Pendahuluan.Â
Kemerdekaan berpikir merupakan asas hak asasi manusia yang paling mendasar. Kemerdekaan bukan sekedar simbolisasi mengenai suatu kemenangan dalam melawan penjajahan. Makna kemerdekaan lebih dari itu. Para penyair Prancis meromantisasi kemerdekaan sebagai Liberte.Â
Para pujangga di negara itu telah terpengaruh setelah pergantian sistem pemerintahan mulai dari monarki hingga republik pada abad ke-19. Momentum terkenal itu bukan sekedar revolusi negara Prancis. Sebagai pusat studi ilmu filsafat barat, Prancis memaknai kemerdekaan mulai dari hak asasi individu terlebih dahulu. Salah satu hak asasi individu yang dibahas adalah hak untuk hidup secara merdeka, bebas, namun masih terikat norma. Apa sesungguhnya makna kemerdekaan?Â
Kemerdekaan bermakna lepas dari kebelengguan. Entah belenggu apa yang dimaksud oleh mereka. Belenggu kegelapan, kebodohan, perbudakan atau kekerasan. Namun, demi menjadi sebuah bangsa yang terpelajar dalam makna memiliki peradaban dan berkebudayaan yang tinggi, maka pertama-tama yang harus dimerdekaan pikiran. Apa yang seharusnya dimerdekaan untuk memasuki abad pencerahan?Â
Kebebasan berpikir! Kebebasan beropini yang tidak terkekang oleh sistem yang penuh kekerasan bagi para sivitas akademika dan untuk mereka yang telah berjuang mewartakan kebangkitan.Â
Mengapa kita harus memerdekakan pemikiran terlebih dahulu? Bagaimana caranya? Hal-hal tersebut akan saya bahas pada esai kali ini.
Pembahasan.Â
Kemerdekaan yang digaung-gaungkan dalam pembukaan UUD NRI 1945 menjadi simbol dari titik akhir penjajahan sekaligus titik awal dari perjuangan baru. Faktanya, membuat seluruh rakyat dari suatu bangsa yang telah terjajah selama berabad-abad bukanlah hal yang mudah. Bukan hanya perlawanan dari pihak eksternal yang para pendiri Negara Indonesia dapatkan pada masa itu, melainkan juga perlawanan internal.Â
Hal yang luar biasa menantang yang harus dilaksanakan saat itu adalah menyiarkan kabar bahwa tanah air Indonesia telah merdeka dari segala bentuk penjajahan mulai dari Sumatera hingga Irian Jaya.Â
Akses transportasi dan komunikasi yang terbatas pada masa itu membuat sebagian besar dari rakyat Indonesia bahkan belum mengetahui bahwa tanah air mereka telah merdeka. Mereka tidak sadar apabila sudah tidak ada lagi bangsa-bangsa lain yang memerintah di atas mereka kecuali bangsa mereka sendiri. Sayangnya, politik devide et impera yang diterapkan oleh para penjajah telah mencuci otak rakyat Indonesia sedemikian rupa beratur-ratus tahun lamanya.Â
Bangsa Indonesia berpikir bahwa mereka adalah bangsa yang inferior, bangsa yang telah lama dibodoh-bodohi oleh bangsa Eropa Barat dan Asia Timur. Bangsa Indonesia telah lama direnggut kemerdekaannya; baik kemerdekaan jasmani maupun rohani.Â
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mati-matian mengeluarkan banyak dana untuk memajukan kualitas pendidikan Indonesia agar sifat inferioritas bangsa Indonesia dapat berkurang dan Indonesia kembali mendapat kewibawaannya yang penuh rasa percaya diri yang tinggi.Â
Kita telah terlalu lama dinina-bobokan oleh peribahasa ilmu padi, semakin berisi semakin menunduk. Memang makna filosofis kalimat tersebut begitu indah dan penuh moral. Namun tentu ada efek negatif dari kalimat itu. Apalagi kalau bukan rasa rendah diri (inferiority).Â
Berapa banyak ilmuwan Indonesia yang telah terkenal mendunia selain Profesor B.J. Habibie? Berapa banyak artis dan bintang film tanah air yang telah berkiprah hingga ke mencanegara? Masih bisa dihitung oleh jari. Mengapa demikian? Apakah penyebabnya selain rasa rendah diri, inferioritas dan juga kurangnya kepercayaan diri? Selain uang, tidak semua hal yang berlebihan itu baik.Â
Adalah salah jika jika terlalu menyombongkan diri. Namun adalah juga salah apabila kita merendahkan diri terlalu sering. Hidup bagaikan putaran bianglala. Kadang di puncak dan juga kadang berada di dasar. Namun kita terlalu sering berada di dasar.Â
Terlalu sering diinjak-injak dan diremehkan bangsa lain. Kemana perginya harga diri dan kewibawaan kita? Apakah kita akan selalu berada di satu titik tanpa berevolusi ke arah yang lebih baik? Apakah kita akan selalu berada di dalam kondisi insecure dengan mental terjajah? Cukup! Hentikan sifat rendah diri yang terlalu rendah.Â
Mari kita bangun. Berdiri, busungkan dada dan tegapkan bahu. Tunjukkan segala kemampuan yang kita miliki kepada dunia. Buktikan kepada dunia, bahwa Indonesia bukanlah sembarang bangsa kecil di Asia Tenggara. Buktikanlah kepada dunia bahwa Indonesia lebih dari sekedar komoditas penghasil budak dan sebagai sapi perah sumber daya alam yang sangat luas membentang.Â
Buktikanlah kepada dunia bahwa kita berharga. Tidak ada yang mustahil di dunia ini. Yakinlah akan kuasa Tuhan. Tuhan akan menunjukkan kita jalan yang sesuai dan telah ditakdirkan oleh-Nya. Mari kita bangkit. Merdekakan pemikiran kita dari segala bentuk perbudakan dan penjajahan. Tidak ada revolusi yang terjadi hanya dalam waktu satu malam.Â
Semua ada proses yang panjang. Kalau berdasarkan pada kata-kata para filsuf dan pujangga: Roma tidak dibangun dalam semalam. Ada banyak jalan menuju Roma, tapi tidak selalu itu Roma yang telah Tuhan tunjukkan kepada kita. Ada banyak pilihan takdir yang membentang di antara guratan garis tangan kita. Tugas kita adalah berdoa dan berusaha. Mari kita pertahankan dan kembangkan kemerdekaan berpikir kita.Â
Sudah 79 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri. Sudah 79 tahun bendera merah putih membentang di atas langit ibu pertiwi. Tanah dan air yang kita cintai. Yang kita relakan jiwa, raga, darah, keringat dan air mata kita tumpah untuk memperjuangkan-Nya. Memerdekakan pemikiran dimulai dari memerdekakan pendidikan.Â
Kebebasan akademik merupakan suatu gagasan visioner yang luar biasa. Ini merupakan titik awal abad pencerahan kita. Renaisans akan kita raih kembali setelah kabut kalut abad kegelapan membendung bangsa kita.Â
Kita rebut kembali masa-masa kejayaan yang telah leluhur kita raih di masa lalu. Romantisasi kejayaan bangsa cendekiawan dan cenkediawati Nusantara dalam berbagai abad. Mulai dari zaman milenial, digital hingga akhir zaman dan jiwa kita telah kembali pada Tuhan.Â
Kejayaan akan kita warisi dari generasi ke generasi melalui semangat yang kita penetrasi dalam setiap benak putra-putri Nusantara dalam mewujudkan suatu kedamaian peradaban yang berkebudayaan luhur tanah air Nusa dan Bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada lagi rintangan yang terlalu sulit untuk kita raih bersama-sama. Melangkah maju dengan semangat persaudaraan.Â
Siamo tuti frateli. Sadarilah bahwa kita merupakan saudara setanah-air. Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa kita. Tanah air Indonesia akan terlahir kembali dalam setiap pergantian periodisasi kepemimpinan yang membawa bahtera ini berlayar menuju cahaya emas surgawi sebagai titik kedigjayaan yang luar biasa.Â
Merdekakanlah pikiran kita. Bebas beropini. Bebas belajar. Literasi yang dikuatkan. Terhubung kembali dengan segala ilmu pengetahuan yang telah leluhur kita ajarkan dan tuangkan dalam setiap karya-karya mereka.Â
Jangan biarkan karya mereka hanya menjadi pajangan museum berdebu. Petiklah sari pendidikan. Cicipilah buah manis pendidikan. Capailah titik renaisans dari kejayaan penyebaran ilmu pengetahuan.
Kesimpulan dan Saran.
 Berdasarkan analisa di atas, kita dapat mengetahui betapa besar pengaruh yang diberikan oleh propaganda. Maka dari itu, jangan biarkan belenggu penyiksaan di masa lalu kembali membendung semangat pemikiran kita.Â
Untuk mencapai kemerdekaan akademik, maka terlebih dahulu kita capai kebebasan pikiran. Untuk menjadi seorang cendekia yang mengakselerasi peradaban bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
 Dengan pentingnya point pendidikan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah diwartakan oleh PBB pada tahun 2015. Diharapkan semua peradaban bangsa di seluruh dunia dapat bergerak dan mencapai abad keemasannya masing-masing. Viva liberte! Hiduplah kemerdekaan! Hiduplah kejayaan! [PMSW]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H