Mohon tunggu...
Putri Wulandari
Putri Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - English Tutor | Freelance Content Writer

Random Thought About Lifestyle, Movies, K-drama, Beauty, Health, Education and Social Phenomena | Best Student Nominee Kompasiana Awards 2022

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Murid Curhat tentang "Si Crush", Gimana Nih?

12 November 2022   18:00 Diperbarui: 13 November 2022   03:30 1377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mendengarkan anak bercerita (sumber: Kompas.com)

Apa yang anda lakukan saat murid bercerita tentang seseorang yang dia sukai?

Di tahun ke-tiga kuliah, saya memutuskan bekerja part-time sebagai tentor di salah satu lembaga bimbingan belajar. Dalam bimbel tersebut, saya dikhususkan untuk mengajar privat dan datang ke rumah murid untuk memberikan pelajaran tambahan.

Saat itu, saya ditugaskan untuk mengajar seorang siswi kelas 5 SD untuk mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris setiap hari Rabu dan Kamis. 

Sebut saja A, dia tipikal siswi teladan yang cerdas dan agak tomboy. Setelah beberapa bulan mengajar, kami menjadi lebih akrab dan A mulai terbuka dengan saya.

Suatu hari, saya dan A telah selesai membahas beberapa soal Matematika. Saya ingat betul saat itu kami memutuskan untuk beristirahat selama 10 menit. Tiba-tiba, A bertanya sesuatu kepada saya.

"Miss apa punya pacar?"

Sambil setengah terkejut, saya kembali bertanya "Emangnya kenapa kak?"

"Miss jangan bilang ke Ayah sama Ibu ya, I have a crush" (Aku suka sama seseorang)

A kemudian mulai bercerita tentang crush-nya ini. A mengungkapkan kalau mereka bertemu saat berada dalam satu ruangan tes hafalan. Ia juga berkata bahwa crush-nya itu sering membantunya diluar kelas padahal dia anak yang tomboy dan lumayan mandiri.

Well, mungkin ada yang belum tahu, crush ini berasal dari bahasa Inggris yang berarti remuk atau menghancurkan. Namun, kata ini memiliki arti yang berbeda di bahasa gaul kekinian. Crush yang dimaksud disini adalah seseorang yang ditaksir atau disukai. 

Kemudian, saya asumsikan bahwa si A ini sedang mengalami puppy love atau cinta monyet. Dilansir dari Sehatq.com, puppy love atau cinta monyet adalah perasaan romantis pertama yang muncul saat kematangan usia belum sempurna. 

interaksi anak laki-laki dan perempuan (sumber: Alodokter)
interaksi anak laki-laki dan perempuan (sumber: Alodokter)

Perasaan platonik atau suka saat masa anak-anak ini dianggap hampir sama dengan rasa suka kepada anak anjing. Oleh karena itu, perasaan ini disebut puppy love dalam bahasa Inggris.

Saat itu, ada beberapa hal yang muncul dalam pikiran saya sebagai tentor dari siswi yang sedang mengalami cinta monyet. Pertama, agak miris tentunya. 

Hal semacam ini agaknya sangat personal dan lebih baik diceritakan kepada orang tua. Bukan kepada saya yang notabene orang luar. 

Saat saya tanya, mengapa si A tidak cerita saya dengan orang tua, ia takut nanti akan dimarahi. Ini juga mengindikasikan anak belum terbuka dan masih takut dengan orang tua.

Kedua, saya juga senang karena A mulai berani jujur dan terbuka. Berarti saya dipercaya untuk menyimpan cerita perasaan A, itu yang ada di benak saya. 

Kepercayaan ini juga tanda bahwa dia nyaman dengan saya. Walaupun baru mulai bercerita kepada saya, ada kemungkinan juga kan dia akan bercerita juga kepada orang tuanya, kan?

Ketiga, gimana cara membimbing anak ini supaya tidak keluar batasan norma di usia puber. Ini PR besar tidak hanya untuk orang tua, tetapi untuk semua orang di sekitar anak, termasuk seorang guru. Usia pubertas adalah usia rawan. 

Adanya perubahan fisik dan emosional cenderung membuat mereka tidak stabil dan belum bisa menentukan dengan jelas, mana yang baik dan mana yang buruk. 

Oleh karena itu, diperlukan cara yang khusus dan lebih berhati-hati saat membimbing anak yang sedang dalam usia pubertas. 

Nah, berikut adalah beberapa hal yang saya lakukan saat si A mulai bercerita tentang orang yang dia suka.

Mendengarkan dengan seksama tetapi tidak memberikan reaksi yang berlebihan

Awalnya, saya lebih banyak diam dan tersenyum saat si A bercerita. Saya fokus pada bagaimana ekspresi dan isi cerita dia. 

Memberikan perhatian penuh pada saat dia bercerita menandakan kita menghargai cerita itu. Saya menghargai kepercayaan yang sudah diberikan kepada saya. 

Namun ada satu hal, saya tidak bereaksi berlebihan. Walaupun saya menempatkan diri sebagai seorang teman yang bisa dipercaya, saya juga seorang tentor yang punya kewajiban membimbing. 

Saat anak-anak bercerita kepada orang lain dan mendapatkan respon yang berlebihan, mereka cenderung takut dan semakin ragu dengan apa yang mereka lakukan. 

Jadi, saya merasa bereaksi 'lempeng' tapi mendengarkan dengan seksama adalah respon terbaik.

mendengarkan anak bercerita (sumber: Kompas.com)
mendengarkan anak bercerita (sumber: Kompas.com)

Memberitahukan batasan

Hal ini adalah poin utama. Rasa suka itu lumrah adanya. Namun, ada batasan yang harus dibuat supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Kita sebagai orang dewasa memberitahukan batasan norma agama dan sosial tentang interaksi dia dengan si crush. Pelan tapi pasti, anak mulai diberitahu batasan norma secara umum. 

Kemudian ditambahkan penjelasan dari sisi agama dan juga etika sosial. Walaupun agak panjang, saya berusaha menjelaskan segamblang mungkin.

Sesekali berkomunikasi

Walaupun tanpa bertanya, si A ini tetap bercerita tentang crush-nya beberapa kali kepada saya. Sesi 'curhat' ini tentunya juga disertai berbagai pertanyaan tentang mana yang salah dan mana yang benar. Lumrahnya anak-anak kan memang bertanya dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. 

Lagi-lagi, saya berusaha menghargai cerita dan menjaga kepercayaan dia. Tentunya, kembali mengingatkan tentang batasan-batasan yang sudah saya jelaskan sebelumnya.

Kalau begini, jadi lebih mudah untuk mengontrol dirinya, bukan?

Terakhir, menurut pembaca, saya harus memberitahukan cerita murid saya ini ke orang tuanya atau tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun