Mohon tunggu...
Putri Zahran Nabilah
Putri Zahran Nabilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - I am college student at IPB University majoring in Digital Communication and Media student.

I am communicative, responsible, creative, highly skilled in handling event, able to work individual or with team, and adaptable to technological innovations. I am also passionate about all things related to digital communication and media, such as social media, digital marketing, public relations, etc.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Rela Menempuh Jarak 48 Km Setiap Hari demi Mengajar di Desa Terpencil

4 Agustus 2022   19:19 Diperbarui: 18 November 2022   21:31 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Guru. (Sumber: KOMPAS.ID/DIDIE SW)

BOGOR - Sebutan bahwa guru adalah "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" memang sangat mendeskripsikan sosok guru di benak kita semua. 

Mereka selalu berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi panutan dan mempersiapkan yang terbaik untuk para muridnya. Gelar "Tanpa Tanda Jasa" pun selalu dikaitkan dengan seorang guru. 

Pada umumnya, seorang pahlawan akan mendapat apresiasi atau pengakuan, tetapi hal itu tidak berlaku untuk seorang guru. Mereka mendedikasikan hidupnya untuk membebaskan generasi penerus bangsa dari kebodohan. 

Mengajar dibarengi peluh yang bercucuran sudah biasa dirasakan oleh seorang guru. 

Tak terhitung pula perjuangan yang mereka lakukan di luar jam mengajarnya untuk memberikan yang terbaik untuk para muridnya. Termasuk menempuh jarak yang sangat jauh demi bertemu murid-murid tercintanya.

Rusman (54) seorang tenaga pengajar di SDN Ciasmara 05, Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. 

Ia rela menempuh perjalanan jauh dengan sepeda motor menelusuri jalanan yang bisa dikatakan terjal. Rusman bertempat tinggal jauh dari tempatnya mengajar yaitu berjarak 24 km. Jadi, setiap harinya ia menempuh jarak sepanjang 48 km.

Jarak jauh tersebut membuatnya harus berjibaku di jalanan sejak pagi dengan udara dingin pedesaan yang menusuk. Terkadang ia harus terjebak di tengah jalan berjam-jam karena cuaca buruk yang mengakibatkan jalanan semakin ekstrem dengan waktu yang cukup lama.

Pengabdian Selama Tiga Puluh Tiga Tahun

Rusman sudah mengabdi sebagai guru di desa terpencil selama tiga puluh tiga tahun. Tentu waktu tiga puluh tahun bukan waktu yang singkat, banyak cerita yang terselip di dalamnya. 

Kisah panjang itu tidak membuatnya jenuh, malah setiap harinya selalu ada alasan untuk jatuh cinta pada profesinya sebagai guru.

Saat itu ia memulai kiprahnya sebagai guru honorer di salah satu SMP swasta yang cukup dekat dengan rumahnya. 

Lalu ia mendaftar menjadi Guru Bantu Daerah Terpencil, dari situlah ia memulai kisahnya menjadi guru yang menempuh jarak jauh. Walaupun ia sudah menjadi guru ASN tapi ia tetap ingin mengajar di daerah terpencil.

Ia memilih umtuk menjadi guru di daerah terpencil karena panggilan hati. Terlebih di daerah terpencil masih sangat kurang tenaga pengajar. 

Pembangunan yang belum merata juga membuatnya merasa lebih terpanggil untuk mengajar disana. Hal tersebut ia anggap sebagai ladang pahala di akhirat nanti.

Dilengkapi seragam dinas kebanggaannya, motor kesayangannya, dan kobaran api semangat, ia siap menjalankan tugasnya sebagai tenaga pengajar untuk generasi muda bangsa.

Perjalanan 48 Km Penuh Rintangan

Perjalanan tiga puluh tahun sebagai guru tentu banyak kisah menarik didalamnya. Hari demi hari selalu ada cerita di setiap lembaran kisah perjalanannya. Entah itu suka maupun duka yang ia jalani. 

Mogok, hujan, banjir, jalanan terjal, kombinasi kata yang sangat kacau. Itulah yang dirasakan Rusman bila cuaca kurang mendukung. 

Terkadang ia harus terjebak di tengah jalan berjam-jam karena cuaca buruk yang mengakibatkan jalanan semakin ekstrem. Pengabdian puluhan tahun membuat Rusman sudah biasa menghadapi kendala seperti itu.

Ia biasa berangkat dari pukul 06.00 WIB dan sampai pada pukul 07.30 WIB bila tidak ada halangan. Bila ada halangan, ia seringkali terlambat. 

Apalagi jika cuaca buruk yang mengharuskannya menepi di pinggir jalan yang sepi. Banyak sekali waktu yang ia habiskan di sekolah, kerena sore hari ia baru sampai di rumah dengan rasa pegal yang biasa dialami karena faktor umur.

Mengejutkan karena ia tidak pernah mengeluh setelah menempuh perjalanan sejauh 48 km. Senyuman dari para anak didiknya seolah menjadi obat lelah ketika ia jenuh dengan rutinitasnya. 

Tawa riang para murid seolah menghangatkan hatinya. Kerutan kening yang perlahan hilang dari para murid membuat ia puas dengan hasil ilmu yang ia ajar.

Menjalani profesi mulia sebagai guru dengan ikhlas, membuat ia sedikit tak menyangka bahwa ia akan pensiun di tahun 2028 mendatang atau enam tahun lagi. 

Waktu enam tahun tidak akan terasa baginya. Saat sudah pensiun nanti Rusman berkata ia akan menikmati masa tua dengan keluarganya di rumah.

Ia berharap pembangunan sekolah di desa terpencil merata dan banyak dari generasi muda di indonesia yang bercita-cita menjadi guru, pekerjaan yang sangat mulia dalam mendidik generasi penerus bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun