Mohon tunggu...
Putri Wulandari
Putri Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - English Tutor | Freelance Content Writer

Random Thought About Lifestyle, Movies, K-drama, Beauty, Health, Education and Social Phenomena | Best Student Nominee Kompasiana Awards 2022

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Jaksel: Fenomena Bilingualisme yang Menyeluruh di Indonesia

25 Januari 2022   19:00 Diperbarui: 25 Januari 2022   19:01 1525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosial media merupakan salah satu faktor penting penyebaran suatu Bahasa. Akhir-akhir ini, saya banyak melihat para influencer menyelipkan berbagai kosakata Bahasa Inggris saat berbicara dalam Bahasa Indonesia. Mulai dari penggunaan kata literally di setiap awal kalimat, sampai menyelipkan kata even di tengah kalimat.

Sebenarnya, fenomena Bahasa apa ini?

Bahasa Jaksel dan Asal Usulnya

Mulai tahun 2018, ada suatu fenomena Bahasa yang menjadi tren di Indonesia. Fenomena Bahasa ini mempunyai ciri mencampurkan Bahasa Indonesia dengan beberapa kosa kata Bahasa inggris dalam suatu kalimat. Tidak hanya diucapkan, pencampuran ini juga digunakan dalam chat atau pesan singkat. Fenomena ini sering disebut dengan Bahasa Jaksel.

Jaksel merupakan kepanjangan dari Jakarta Selatan. Dengan nama resmi Kota Administrasi Jakarta Selatan, Jaksel adalah nama sebuah Kota Administrasi di bagian selatan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Daerah ini terkenal sebagai pusat industri bisnis yang sangat maju. Salah satunya adalah Kawasan SCBD (Sudirman Central Bussiness District). 

Kawasan ini cenderung memiliki gaya hidup yang lumayan tinggi dan banyak bisnis internasional. Oleh karena itu, banyak pekerja asing (WNA) yang bermukim disana. Oleh karena itu, penggunaan Bahasa asing bukanlah hal yang tabu dan menjadi salah satu syarat untuk berkomunikasi disana.

Sebagai salah satu kawangan menengah keatas, banyak anak muda yang berasal dari Jaksel memutuskan untuk melanjutkan studi keluar negeri. Bahasa Inggris sebagai Bahasa internasional adala hal yang wajib dikuasai. 

Saat kembali ke Indonesia, seringkali mereka harus beradaptasi kembali dan terpaksa mencampurkan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Karena beberapa hal tersebut, fenomena code mixing atau mencampuradukkan Bahasa ini disebut dengan Bahasa Jaksel.

Awalnya, fenomena Bahasa Jaksel ini hanya popular di ibu kota. Namun, seiring dengan cepatnya perkembangan teknologi, fenomena ini juga popular di kalangan anak muda di kota besar lainnya. Banyak hal yang melatarbelakangi fenomena ini. Mulai dari ingin terlihat keren, sebagai sarana belajar, hingga sarana latihan berbahasa.

Sebenarnya, fenomena ini adalah hal yang wajar. Hal ini juga biasa dilakukan di negara lain seperti Malaysia yang mencampurkan Bahasa Melayu dan Bahasa Inggris. 

Tetapi, hal yang perlu digarisbawahi  adalah seringkali kosa kata Bahasa Inggris yang diselipkan memiliki makna atau arti yang berbeda dari apa yang sebenarnya dimaksud. Contohnya, mengganti kata 'yang' dengan 'which is', ataupun menggunakan kata 'literally' untuk mengganti ungkapan 'pada dasarnya'. Hal ini bukanlah hal yang wajar.

Apa itu Bilingualisme?

Kita semua pasti sudah tidak asing dengan istilah bilingualisme. Bilingualisme adalah istilah untuk individu, kelompok, atau masyarakat yang menguasai dua Bahasa. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B1), dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2).

Bilingualisme memiliki arti yang relatif. Suwito (1983) mengungkapkan bahwa kerelativitasan ini dikarenakan batasan antara kemampuan penggunaan kedua Bahasa yang hampir tidak dapat diukur. 

Awalnya, bilingualisme diartikan sebagai kemampuan seimbang seseorang dalam menggunakan kedua Bahasa. Semakin lama, pendapat ini semakin tidak populer karena kriteria untuk menentukan sejauh mana seorang penutur dapat menggunakan bahasa sama baiknya tidak ada dasarnya sehingga sukar diukur dan hampir-hampir tidak dapat dilakukan.

Menurut Diebold (Chaer, 2004), bilingualisme juga memiliki tingkatan. Pada tingkatan awal, disebutkan bahwa itu merupakan bilingualisme yang dialami oleh orang-orang, terutama oleh anak-anak yang sedang mempelajari bahasa kedua pada tahap permulaan. 

Pada tahap ini bilingualisme masih sederhana dan dalam tingkat rendah. Code mixing juga merupakan tahapan paling awal dalam pembelajaran Bahasa. Mengetahui kosa kata dan menggunakannnya dalam kegiatan sehari-hari.

Oleh karena itu, penggunaan Bahasa Inggris dan Indonesia dengan cara mencampurkan keduanya bisa juga dianggap sebagai salah satu bentuk bilingualisme tahap awal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun