Pemangku kepentingan atau disebut juga dengan stakeholder merupakan pidak yang dapat mempengaruhi maupun menerima dampak dari keputusan yang diambil (Freeman, 1984). Pengembangan suatu destinai pariwisata di suatu wilayah perlu didasarkan pada serangkaian analisis terhadap kemungkinan inervensi dari aktor pemangku kepentingan yang aktif dalam fenomena pariwisata di wilayah itu (Venables et al, 2014) Hal ini berkaitan dengan karakter pariwisata sebagai sistem multiaktor yang dalam proses pengembangan
Pariwisata adalah fenomena atau gejala kemasyarakatan yang menyangkut tentang manusia, masyarakat, kelompok, organisasi, kebudayaan, dan lain sebagainya yang merupakan kajian sosiologis. Perlu kita tahu definisi pariwisata yang bersifat umum adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk mengatur, mengurus, dan melayani kebutuhan wisatawan. Pariwisata merupakan salah satu aspek yang mempunyai peran penting dalam meningkatkan pendapatan di setiap daerah. Kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2023 dengan target 8,5 juta, ternyata terlampaui dengan capaian 9,49 juta wisatawan, padahal Indonesiabaru saja keluar dari krisis akibat pandemic Covid-19 (Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada, 2024)
Pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan menjelaskan bahwa kepariwisataan di perlukan untuk mendorong pemerataan, kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Sebagai salah satu aspek yang berpotensi dalam meningkatkan pendapatan daerah, pariwisata harus dikembangkan dengan baik. Untuk itu perlu adanya peran dari setiap stakeholder dalam mengelolanya.
      Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) adalah agenda global yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2015, dengan 17 tujuan utama yang menargetkan berbagai aspek kesejahteraan manusia, lingkungan, dan ekonomi. SDGs bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, meningkatkan kualitas pendidikan, dan mendorong keberlanjutan lingkungan. Tema "Partnership for the Goals" atau Kemitraan untuk Pencapaian Tujuan, merupakan tujuan ke-17 dalam SDGs, yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor---antara negara, organisasi internasional, sektor swasta, dan masyarakat sipil---untuk mencapai target pembangunan yang ambisius ini.
Di tingkat global, kerja sama internasional terus berkembang, terutama di bidang kesehatan dan perubahan iklim. Misalnya, kolaborasi dalam penanggulangan pandemi COVID-19 memperlihatkan urgensi dan dampak kolaborasi global untuk tujuan bersama. Di Indonesia, penerapan SDGs juga menunjukkan progres signifikan, namun masih terdapat tantangan besar seperti pengelolaan lingkungan, pendidikan, dan pengurangan kemiskinan. Indonesia, sebagai negara dengan populasi besar dan tantangan lingkungan yang kompleks, berupaya mengimplementasikan SDGs melalui berbagai program nasional dan kemitraan lintas sektor.
Pemilihan tema "Partnership for the Goals" penting karena kolaborasi adalah kunci dalam mewujudkan target SDGs yang luas dan ambisius. Situasi terkini menunjukkan bahwa pencapaian SDGs masih dihadang oleh berbagai kendala, seperti keterbatasan pendanaan dan kurangnya koordinasi antar sektor. Melalui tema ini, kita dapat mempelajari bagaimana pendekatan kolaboratif dapat mengatasi tantangan tersebut dengan lebih efektif.
Status Terkini dan Fokus Sektor Keterlibatan Indonesia dalam SDGs kini semakin diperluan dengan pendekatan kemitraan di berbagai sektor, seperti kesehatan, pendidikan, dan pengelolaan lingkungan. Contohnya, Gerakan Nasional Indonesia Bersih (GNIB) merupakan salah satu bentuk kolaborasi nasional yang melibatkan berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat. Selain itu, fokus pada sektor kesehatan melalui program vaksinasi dan pengentasan penyakit di negara-negara berkembang juga memperlihatkan pentingnya kemitraan dalam mencapai tujuan yang lebih luas.
Secara keseluruhan, status SDGs di Indonesia memperlihatkan bahwa kerja sama yang solid dan berkesinambungan sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai masalah sosial dan lingkungan, serta untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Dalam tema "Partnership for the Goals" dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) mendorong kerja sama antar negara, sektor swasta, organisasi, dan masyarakat untuk mencapai target pembangunan global. Berikut contoh dari kerja sama sukses, baik di tingkat internasional maupun nasional, serta bentuk program dan langkah-langkah dalam penyelesaiannya.
