Mohon tunggu...
Putu Ira Mahayani
Putu Ira Mahayani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Pantang Menyerah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahagia di Dunia Maya, Menderita di Dunia Nyata

17 Januari 2022   16:00 Diperbarui: 17 Januari 2022   16:24 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan yang akan kita bahas kali ini adalah pengguna social media dengan tipe ketiga yaitu pencari perhatian. Selain motif promosi diri tahukah anda bahwa berdasarkan beberapa penelitian dikatakan bahwa jika orang yang sering memposting dirinya terlihat bahagia di dunia maya dan rajin update status di social media adalah sebenarnya orang yang menderita di dunia nyata? Kenapa bisa dikatakan demikian? 

Memang benar tidak semuanya seperti itu namun melalui pengalaman saya dimana saya mengetahui dan kenal beberapa orang dengan perilaku seperti itu, jika ditelisik lebih dalam bisa jadi hal itu benar adanya. 

Disaat orang yang benar -- benar disibukkan dengan berbagai kegiatan dan pekerjaan di dunia nyata tidak akan memiliki banyak waktu untuk berselfie ria ataupun mengunggah status setiap saat, bahkan untuk mengecek media sosialnyapun akan memiliki waktu yang sangat terbatas. 

Berbeda dengan orang yang setiap saat mengunggah foto dirinya ataupun meng-update status di media social. Bisa jadi orang -- orang tersebut adalah orang yang minim dengan kesibukan ataupun dia kesepian serta butuh perhatian. 

Di dunia nyata dia memiliki sedikit teman untuk diajak bergaul, bercerita ataupun berkeluh kesah sehingga dia mencari teman dan penghiburan diri lewat media social. 

Dengan berfoto dan penuh senyum didunia maya seolah -- olah dia ingin mengatakan kepada dunia bahwa dia baik-baik saja walaupun sendiri, dia baik-baik saja walaupun tanpa teman, walaupun sebenarnya didalam hatinya menangis dan dengan kata lain merasa kesepian. Melampiaskan segala perasaan dan kegalauan yang dialaminya di media social adalah obat tersendiri bagi keterpurukannya di dunia nyata. 

Di balik senyum yang selalu ditampilkan di depan kamera yang kemudian akan diunggah di social media, dibalik kata -- kata bahagia yang dia tulis sebagai update statusnya tersimpan rasa yang mungkin hanya dia sendiri yang tahu. 

Walaupun sebenarnya butuh orang lain sebagai tempat berkeluh kesah namun merasa kurang nyaman jika berinteraksi secara langsung. 

Saat pengguna penuh dengan masalah dan kegalauan hati akan banyak kata-kata bijak dan memotivasi yang akan diunggah demi menyemangati diri sendiri yang sedang tidak baik-baik saja. Bisa juga karena dia hanya ingin berbagi kebahagiaan saja dengan orang lain ataupun tidak ingin ada yang mengetahui ataupun menertawakan saat dia sedang tidak baik-baik saja.

Tidak ada yang salah dengan kita mengunggah sesuatu di social media. Ada kebebasan namun masih dalam koridor UU ITE. Tanpa adanya menyinggung orang lain ataupun suatu lembaga, tanpa berbau SARA sehingga tidak akan menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. 

Namun, bijak dalam bersosial media sangatlah diperlukan. Kita mesti berhati -- hati dalam setiap unggahan yang kita buat, baik itu berupa foto, gambar, ataupun kata-kata. Terkadang saat kita mengunggah kebahagiaan kita di social media, namun tidak semua orang akan ikut merasakan kebahagiaan tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun