Mohon tunggu...
Putu Suardana
Putu Suardana Mohon Tunggu... Guru -

Hanya melakukan sesuai dengan batasan yang telah diberikan dan bersyuhkur kepadaNya Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Semangat Guru Setengah Hati

7 Mei 2014   02:27 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:47 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Awalnya ketika akan melangkah dari tujuan yang tak menentu perasaan seorang anak buruh "mau jadi apa" melihat permasalahan pendidikan di negeri penuh dengan kompotisi. Dahulu jaman Belanda anak petani tidak boleh sekolah hanya anak raja dan pengkhianat negeri mendapatkan perhatian dari pemerintah Belanda (katanya dari beberapa sumber) sekarangpun masih seperti itu tengok sekolah yang punya nama (sekolah rebutan) hanya anak orang kaya dan pejabat yang dapat sekolah disana  sedangkan anak guru sendiri tidak. Itupun masih kental pengaruhnya hingga sekarang dengan sebutan Neo feodalisme. Mengapa semangat guru setengah hati ?

Penyebabnya antara lain:

Faktor eksternal

Pendidikan warisan Penjajah

Fakta yang ada dihadapan mata melihat dengan miris sepertinya mereka masih kuat dipengaruhi oleh nafsu berkuasa membangun kemapanan keluarga mereka dengan demikian semangat mengajar guru terbelenggu oleh persoalan untuk kepentingan golongan penjabat dan kekuasaan membangun retrorika yang penuh kebijaksanaan mempermainkan anggaran pendidikan (BOS)aturan undang undang yang ideal membangun bangsa mestinya ditegakkan.

Manajemen sekolah

Penguasa ditingkat satuan pendidikan seenaknya mengambil kebijakan pengelolaan dana pendidikan dari Bos pusat, provinsi, kabupaten dan komite sekolah yang bersekongkol dengan kepala sekolah. Dalam kebijakannya kepala sekolah yang ditekan oleh kepala dinas pendidikan kabupaten, kepala dinas pendidikan kabupaten ditekan oleh Bupati untuk kompotisi pencitraannya bukan komptisi pendidikan anak bangsa.

Selama ini pengelolaan dana pendidikan dari Bos pusat, provinsi, kabupaten dan komite sekolah hanya untuk pencitraan(cendrung ABS sebab masih banyak pejabat kekanakan)memberikan tugas lomba lomba yang sering tanpa persiapan (CV Kredek) dananya dari mana sering membuat kepala sekolah ambil jalan pintas "ah dana kegiatan akademik digunakan dulu" administrasinya kan bisa diatur  nota nota siluman bermunculan jika ada pemeriksaan sehingga hal hasil kepala sekolah beserta perangkat sekolah nyaman secara administratif pertanggungjawaban ke atas. Namun pada guru bagaimana pertanggungjawaban kepala sekolah? jarang sekali mengadakan rapat pengelolaan anggaran sekolah dan kejelasannya bagi guru-guru yang semangat mulai setengah hati

Kepengawasan

Jika ada pengawas datang ke sekolah sekolah jarang memberikan penbinaan bagi guru-guru yang masih punya hati mendidik. Selanjutnya dapat dibayangan pengawas hanya mengawasi debu di jendela Seharusnya jika kompotisi semestinya bukan hanya UN, beleganjur, gong kebyar dijadikan alasan penguatan budayalah yang sering tidak masuk akal dan mejurus menghabiskan dana pendidikan sangat besar dan tidak sesuai dengan Visi dan Misi sebatas slogan memajangkan keunggulan akademik semu sebatas administratif, nyatanya dana tersedot untuk pencitraan

Faktor internal

Sekuat apapun idealis guru akan luluh terhadap faktor eksternal diatas.

Pembinaan karier guru sangat jarang dilakukan oleh atasan langsung apalagi guru yang tidak sehaluan dengan kepala sekolah dengan kebijakannya mengorbitkan orang-orang terdekatnya( keberhasilan pendidikan bukan oleh peran orang terdekat melainkan oleh warga sekolah) melalui guru teladan semu dengan segala aturan penuh kelicikan.

Guru teladan semu tidak punya kemampuan mendidik yang baik karena jarang masuk kelas dalam arti yang sesungguhnya secara administratif OK (guru administrasi)yang berambisi mengejar pencitraan bukan mengajar dengan hati yang ihklas, asal namanya pencitraan pribadi nomor satu.

Jabatan Politik dalam Pendidikan

Pengembangan karir guru dari tahun ketahun kreterianya tergantung penguasa yang penulis tahu sejak titerapkannya otonimi daerah. Secara politis kepentingan golongan dan hubungan kedekatan dengan kepala daerah(bupati jabatan politis) yang sarat dengan nepotisme sangat menentukan jalannya pendidikan yang tidak sesuai dengn undang undang pendidikan nasional. Pengangkatan kepala sekolah yang cenderung tidak transparan dan hanya bersifat politis adalah faktor penyumbang rendahnya mutu dan prestasi kepala sekolah terkait hubungan kedekatan terkait dengan pencitraan pendongkrak citra bupati

Masih banyak guru guru yang mendidik dengan hati ditenggelamkan oleh pejabat tingkat satuan pendidikan kabupaten dengan peran medianya yang cenderung ter-upload sisi negatifnya guru belakangan ini

Bersambung!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun