Mohon tunggu...
Putu Ria Ratna Dewi
Putu Ria Ratna Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nim 2012061022

STAHN Mpu Kuturan Singaraja

Selanjutnya

Tutup

Seni

Goresan Diatas Kaca, Seorang Seniman Nagasepaha Mampu Menarik Wisatawan Lokal Maupun Mancanegara

24 Juli 2022   11:43 Diperbarui: 24 Juli 2022   12:40 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Singaraja- Kamis 21 Juli 2022, tampak disebuah rumah yang sederhana yang penuh dengan meja dan alat-alat, terlihat seorang lelaki dengan badan kurus dan rambut yang sudah mulai memutih yang duduk diatas kursi dan berhadapan dengan meja. Diatas meja itu terdapat kaca yang dibagian permukaan kaca terdapat coretan hitam menyerupai gambar wayang. Hal seperi ini sangat jarang dijumpai apalagi membuat goresan diatas kaca yang menyerupai bentuk wayang. Dengan adanya hal tersebut maka timbul rasa penasaran saya untuk mendekati lelaki itu.

Ketika saya mendekati lelali itu, tampak terlihat tangan lelaki itu sedang memegang sebuah benda yang beberapa kali diarahkan diatas permukaan kaca. Setelah dilihat dengan baik ternyata benda itu adalah pen. Pen adalah sebuah alat yang digunakan untuk melukis kaca. Untuk membuat goresan pada kaca, pen itu dicelupkan kesebuah wadah yang berisi tinta cina. Setelah beberapa menit memperhatikan lelaki itu, ternyata lelaki itu sedang melukis. Emang bisa melukis diatas kaca? Ya bisa, tetapi hal ini sangat jarang kita jumpai. Kita hanya tau melukis dengan media kanvas saja.

Lelaki itu bernama I Ketut Santosa. Ia adalah generasi kedua dari Almarhum Jro Dalang Diah yang merupakan seniman pelukis wayang kaca yang namanya sudah tersohor hingga keluar pulau bali. Almarhum Jro Dalang Diah berasal dari Desa Nagasepaha, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Ketut Santosa ini merupakan cucu dari Alm Jro Dalang Diah yang melanjutkan warisan lukis wayang kaca dari alm kakeknya.

Masuk kedalam sebuah ruangan dibagian depan rumahnya, tampak sebuah ruangan yang ditata dengan rapi yang berisi berbagai jenis lukisan wayang kaca karya dirinya sendiri. Ruangan ini dijadikan sebagai ruang tamu oleh I Ketut Santosa. Ruangan yang penuh dengan lukisan kaca ini justru tidak memenuhi ruangan karena lukisan wayang kaca itu berjejer dengan rapi, terpasang di dinding ruangan hingga ada yang bersandar ditembok. Inilah yang membuat mata kita terasa nyaman saat berada diruangan tersebut.

Selain berhiaskan lukisan wayang kaca, diruangan tersebut juga tampat sebuah bingkai yang berisi kertas dan dikertas tersebut adanya gambar tokoh pewayangan. Kertas tersebut terlihat kusam dan hamper rusak. Kertas itu merupakan mal. Mal adalah alat bantu pengerjaan sebuah pola lukisan atau disebut dengan sketsa. Mal ini merupakan warisan dari alm Jro Dalang Diah. Kemudian Ketut Santosa menempatkan warisan dari alm Jro Dalang Diah dengan baik dan warisan dari kakeknya itu harus dijaga dengan baik.

Pria umur 52 tahun ini kemudian melanjutkan ceritanya mengapa iya tertarik dengan lukisan wayang kaca. Ketut Santosa menyukai wayang kaca sejak duduk dibangku SD. Karena kesehariannya setiap pulang sekolah selalu melihat kakeknya melukis kaca sehingga hal ini mengakibatkan Ketut Santosa tertarik untuk melukis kaca. “Saya menggeluti lukisan wayang kaca dari tahun 1984 sejak masih duduk dibangku SD kelas 4. Pada saat itu saya mulai belajar melukis wayang kaca,” ujar I Ketut Santosa (40) pelukis wayang kaca di Desa Nagasepaha.

Melukis kaca ini merupakan pekerjaan utama bagi keluarga alm Jro Dalang Diah supaya mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. “Karena jika bekerja sebagai petani, lahan garapan tidak ada, kalau sebagai kuli bangunan susah juga mencari pekerjaan, akhirnya jalan satu-satunya yaitu melanjutkan seni lukis wayang kaca ini,” ucap Santosa.

Teknik melukis wayang kaca ini hampir sama dengan teknik melukis dengan media kanvas. Selain melukis dengan cara terbalik. Teknik melukis wayang kaca Desa Nagasepaha dimulai dari membuat sketsa diatas kertas atau disebut mal. Kemudian skestsa tersebut dipindahkan keatas kaca lalu adanya teknik nyawi atau mengarsir bagian-bagian lukisan, memberi warna dan menggambar latar. Pada bagian nyawi inilah yang sangat teliti dan sangat penting dilakukan karena sangat menentukan gelap terangnya dimensi lukisan yang dibuat. Sebenarnya teknik melukis diatas kaca ini hampir sama dengan teknik melukis dengan media kanvas, hanya saja karena melukis diatas kaca jarang dilihat dan dilakukan.

