan ego untuk signifikansi individu dan rasa kewajiban superego untuk berkontribusi pada kebaikan yang lebih besar. Di satu sisi, ego berusaha untuk menegaskan individualitas dan nilai unik kita di dunia, sementara di sisi lain, superego mendesak kita untuk berkontribusi pada kesejahteraan dan kemajuan masyarakat secara keseluruhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun