Mohon tunggu...
Putu Mahatma Satria Wibawa
Putu Mahatma Satria Wibawa Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa SMAN 1 Denpasar

Seorang pemuda yang tengah mencari jati diri; Mencintai Geografi dan Antropologi Kebudayaan Manusia; Penulis amatiran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pelita - Juara 1 Lomba Menulis Cerpen FLS2N SMA 2024 Tingkat Kota Denpasar

11 Juli 2024   17:00 Diperbarui: 11 Juli 2024   17:02 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“CUKUP!” Kelas menjadi hening. Bahkan Ratna dapat mendengar suara tarikan nafas mahasiswi di sampingnya. Semua mahasiswa diminta untuk duduk kembali di tempat duduknya dengan rapi dan tenang. Sesi debat dilanjutkan kembali. “Apakah ada yang mau menambahkan opini yang lain?” 

Ratna menggangkat tangan. Dia berdiri dari tempat duduknya. Semua mata terpaku padanya. “Terima kasih atas kesempatannya Pak, jadi dari opini saya justru faktor penting dalam pembangunan negara itu dengan membangun kondisi masyarakat sosial yang baik dan layak terlebih dahulu. Bayangkan kita belajar dalam ruang kelas dengan AC dua sementara di bawah gedung kampus ada tunawisma yang mengaruk-garuk sisa makanan pada bungkusan sampah? Justru kita harus memanusiakan manusia terlebih dahulu agar Indonesia dapat memiliki standar hidup yang layak. Di kebanyakan negara maju, standar hidup warganya sangat tinggi. Maka, penting bagi kita untuk memperbaiki terlebih dahulu standar hidup rakyat kita. Agar semua rakyat memiliki status ekonomi minimum yang tinggi. Dengan melakukan kebaikan di sekitar, secara sadar kebaikan akan memencar bagaikan cahaya pelita dalam kegelapan. Dengan standar kehidupan sosial yang layak, maka rakyat dapat memperoleh gizi, pendidikan dan terlibat dalam pembangunan Indonesia ke depannya. Sekian opini saya Pak, terima kasih.” 

Namun tetap, seisi kelas hening dan mata mereka terpaku pada Ratna. Baru sesaat kemudian, Pak dosen menangguk dan memberikan apresiasi. Semua mahasiswa bertepuk tangan. Pak dosen meminta agar Ratna mengikuti seleksi pemilihan ketua BEM kampus. Awalnya Ratna ragu, namun dengan dorongan dari hati kecilnya, Ratna akhirnya memberanikan diri untuk melangkah maju. Inilah saatnya bagi Ratna untuk merealisasikan segala hal-hal yang hinggap di benaknya. Ratna sadar, apabila ide hanya disemayamkan dalam pikiran, itu tidak akan lebih dari lamunan dan rajutan mimpi-mimpi. Ratna sadar bahwa tujuan akhir dari mimpi adalah pencapaian. Dan sekarang adalah waktunya.

                                                                                                                                   

[6]

“Selamat atas terpilihnya ketua BEM Kampus yang baru! Kandidat atas nama Ni Luh Putu Ratna memperoleh 86% dari seluruh total suara!” Siaran media kampusnya berdengung ke seluruh sudut kelas. Diiringi riuhnya tepuk tangan, Ratna tersenyum dan menyampaikan pidato ucapan terima kasihnya di depan khalayak ramai. Ratna akhirnya akan merealisasikan program yang telah ia rencanakan dalam visi dan misinya. 

“Pelita: Membawa Cahaya Baru Bagi Lingkungan Sekitar Kampus Kita, merupakan visi yang akan kita capai bersama dalam satu tahun ke depannya. Saya ingin membuat aksi Bakti Sosial untuk membantu lingkungan sekitar kita, khususnya anak-anak dan manula. Mari bersama-sama membawakan cahaya harapan bagi mereka semuanya. Karena hidup adalah tentang bagaimana kita mensyukurinya. Terima kasih, salam pelita!” Seisi auditorium bergetar dan menggelegar. Riuhnya tepuk tangan, sorot lampu kamera dan jurnalis kampus yang sibuk mewawancarai Ratna setelah Ia resmi dilantik menjadi ketua BEM tahun ini. Bersama-sama, bahu-membahu, ringan sama dijinjing dan berat sama dipikul menjadi aksi nyata kemanusiaan. #bawapelitabagimereka #memanusiakanmanusia #membangunindonesiadarikita merupakan dua tagar yang menjadi populer di seluruh media sosial di Indonesia. Gerakan penggalian dana, penyaluran bantuan dan pemberian beasiswa menjadi semakin rajin diselenggarakan. Besar harapan Ratna untuk menyukseskan gerakan filosofi pelita tidak hanya di dalam negeri, melainkan ke seluruh dunia. Ibu Ratna yang menonton gerakan tersebut dari televisi rumahnya merasa sangat bangga. Putri kecilnya tumbuh menjadi seorang yang tidak hanya mementingkan egonya, melainkan memedulikan kepentingan bersama. Ia bangga bahwa kebaikan kecil di sekitar dapat berkembang dan membawa pengaruh yang besar bagi Indonesia. Bangga bahwa Ratna telah berhasil merajut mimpi dan merajut asa. 

“Karena hidup itu tentang bagaimana kita mensyukurinya.” [PMSW]


                                                                                                                                                                                                                                  Denpasar, 26 Maret 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun