Beberapa waktu lalu, saya baru saja menonton pembukaan acara Youth Communication Day 2021 yang diadakan oleh kampus tempat saya menuntut ilmu, Universitas Ahmad Dahlan. Mengingat acara ini bertemakan tentang communication, salah satu pembicara dalam acara tersebut, yaitu Prof. Estrella Arroyo, Ed.D. sempat membahas tentang Hybrid Communication atau dalam bahasa indonesia, komunikasi hybrid. Bagi saya pribadi, mendengar pembahasan tentang komunikasi hybrid, bukanlah hal yang asing lagi. Namun, muncul pertanyaan di benak saya tentang permasalahan komunikasi hybrid ini.
Kita tahu di Indonesia sendiri, sistem komunikasi hybrid ini baru mulai di impelementasikan secara besar besaran semenjak wabah virus Covid-19 menyerang. Hal ini mengakibatkan banyak sekali perubahan yang terjadi dalam tatanan kehidupan manusia. Lantas pertanyaan saya adalah, di Indonesia sendiri, apakah sebenarnya masyarakat kita sudah siap beradaptasi dengan komunikasi hybrid ini? Apakah komunikasi hybrid menjadi pilihan yang tepat pada keadaan seperti sekarang ini?
Untuk teman-teman yang belum mengetahui tentang apa itu komunikasi hybrid, secara singkat komunikasi hybrid ini merupakan komunikasi yang menggabungkan dua element, yaitu sinkronus ( komunikasi langsung) dan asinkronus (komunikasi tidak langsung.)Â
Komunikasi secara langsung (sinksonus) sendiri merupakan komunikasi yang terjadi secara real-time dan dimaksudkan untuk memberikan tanggapan segera atau langsung. Komunikasi inilah yang sejak dulu kita pakai dalam penerapan proses belajar mengajar di sekolah ataupun bekerja di kantor. Sementara itu, berbeda dengan sinkronus, komunikasi tidak langsung (asinkron) biasanya tidak terjadi secara real-time, mengingat ada jeda waktu antara orang yang menyampaikan informasi dengan orang yang menerimanya. Contohnya ada pada penerapan sistem daring, ketika kita harus berkirim pesan melalui email, mesin faks, ataupun dokumen bersama.
Maka dapa kita ringkas bahwa komunikasi hybrid merupakan gabungan dari komunikasi sinkron dan asinkron yang dimana memanfaatkan tiap keuntungan yang didapat dari penggabungan sistem tersebut.
Biasanya, komunikasi hybrid ini paling sering sekali di gunakan di lingkungan pekerjaan atau sekolah, mengingat kegiatan seperti bekerja dan bersekolah merupakan kegiatan yang paling sering melibatkan komunikasi sinkron maupun asinkron.
Kembali ke pertanyaan saya, apakah sebenarnya kita sudah siap beradaptasi dengan komunikasi hybrid? karena, jika melihat di lapangan, menurut saya penerapan komunikasi hybrid sendiri terutama di lingkup sekolah atau perguruan tinggi masih cukup berantakan.Â
Kalau kita masih bisa mendengar suara-suara siswa atau pun mahasiswa yang ngotot ingin melakukan proses belajar secara offline, hal tersebut sudah bisa saya jadikan acuan bahwa komunikasi hybrid yang terjadi di lingkup pendidikan belum menemukan titik efektif dalam penerapan nya. Karena pada hakikatnya, komunikasi hybrid sendiri sebenarnya merupakan sistem komunikasi yang diciptakan untuk mempermudah dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan. Namun, bila komunikasi hybrid masih dianggap sebagai "beban" oleh sebagian orang, bukankah hal tersebut merupakan tanda bahwa penerapan nya belum maksimal? Bukankah itu berarti bahwa kita belum siap dengan komunikasi hybrid?
Dalam penerapan nya, komunikasi hybrid ini memang masih diterapkan hanya pada sebagian jenjang pendidikan saja seperti perguruan tinggi, atau sekolah menengah atas. Namun perlu digaris bawahi juga bahwa tidak semua instansi menyetujui sistem komunikasi hybrid ini, dan sebagian masih mengandalkan sistem pembelajaran daring atau online. Hal tersebut disebabkan karena ada banyaknya pertimbangan dari beberapa pihak yang terlibat dalam proses belajar mengajar. Sebut saja, siswa ataupun mahasiswa banyak yang lebih memilih untuk melakukan pembelajaran tatap muka atau secara luring, karena menganggap, pembelajaran daring tidak se efektif pembelajaran luring, dan banyak sekali kekurangan dari sistem ini yang pada akhirnya berpengaruh pada siswa. Sementara itu, dinas pendidikan ataupun tenaga pengajar tetap memilih pembelajaran daring sebagai opsi tepat, karena masih mempertimbangkan banyaknya resiko bila melakukan proses pembelajaran tatap muka terhadap siswa maupun pengajar, dikarenakan situasi pandemi yang belum juga menentu sampai sekarang ini. karena perdebatan itulah pada akhirnya sistem komunikasi hybrid mulai muncul dan dijadikan sebagai solusi dalam konsep blended learning. Dengan menerapkan sistem blended learning yang didasari oleh penerapan sistem komunikasi hybrid, diharapkan dapat menjadi solusi yang tepat bagi semua pihak.
Namun pada fakta nya, penerapan sistem blended learning sendiri tentu saja tetap menemui banyak rintangan dan permasalahan. Banyak siswa yang justru merasa sistem blended learning ini hanya akan semakin membingungkan saja karena menerapkan komunikasi campuran. Karena mereka harus mempertimbangkan untuk membagi waktu kembali untuk mengikuti pembelajaran daring dan luring di waktu yang berbeda. Belum lagi untuk pelajar yang jauh lebih belia, sistem ini juga akan menyulitkan mereka, karena pembagian waktu bersekolah luring dan juga daring tentu pada akhirnya mempengaruhi kualitas belajar mereka. Dan yang paling terlihat memang pada penerapan sistem nya yang seolah olah dicetuskan namun tanpa banyak pertimbangan matang karena penerapan nya yang masih berantakan.Â
Tidak bisa dipungkiri memang, kita masyarakat Indonesia memang sudah terbiasa dengan cara lama dalam berkomunikasi. Bertemu, berbicara tatap muka secara langsung, memang menjadi komunikasi yang terbaik. Namun, ketika keadaan pada akhirnya menuntut kita untuk bisa beradaptasi dengan sistem baru, memang sudah sepatutnya kita menyesuaikan diri dan menerimanya. Tetapi, menyesuaikan dan beradaptasi  tidak berarti sistem tersebut dapat berjalan dengan baik dalam penerapannya. Mungkin dalam lingkup pergaulan, kita sudah terbiasa dengan sistem komunikasi hybrid ini, namun, bagaimana dalam lingkup kegiatan yang lebih kompleks seperti bekerja atau bersekolah? Hal ini masih menjadi tantangan bagi semua pihak yang terlibat.
Dari kacamata saya sebagai mahasiswa, saya bisa merasakan bagaimana terlibat dalam sistem komunikasi hybrid yang penerapan nya belum maksimal. Dalam proses belajar, banyak ilmu yang tidak ter sampaikan secara sempurna, banyak kelas yang dihadiri hanya sebatas untuk mengisi absensi, serta belum lagi masalah koneksi internet di Indonesia  yang belum menjangkau seluruh wilayah di Indonesia secara baik.Â
Saya bisa mengatakan bahwa Indonesia memang belum sempurna dalam penerapan komunikasi hybrid dalam lingkup sekolah dan perguruan tinggi. Untuk itu, saya lebih setuju apabila kebijakan sekolah yang melibatkan adanya komunikasi hybrid, hendaknya bisa dikaji kembali oleh pihak pihak yang kompeten.Â
Saya tidak menolak adanya sistem komunikasi hybrid dalam lingkup pendidikan, namun saya bohong jika saya mengatakan bahwa sistem komunikasi hybrid yang ada saat sekarang ini merupakan opsi "terbaik" yang kita punya. Hadapi saja, kita memang belum mahir dalam menyesuaikan diri terutama dengan perubahan yang berbeda dengan kebiasaan kita. Dan segala bentuk ketidaksiapan inilah yang menjadi tantangan bagi sistem itu sendiri untuk dikembangkan di Indonesia.
Karena hal tersebutlah saya beranggapan bahwa sebenarnya, komunikasi hybrid yang terjadi di lingkup pendidikan bukanlah merupakan opsi terbaik jika kita lihat dari penerapan nya yang terjadi di lapangan. Bukan kesalahan sistem nya, melainkan memang kesiapan kita sebagai masyarakat yang belum terbiasa dengan penerapan sistem ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H