Contoh Internasional
Proyek: Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI)
Bentuk Kerja Sama: GAVI adalah kemitraan publik-swasta yang melibatkan pemerintah, WHO, UNICEF, Bank Dunia, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil. Fokusnya adalah meningkatkan akses vaksin di negara-negara berkembang.
Langkah Penyelesaian:
- Identifikasi Masalah: GAVI mengidentifikasi bahwa anak-anak di negara berkembang memiliki akses terbatas terhadap vaksin penting, mengakibatkan tingginya angka kematian balita.
- Perencanaan Program: Bersama-sama, para mitra menyusun strategi penyediaan vaksin murah dan distribusi yang efektif di negara berkembang.
- Mobilisasi Dana: Melalui kolaborasi dengan Bank Dunia dan donasi dari berbagai negara, dana dikumpulkan untuk produksi vaksin dan biaya distribusi.
- Implementasi Program: Vaksin diproduksi dalam jumlah besar dengan harga terjangkau dan didistribusikan ke negara penerima melalui dukungan UNICEF dan WHO.
- Evaluasi dan Monitoring: Proses distribusi dan efektivitas program dimonitor secara berkala untuk memastikan vaksin mencapai target yang ditetapkan.
Pada tahun 2021, GAVI telah membantu lebih dari 822 juta anak divaksinasi, mencegah sekitar 15 juta kematian. Organisasi ini berperan penting dalam meningkatkan imunisasi global dan mendukung kesiapan negara dalam menghadapi wabah penyakit menular
Hasil: GAVI berhasil meningkatkan angka vaksinasi global dan menurunkan angka kematian anak secara signifikan.
Â
Contoh Nasional
Proyek: Gerakan Nasional Indonesia Bersih (GNIB) Gerakan Nasional Indonesia Bersih (GNIB) diluncurkan pada tahun 2016 oleh pemerintah Indonesia. GNIB merupakan program nasional yang dikoordinasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, dengan tujuan utama meningkatkan kebersihan lingkungan, mengurangi sampah, dan mengelola limbah secara lebih efektif di seluruh Indonesia. Bentuk Kerja Sama: Ini merupakan program kerja sama antara pemerintah Indonesia, sektor swasta, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat dalam rangka meningkatkan kebersihan lingkungan serta pengelolaan sampah.
Langkah Penyelesaian:
- Identifikasi Masalah: Pencemaran lingkungan dan sampah menjadi masalah besar di Indonesia, mempengaruhi kesehatan masyarakat dan pariwisata.
- Perumusan Kebijakan Bersama: Pemerintah bersama sektor swasta dan masyarakat membentuk kebijakan kebersihan nasional, termasuk pengurangan sampah plastik dan peningkatan fasilitas daur ulang.
- Penggalangan Dana dan Sumber Daya: Bekerja sama dengan sektor swasta, pendanaan diperoleh untuk membangun infrastruktur pengelolaan sampah, seperti tempat daur ulang dan pengangkutan sampah.
- Edukasi Masyarakat dan Pelaksanaan Program: Program edukasi kebersihan dilaksanakan, seperti pelatihan memilah sampah dan pentingnya pengurangan sampah plastik. Komunitas dilibatkan untuk menjalankan bank sampah.
- Pemantauan dan Penyesuaian Program: GNIB melakukan pemantauan rutin untuk memastikan pengurangan jumlah sampah di daerah perkotaan dan desa.
Hasil: GNIB berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan, mengurangi volume sampah di berbagai daerah, dan memotivasi daerah lain untuk melaksanakan program serupa.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah identifikasi masalah bersama menganalisis masalah yang menjadi kepentingan bersama di tingkat lokal atau global. Perencanaan terpadu mengembangkan strategi berbasis kolaborasi yang memanfaatkan keahlian dari berbagai pihak. Mobilisasi Sumber Daya mengumpulkan dana dan sumber daya melalui kontribusi setiap pihak, baik sektor publik maupun swasta. Pelaksanaan program menyusun program yang dijalankan oleh berbagai pemangku kepentingan dan didukung dengan infrastruktur serta teknologi. Monitoring dan Evaluasi melakukan penilaian terhadap efektivitas program dan melakukan perbaikan sesuai kebutuhan.
