Perilaku bermoral dapat memberi individu rasa memiliki tujuan dan rasa memiliki, karena mereka mampu menyelaraskan diri dengan posisi moral tertentu dan mengambil sikap melawan sudut pandang yang berlawanan. Namun, hal ini juga dapat menyebabkan kurangnya dialog yang produktif dan semakin mengakarnya individu dalam keyakinan mereka sendiri.
Apakah perilaku yang berlebihan ini sudah lewat batas?
Moralisasi di era media sosial dapat dianggap sudah lewat batas karena sejumlah alasan. Utamanya karena kita dengan sangat mudah melabeli dan menyerang orang lain yang akhirnya menimbulkan lebih banyak masalah ketimbang manfaat. Perilaku ini juga sampai dijadikan bentuk virtue signaling.Â
Hal ini mengacu pada individu yang secara terbuka menampilkan kebajikan moral mereka dan menandakan superioritas moral mereka, seringkali tanpa komitmen nyata terhadap masalah tersebut.Â
Pada platform media sosial, individu dapat menampilkan nilai-nilai moral mereka dengan cara yang dangkal dan performatif, dengan lebih menekankan pada penampilan yang berbudi luhur daripada benar-benar membuat dampak positif pada dunia. Ini dapat mengarah pada promosi moralitas yang tidak tulus, yang dapat mengurangi nilai moral itu sendiri.
Moralisasi juga seringkali dapat mengakibatkan orang mengambil posisi ekstrem, membuat penilaian moral, dan mengakar dalam pandangan mereka sendiri, yang dapat menyebabkan kurangnya pemahaman dan kemajuan. Alih-alih terlibat dalam dialog yang produktif, moralisasi terkadang dapat membuat individu lebih tertarik untuk membuktikan pendapat mereka dan mengkritik mereka yang memiliki pandangan berbeda.
Hal ini dapat mendorong perpecahan dan konflik. Media sosial menyediakan platform bagi individu untuk menyuarakan pendapat moral mereka dan mengekspresikan kemarahan. Hal ini dapat menciptakan lingkungan yang tidak sehat, di mana beragam perspektif dan dialog konstruktif tertahan, dan pelecehan serta intimidasi daring merajalela.
Ketika sudah lewat batas, perilaku moralisasi bisa menjadi dangkal dan tidak tulus. Keinginan untuk menunjukkan superioritas moral kadang-kadang bisa melebihi kepedulian yang tulus terhadap suatu masalah. Hal ini dapat mengarah pada promosi moralitas yang dangkal dan performatif, di mana individu lebih peduli untuk tampil berbudi luhur secara moral daripada benar-benar membuat dampak positif pada dunia. Hal ini dapat dilihat sebagai penilaian yang berlebihan dan mengurangi nilai pendapat moral, karena pendapat tersebut menjadi lebih tentang kinerja daripada perhatian yang tulus terhadap perilaku etis.
Moralisasi pada dasarnya bertujuan mulia. Namun, jika sudah lewat batas dapat perlu dievaluasi ulang. Kita harus berusaha untuk mendahulukan kepedulian yang tulus terhadap perilaku etis dan perubahan positif, dan bukan sekedar melabeli moralitas orang lain. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan daring yang lebih positif dan konstruktif.
Kelebihan dan kekurangan dari perilaku moralisasi
Meskipun moralisasi dapat menjadi alat yang berguna untuk meminta pertanggungjawaban orang atas tindakan yang mereka lakukan, penting untuk mempertimbangkan konsekuensi negatif dari perilaku ini.Â