Maka dapat dipahami jika hilangnya fungsi dana darurat JHT Â menggerus kepercayaan buruh kepada pengelola dan pemerintah. Bahkan ketika Kemenaker kemudian meluncurkan sistem Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) penolakan tetap datang dari buruh karena tidak ada kepastian JKP akan dapat berperan sebaik fungsi darurat JHT.Â
Situasi psikologis masyarakat yang sedang berada dalam situasi sulit tentu akan sulit menerima perubahan-perubahan baru. Maka sekali lagi pemilihan waktu revisi aturan tersebut sungguh buruk.Â
Di masa sulit ini pemerintah semestinya menghindari keputusan-keputusan yang dapat memicu kontroversi luas karena kita sedang membutuhkan kesatuan untuk keluar dari masa sulit.
Karena itu ke depan, transparansi pengelolaan dan penginvestasian dana JHT ke bidang-bidang yang lebih tepat perlu diupayakan dengan serius. Hanya dengan cara itu kepercayaan buruh pada pengelola dapat dipulihkan karena kunci keberhasilan dari jaminan sosial dalam bentuk apapun adalah kepercayaan publik pada pengelola.
Simpang siur informasi tentang mekanisme pembentukan dan revisi Peraturan Menteri seputar JHT juga perlu ditanggapi dengan menaikkan level regulasi ke Peraturan Presiden.
 JHT berkaitan langsung dengan kehidupan jutaan buruh karena itu sudah seharusnya diatur melalui Peraturan Presiden. Dengan menepatkan regulasi JHT di level menteri, presiden seakan hendak cuci tangan karena besarnya beban politik yang termuat di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H