Pendekatan ini penting untuk menciptakan dampak berkelanjutan yang berdampak luas bagi masyarakat sesuai dengan tujuan "Partnership for the Goals" dalam SDGs.
Tantangan dalam "Partnership for the Goals"
- Koordinasi Antara Pemangku Kepentingan, Berbagai pihak seringkali memiliki tujuan, prioritas, dan cara kerja yang berbeda. Koordinasi yang efektif dapat menjadi sulit, terutama ketika melibatkan banyak aktor dari berbagai sektor.
- Keterbatasan Sumber Daya, Mobilisasi dana dan sumber daya yang cukup untuk program-program yang ambisius bisa menjadi tantangan. Seringkali, pendanaan tidak mencukupi untuk mencapai target yang ditetapkan.
- Kepatuhan dan Komitmen, Meskipun banyak pihak terlibat, tidak semua pemangku kepentingan mungkin memiliki tingkat komitmen yang sama terhadap tujuan yang diinginkan, yang dapat mempengaruhi keberhasilan program.
- Perbedaan Budaya dan Konteks Lokal, Program yang berhasil di satu negara atau daerah belum tentu cocok di tempat lain. Memahami konteks lokal sangat penting tetapi bisa menjadi tantangan dalam kerja sama internasional.
- Evaluasi dan Monitoring yang Efektif, Mengukur efektivitas program dan dampaknya bisa sulit, terutama jika data dan indikator yang digunakan tidak konsisten atau tidak memadai.
Kesimpulan
Tingkat keberhasilan dalam Partnership for the goal dicapai dengan :
- Identifikasi Masalah yang Jelas.
- Kemitraan yang Solid antara Publik, Swasta, dan Komunitas.
- Pengelolaan Dana yang Transparan dan Efisien.
- Implementasi dan Evaluasi Program secara Berkala.
Kerja sama dalam mencapai SDGs melalui pendekatan "Partnership for the Goals" memiliki potensi untuk menciptakan dampak positif yang signifikan. Contoh sukses seperti GAVI dan Gerakan Nasional Indonesia Bersih menunjukkan bahwa kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dapat memberikan solusi yang efektif terhadap tantangan besar.
Namun, tantangan seperti koordinasi, keterbatasan sumber daya, dan perbedaan budaya harus diatasi untuk memastikan keberhasilan kerja sama ini. Dengan pendekatan yang terencana dan fleksibel, serta komitmen dari semua pemangku kepentingan, dampak berkelanjutan yang luas bagi masyarakat dapat dicapai. Kerja sama yang efektif bukan hanya tentang mencapai tujuan, tetapi juga tentang membangun kepercayaan dan hubungan yang kuat di antara berbagai pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Alviya, I., Suryandari, E. Y., Maryani, R., & Muttaqin, Z. (2016). Meningkatkan peran pemangku kepentingan dalam pengelolaan wilayah hulu daerah aliran sungai Ciliwung. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 13(2), 121-134.
Fedora, S. D., & Hudiyono, R. F. (2019). Analisis pemangku kepentingan (stakeholder) pada unit hubungan masyarakat (Humas) dan kesekretariatan PT Semen Padang. Jurnal Administrasi Bisnis Terapan (JABT), 2(1), 6.
Hakim, A., Rahmani, N. A. B., & Harahap, R. D. (2024). Peran Pemerintah Dalam Program Pariwisata Berkelanjutan Dalam Upaya Mewujudkan Sustainabel Development Goals (SDGs) di Kawasan Danau Toba. Jesya (Jurnal Ekonomi dan Ekonomi Syariah), 7(1), 419-433.
Lesmanawaty'Wargadinata, E. (2021). Hubungan dan Peran Pemangku Kepentingan Pogram Smart-Kampung Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Ilmiah Wahana Bhakti Praja, 11(1), 47-64.
Prasetyo, E. (2020). Analisis Efektifitas Implementasi Kebijakan Pemerintah Dalam Konteks Keterlibatan Pemangku Kepentingan (Stakeholder Engagement): Studi Kasus Program Revaluasi Barang Milik Negara pada Kementerian Keuangan. Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi, 10(2), 1-16.
Sentanu, I. G. E. P. S., & Mahadiansar, M. (2020). Memperkuat peran pemerintah daerah: Mengelola pariwisata lokal yang berkelanjutan. Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN), 8(1), 1-20.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H