Teknik melukis wayang kaca juga memiliki tingkat kesulitan tersendiri karena menciptakan sebuah karya seni itu memiliki ruang yang khusus dan harus memiliki jiwa seni. Disamping itu juga memerlukan tempat yang sepi, sunyi dan jauh dari kebisingan. Sehingga ide-ide akan mengalir dan memudahkan dalam membuat coretan dan olesan kuas pada kaca.

Ketut Santosa juga sudah mulai melakukan inovasi sejak tahun 1990-an. Hal ini dia lakukan karena melihat pasar lukisan wayang kaca sangat terbatas. Akhirnya timbullah senuah inovasi baik itu dari media maupun tema yang digunakan. Ia pun berinovasi untuk membuat lukisan pada gelas, toples dengann tema kekinian seperti karikatur, politik, budaya, sosialis dan lain-lain. “Tema yang saya buat tidak hanya berpaku pada tokoh pewayangan saja, tetapi lebih bertema sosial dan politik tanpa meninggalkan wayang karen aitu harus tetap dijaga,” ujarnya.

Ditahun 1990-an banyaknya kendala yang dialami oleh Ketut Santosa seperti kendala dari segi modal, segi pemasaran. Akhirnya dia terus membangun usahanya ini dengan melakukan kerja keras dan berbagai cara. Disamping itu juga adanya bantuan berupa meja untuk melukis sehingga hal ini memberikan keringanan bagi dirinya.

Sebagai generasi dari alm Jro Dalang Diah, Ketut Santosa memiliki niat yang besar untuk mengembangkan dan melestarikan lukisan wayang kaca. Apalagi wayang kaca ini sudah diakui  oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudaan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).

Proses pengembangan lukisan wayang kaca ini dimulai dari lingkungan keluarganya,. Dimana ia menularkan keseniannya kepada anak laki-lakinya. Disamping itu juga dia mengajarkan lukisan kaca ini kepada anak-anak disekitar lingkungannya. Tetapi sebelum iru anak-anak diajarkan untuk menggambar wayang dan jika adanya niat dari anak-anak baru diajarkan untuk melukis kaca.

Ia juga menularkan keahliannya dalam melukis kaca kepada para siswa di SD N 1 Nagasepaha, SMP N 3 Sukasada dan SMK N 1 Sukasada agar seni lukis kaca ini tetap eksis dan menjadi ikon Desa Nagasepaha. Disamping itu juga, dia sering dijadikan sebagai guru tamu dan narasumber. Dari sinilah adanya penyebaran mengenai lukisan wayang kaca sehingga adanya keunikan tersendiri dari lukisan tersebut. Bahkan banyak orang yang baru belajar bilang bahwa teknik melukis kaca merupakan teknik melukis terbalik. Inilah keunikan dari lukis kaca. Selain itu, keunikan melukis kaca juga terlihat saat melukis didalam gelas ataupun toples karena melukis didalam benda tersebut merupakan sebuah tantangan.

 Seiring perkembangan jaman, tema dari lukis kaca juga ikut mengalami perkembangan dari lukisan kaca tradisional ke modern. Lukisan kaca tradisional biasanya bertemakan wayang sedangkan lukisan kaca modern lebih mengangkat tema kekinian seperti karikatur, politik, budaya, sosialis dan lain-lain.

Waktu dalam pembuatan lukisan kaca ditentukan berdasarkan tema yang dibuat. “Kalau lukisan kaca modern dengan tema kekinian seperti melukis didalam gelas atau toples memerlukan waktu 3-4 minggu dan lebih lama dari lukisan kaca tradisional. Hal ini disebabkan karena adanya kesulitan dalam mengkolaborasikan warna sedangkan kalau lukisan kaca tradisional memerlukan waktu sekitar 2-3 minggu karena tidak adanya kesulitan dalam mengkolaborasikan warna karena hal ini sudah sering dilakukan,” ujarnya.

Harga lukisan kaca I Ketut Santosa bervariasi tergantung tema dan ukuran lukisan. Mulai dari harga 600rb sampai 6jt. Harga lukisan juga menyesuaikan dengan tempat pameran.

Lukisan kaca I Ketut Santosa tidak hanya dibeli oleh orang lokal saja tetapi banyak wisatawan mancanegara yang membeli lukisannya. “Pada saat saya mengikuti pameran dalam rangka Pesta Kesenian Bali lukisan saya laku terjual 6 lukisan yang dibeli oleh orang Jerman 2, masyarakat Denpasar 3, Ibu Gubernur 1,” Katanya.

Sementara untuk pameran saat adanya Covid-19 memang belum memungkinkan untuk dilaksanakan dengan menghadirkan masyarakat secara langsung untuk melihat hasil karya lukisan yang kaca. Tetapi hanya bisa dilakukan secara virtual. Pameran ini sangat penting dilakukan karena menjadikan produk sangat terkenal bahkan tidak hanya tingkat daerah, nasional bahkan internasional pun karena saat adanya pameran tidak hanya dikunjungi oleh orang lokal saja tetapi wisatawan mancanegara pun ikut melakukan kunjungan kesebuah acara.

Sebelum adanya covid-19, I Ketut Santosa tidak hanya mengikuti pameran di Bali saja bahkan dirinya juga sudah pernah keluar Bali seperti Jakarta, Yogyakarta dan Bandung. Dirinya berharap supaya warisan dari Alm Jro Dalang Diah dikenal oleh banyak orang dan bisa dilanjutkan kegenerasi berikutnya. (Ria)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun