2. Mengusahakan dialog yang konstruktif: Kita harus mengusahakan dialog konstruktif di media sosial, dan bukan malah terlibat dalam perilaku polarisasi yang menciptakan lingkungan daring yang tidak sehat mental. Hal ini dapat diusahakan dengan secara aktif mencari perspektif yang beragam, terlibat dalam mendengarkan secara aktif, dan menghindari membuat penilaian moral yang sederhana.
3. Bertindak secara konkret: Moralisasi di media sosial bukanlah solusi untuk permasalahan yang ada, tetapi dapat menjadi salah satu jalan untuk mencapai solusi tersebut. Kita harus mengambil tindakan nyata untuk menciptakan perubahan positif, bukan hanya dengan menilai moralitas orang lain. Hal ini dapat dilakukan dengan menjadi sukarelawan, menyumbang untuk suatu tujuan, atau terlibat dalam kerja advokasi.Â
4. Kenali kompleksitas masalah: Banyak masalah sosial yang kompleks dan beragam, dan tidak dapat direduksi menjadi penilaian moral yang sederhana. Kita harus berusaha untuk mengenali kerumitan masalah ini dan terlibat dalam diskusi bernuansa yang mempertimbangkan berbagai perspektif dan solusi.
5. Latih refleksi diri (self-reflection): Kita juga harus mempraktikkan refleksi diri dan mengevaluasi motivasi dan bias yang mendorong perilaku kita saat melakukan moralisasi di media sosial. Ini dapat membantu kita menghindari perilaku yang didorong oleh ego, sehingga tindakan yang dilakukan lebih didasari oleh keinginan tulus untuk menciptakan perubahan positif.
Secara umum, dengan mengadopsi pendekatan yang lebih moderat, kita dapat memanfaatkan kekuatan media sosial untuk menciptakan perubahan positif, bukan hanya menambah kegaduhan.Â
Moralisasi di media sosial dapat menjadi alat yang ampuh untuk meningkatkan kesadaran dan meminta pertanggungjawaban orang, tapi penting untuk menggunakannya dengan hati-hati dan mengenali keterbatasannya. Kita harus berusaha untuk terlibat dalam diskusi yang produktif dan bernuansa tentang masalah sosial, dan mengambil tindakan nyata untuk menciptakan perubahan positif, bukan sekadar moralisasi dari balik layar.
Penutup
Moralisasi di media sosial dapat menjadi alat yang ampuh untuk meningkatkan kesadaran dan meminta pertanggungjawaban orang, tapi penting untuk menggunakannya dengan hati-hati dan mengenali keterbatasannya. Kita harus berusaha untuk terlibat dalam diskusi yang produktif dan bernuansa tentang masalah sosial, dan mengambil tindakan nyata untuk menciptakan perubahan positif, bukan sekadar moralisasi dari balik layar.Â
Moralisasi di era media sosial sudah lewat batas. Meskipun merasa baik untuk mempermalukan seseorang di depan umum karena dianggap melakukan kesalahan, hal itu sering kali mengarah pada lingkungan daring yang tidak sehat mental dan hal ini menyebabkan seseorang kurang berempati dan pengertian.Â
Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk lebih berempati dan memahami dalam interaksi kita dan menyadari bias dan prasangka kita sendiri.Â
Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan daring yang lebih produktif dan terhormat, di mana orang merasa nyaman untuk mengekspresikan pikiran dan pendapat mereka tanpa takut dihakimi atau dihujat. (oni)