Mohon tunggu...
I Putu Agus Eka Pratama
I Putu Agus Eka Pratama Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer at Udayana University

Menyelesaikan pendidikan S1 Informatika di IT Telkom dan S2 Informatika di ITB. Pengguna GNU/Linux dan FOSS dan sangat antusias menggiatkan dan menyebarluaskannya ke masyarakat bersama teman - teman komunitas lainnya. Dosen, penulis buku IT, konsultan IT, pembicara pada sejumlah seminar dan international conference. Saat ini aktif sebagai dosen tetap di Universitas Udayana sambil mempersiapkan jenjang S3. Beberapa tulisan penulis ada di: http://bytescode.wordpress.com http://www.slideshare.net/PutuShinoda/ http://ilmukomputer.org/author/putu-shinoda/ Keep sharing, keep learning, keep using linux dan open source software.

Selanjutnya

Tutup

Nature

FOSS, Usulan IIPA, Pernyataan AOSI, dan Pendapat Saya

2 Oktober 2011   04:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:25 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Minggu ini lumayan santai sejenak di depan laptop, online nyaman dan aman dengan sistem operasi GNU/Linux Ubuntu seperti biasa. Membaca email yang masuk, chatting, membuka jejaring (Facebook dalam hal ini), ketika tiba - tiba salah seorang teman saya di grup AOSI (Asosiasi Open Source Indonesia) memberikan sebuah link (URL) yang menggelitik untuk saya baca dan cermati dengan baik. Ya, sebuah artikel tentang pernyataan sikap AOSI terkait usulan yang disampaikan oleh IIPA (International Intellectual Property Association) untuk memasukkan Indonesia, Brazil, India, Filipina, Thailand dan Vietnam dalam “Special 301 watch list”. Apa alasan IIPA memasukkan negara kita ke dalam watch list tersebut? Tidak lain karena kebijakan pemerintah mendorong penggunaan open source di institusi pemerintahan.

Saya coba baca sekali lagi dengan teliti, apa salahnya pemanfaatan open source? OK lah klo dimasukkan ke dalam watch list karena menggunakan bajakan dan menyebarluaskan bajakan. Tapi apa hubungannya open source dengan memakai bajakan? Untuk lebih jelasnya, saya copas langsung tulisan tersebut di bawah ini. Silahkan dibaca dan dipahami, lalu dinilai (terutama bagian yang saya cetak tebal). Sumber artikel tersebut di sini .

PERNYATAAN AOSI MENGENAI USULAN IIPA UNTUK MEMASUKAN INDONESIA KE DALAM SPECIAL 301 WATCH LIST

___________________________________

No. 005/AOSI/LOS/III/2010

Bulan Februari 2010, International Intellectual Property Association (IIPA) meminta U.S. Trade Representative (USTR) untuk memasukkan Indonesia, Brazil, India, Filipina, Thailand dan Vietnam dalam “Special 301 watch list”. Alasannya antara lain adalah kebijakan pemerintah negara-negara ini untuk mendorong penggunaan Open source Software (OSS) di Institusi Pemerintah.

Pemerintah Indonesia melalui Surat Edaran Menteri PAN Nomor: SE/01/M.PAN/3/2009 menganjurkan Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah agar menggunakan perangkat lunak legal, yang salah satunya adalah Open Source Software atau OSS. Anjuran penggunaan Open Source Software ini dianggap mendorong mindset yang tidak menghargai kreasi Intellectual Property dan membatasi institusi pemerintah untuk memilih solusi terbaik untuk menjawab kebutuhan organisasi dan kebutuhan rakyat Indonesia.

Sehubungan dengan permintaan IIPA tersebut, Asosiasi Open Source Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut:


