Pertanyaan itu sebenarnya dapat dijawab dengan mudah. Namun, ada beberapa poin yang harus diperhatikan, antara lain :
Pertama, dibutuhkan pemerataan akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi (TIK), terutama di daerah-daerah Indonesia yang terluar dan tertinggal. Pembangunan infrastruktur TIK yang berbasis lingkungan perlu didukung guna tetap memperhatikan keberlangsungan antara budaya dan ekosistem sekitar.
Kedua, pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 175,4 juta dengan penetrasi mencapai 64 persen (tekno.kompas.com). Itu artinya, dari total 272,1 juta populasi di Indonesia, sebesar 64 persennya telah terkoneksi internet. Denga banyaknya pengguna internet, ini dapat dimanfaatkan sebagai agen "pembawa pesan budaya" Indonesia kepada masyarakat global melalui internet. Jika selama ini kita hanya terfokus pada kekaguman masyarakat terhadap budaya barat, kini saatnya untuk memperknalkan budaya Indonesia yang unik dan beragam.
Ketiga, agenda konkrit dari pemerintah sebagai penentu kebijakan untuk dapat mempertahankan budaya lokal dengan membuat grand desain yang bisa menangkal kolonialisme elektronik.Â
Selain itu, membuat kebijakan yanga mampu mendorong masyarakat umum dalam memanfaatkan 175,4 juta pengguna internet untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat global tentang keberagaman dan keunikan budaya indonesia, dengan memperhatikan ECT sebagai landasan pemikirannya.
Dengan memperhatikan 3 poin tersebut, bukan tidak mungkin Indonesia akan terbebas dari kolonialisme elektronik, bahkan menjadi negara yang mampu memberikan warna kepada masyarakat global dengan berbagai keunikan budayanya. Ditambah lagi dengan perkembangan media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook, dan yang terbaru Tiktok yang semakin dinamis, membuat peluang Indonesia untuk dapat mempertahankan dan memperkenalkan budaya kepada masyarakat global menjadi semakin terbuka lebar.
Jadi, jika Ibu Megawati Soekarnoputri kembali mempertanyakan sumbangsih milenial dan menantang kita di hadapan media, kita bisa dengan lantang menjawab "sebagai pahlawan yang mempertahankan budaya lokal melalui internet, Bu".
Sumber Referensi :
McPhail, Thomas L. (2014). Global Communication Theories, Stakeholders and Trends Fourth Edition. UK : John Wiley & Sons, Inc.
Oberoi, Roopinder, & Halsall, P. (2018). Revisiting Globalization : From A Borderless to A Gate Global. Switzerland: Springer International Publishing AD