ASOSIASI OPEN SOURCE INDONESIA
Jl. Buncit Persada No.1 Jakarta Selatan 12740
+6221-7972204 Fax. +6221-7945013
www.aosi.or.id
Dalam pandangan saya, sama seperti AOSI, sangat menyayangkan sikap IIPA. Terkesan seperti udang di balik batu. Belum pernah saya mendengar sebelumnya, sejak saya menggunakan open source, bahwa pemanfaatan open source = melanggar HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). Bahkan dari pernyataan tersebut, saya juga balik bertanya "lalu solusi apa yang seharusnya diambil oleh pemerintah Indonesia guna menekan pembajakan dan menghargai HAKI sebagaimana yang diinginkan oleh pihak IIPA?". Mudah - mudahan solusi yang diberikan bukan berupa memanfaatkan suatu produk komersialisasi suatu vendor, apalagi closed source dan lisensi mahal serta sangat mengikat. Itu bukan kemerdekaan dalam dunia perangkat lunak dan terkesan memulai suatu monopoli.
Saya menyetujui semua poin yang disampaikan oleh pihak AOSI. Silahkan anda mencermati semua poin tersebut, termasuk juga pernyataan/usulan IIPA, dan silahkan berkomentar di sini. Bagaimanapun, dalam pandangan saya, jangan jadikan usulan IIPA ini sebagai batu sandungan. Perjuangan bersama dalam memasyarakatkan open source di masyarakat dan menerapkannya di berbagai bidang di Indonesia sangatlah perlu dan terus dijalankan.
Ada banyak lisensi open source, salah satunya GNU GPL. dan bukan berarti karena open source alias sumber (kode) terbuka, kemudian menjadi ladang subur para plagiator untuk melakukan plagiat atau pembajakan terkait HAKI. Karena kalau sudah niat, closed source pun bisa dibajak atau diplagiatkan.
Link tersebut dan pernyataan AOSI tersebut merupakan berita lama. Namun saya harap tidak lagi ada usulan semacam ini terkait pemanfaatan open source.
Paten itu perlu dan penting, terkait HAKI dan ekonomi. Tapi bukan berarti segala hal dipatenkan, apalagi yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kadang dengan pikiran sederhana saya, terbersit pertanyaan yang entah bagaimana memperoleh jawabannya :
Jika Beliau (yang menjadi asal dari segala pengetahuan dan menurunkan semua pengetahuan tersebut untuk kesejahteraan umat manusia) tidak pernah mempatenkan semua pengetahuan tersebut, lalu mengapa makhluk lemah bernama manusia terkadang begitu rakus dan saling berebutan mempatenkan sesuatu pengetahuan, seolah - olah pengetahuan itu memang datang dan tercipta dari dirinya sendiri?
Segala kesalahan penyampaian dalam tulisan ini murni dari kesalahan saya sebagai makhluk yang tidak sempurna. Mari bersama mendiskusikannya dengan kepala dingin.