  1. AOSI menyayangkan sikap IIPA sebagai salah satu lobby group dari Amerika Serikat, yang telah berusaha menghalangi usaha Pemerintah Indonesia yang justru ingin menghargai Hak atas Kekayaan Intelektual dengan menganjurkan penggunakan perangkat lunak Open Source untuk menggantikan perangkat lunak bajakan.
  2. IIPA telah berusaha mengaburkan keterbukaan dalam pilihan antara lain penggunaan OSS, dengan cara menekan setiap usaha untuk mencari alternatif dari keharusan menggunakan produk dari pihak tertentu dan menghindar untuk bersaing secara sehat.
  3. Berbagai pihak, terutama Open Source Initiative (OSI) secara kategorik telah menolak sikap IIPA tersebut, dan mengecam sikap tidak adil IIPA terhadap OSS, dan menyebutnya sebagai kasus mencolok mata dalam penegakan hukum yang selektif untuk menyembunyikan absurditas dari klaimnya dengan sempitnya penerapan yang dilakukan (It is a blatant case of selective enforcement, one which hides the absurdity of it’s claims by the narrowness of their application).
  4. AOSI sepakat dengan OSI bahwa tindakan IIPA tersebut lebih didasarkan atas kepentingan tertentu, dan ketakutan atas inovasi serta model bisnis yang baru dengan berkembangnya OSS di Indonesia.
  5. AOSI sepakat dengan organisasi sejenis dari Amerika Serikat yaitu Open Source For America (OSFA) yang secara tegas mengecam sikap IIPA, serta menyebut tindakan IIPA tersebut tidak bertanggungjawab dan menyesatkan.
  6. AOSI menghimbau agar Pemerintah dapat secara tegas menetapkan posisinya terhadap tindakan IIPA tersebut, mengingat bila Indonesia dimasukkan ke dalam Special 301 Watch List, dampaknya dapat berlaku pada bidang perdagangan secara umum.
  7. AOSI menyerukan agar pemanfaatan OSS tetap digalakkan, karena dengan menganjurkan penggunaan OSS, Pemerintah Indonesia tidak lain sedang berusaha untuk menghormati Hak atas Kekayaan Intelektual dengan tidak membajak dan menegakkan kemandirian dalam bidang TIK, tanpa menutup persaingan dengan yang lain, meskipun IIPA telah menyudutkan Indonesia dengan menyebutkan bahwa penggunaan OSS tidak mendorong inovasi dan telah menutup kesempatan pihak tertentu untuk bersaing.
  8. AOSI mendukung Pemerintah Indonesia untuk terus mendorong anak bangsa dalam melakukan inovasi dan kreasi dalam bidang TIK, untuk membentuk kemandirian, membantu tumbuhnya perekonomian dan kelancaran jalannya pemerintahan yang bersih serta ikut serta dalam membangun kesejahteraan bangsa.

Jakarta, Maret 2010

Atas nama Komunitas Open Source Indonesia

ASOSIASI OPEN SOURCE INDONESIA

Jl. Buncit Persada No.1 Jakarta Selatan 12740

+6221-7972204 Fax. +6221-7945013

www.aosi.or.id

Dalam pandangan saya, sama seperti AOSI, sangat menyayangkan sikap IIPA. Terkesan seperti udang di balik batu. Belum pernah saya mendengar sebelumnya, sejak saya menggunakan open source, bahwa pemanfaatan open source = melanggar HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). Bahkan dari pernyataan tersebut, saya juga balik bertanya "lalu solusi apa yang seharusnya diambil oleh pemerintah Indonesia guna menekan pembajakan dan menghargai HAKI sebagaimana yang diinginkan oleh pihak IIPA?". Mudah - mudahan solusi yang diberikan bukan berupa memanfaatkan suatu produk komersialisasi suatu vendor, apalagi closed source dan lisensi mahal serta sangat mengikat. Itu bukan kemerdekaan dalam dunia perangkat lunak dan terkesan memulai suatu monopoli.

Saya menyetujui semua poin yang disampaikan oleh pihak AOSI. Silahkan anda mencermati semua poin tersebut, termasuk juga pernyataan/usulan IIPA, dan silahkan berkomentar di sini. Bagaimanapun, dalam pandangan saya, jangan jadikan usulan IIPA ini sebagai batu sandungan. Perjuangan bersama dalam memasyarakatkan open source di masyarakat dan menerapkannya di berbagai bidang di Indonesia sangatlah perlu dan terus dijalankan.

Ada banyak lisensi open source, salah satunya GNU GPL. dan bukan berarti karena open source alias sumber (kode) terbuka, kemudian menjadi ladang subur para plagiator untuk melakukan plagiat atau pembajakan terkait HAKI. Karena kalau sudah niat, closed source pun bisa dibajak atau diplagiatkan.

Link tersebut dan pernyataan AOSI tersebut merupakan berita lama. Namun saya harap tidak lagi ada usulan semacam ini terkait pemanfaatan open source.

Paten itu perlu dan penting, terkait HAKI dan ekonomi. Tapi bukan berarti segala hal dipatenkan, apalagi yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kadang dengan pikiran sederhana saya, terbersit pertanyaan yang entah bagaimana memperoleh jawabannya :

Jika Beliau (yang menjadi asal dari segala pengetahuan dan menurunkan semua pengetahuan tersebut untuk kesejahteraan umat manusia) tidak pernah mempatenkan semua pengetahuan tersebut, lalu mengapa makhluk lemah bernama manusia terkadang begitu rakus dan saling berebutan mempatenkan sesuatu pengetahuan, seolah - olah pengetahuan itu memang datang dan tercipta dari dirinya sendiri?

Segala kesalahan penyampaian dalam tulisan ini murni dari kesalahan saya sebagai makhluk yang tidak sempurna. Mari bersama mendiskusikannya dengan kepala dingin.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun