Mohon tunggu...
putri rahmah
putri rahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - psychology student

Selamat membaca ^_^

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kontribusi Psikologi Forensik dalam Penanganan Kasus di Indonesia

3 Juni 2021   10:37 Diperbarui: 3 Juni 2021   11:36 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jadi itu untuk diberikan pemahaman dan pendampingan psikologis terkait dengan kondisi anaknya dan bagaimana memperlakukan anak kedepan agar kembangan anak, pertumbuhan psikis dan mentalnya agar kembali normal.”

5. Child Custody and Related Decisions

Perebutan hak asuh anak seringkali menjadi perdebatan bagi pasangan suami istri yang memutuskan untuk bercerai. Dalam kasus seperti ini, psikolog tidak hanya berperan dalam menjadi konselor pernikahan melainkan menjadi terapis bagi anak-anak yang mungkin mengalami trauma akibat konflik keluarga dan perceraian yang terjadi pada kedua orangtuanya. Ketika permasalahah hak asuh anak ini sudah tidak lagi diselesaikan melalui mediasi, maka hakim ketua terkadang akan meminta psikolog klinis atau konseling untuk bertindak sebagai evaluator yang ditunjuk pengadilan untuk membuat evaluasi dan kemudian merekomendasikan pengaturan hak asuh terbaik.

Kekuatan psikolog klinis atau konseling adalah "berbicara dengan anak-anak dan keluarga di bawah tekanan dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber tentang kehidupan keluarga" (Melton et al., 1997, hal. 485).

6. Improving Eyewitness Identification Producers

Dalam sebuah kasus kriminal, saksi mata memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu polisi dalam menyelesaikan kasus kriminal dan menjadi penentu penting dari hasil kasus tersebut. Meskipun begitu, kesaksian dari seorang saksi matapun menjadi penyebab paling sering dari keyakinan yang salah (Wells, 1993). Dalam hal ini, psikolog forensik dapat berperan dalam membantu polisi untuk mendapat informasi yang berguna dari saksi mata. Terlebih ketika saksi mata merupakan seorang anak-anak, maka peran seorang psikolog sangat penting untuk memperoleh informasi dari anak tersebut yang tentunya menggunakan metode yang disesuaikan dari metode-metode yang biasanya digunakan kepada orang-orang dewasa. Hal ini berkaitan dengan minimnya kemampuan anak kecil dalam menjelaskan suatu kejadian dan mungkin saja kejadian tersebut merupakan hal sensitif yang membuat anak tersebut merasa tidak nyaman, sama seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya.

7. Sexual Harrasment (Kekerasan Seksual) 

Kekerasan seksual merupakan sebuah interaksi seks yang tidak diinginkan dan membahayakan penerimanya, termasuk interaksi verbal. Kasus pelecehan dapat terjadi dimana saja baik di rumah, sekolah, tempat kerja, maupun public places. Berkaitan dengan kasus kekerasan seksual, seorang psikolog dapat berperan dalam melakukan analisis psikologis untuk mengetahui penyebab dari kekerasan seksual yang terjadi. Psikolog juga dapat menjadi saksi ahli dalam pengadilan yang membantu juri dalam membuat keputusan terkait kasus tersebut. Baik penuntut maupun pengacara pembela dapat menggunakan kesaksian dari ahli psikologi. Penuntut menggunakan kesaksian ahli untuk menghubungkan suatu teori dengan kasus, sedangkan pengacara pembela menggunakan kesaksian ahli untuk membantah bahwa suatu teori berlaku untuk kasus tersebut.

8. Death Penalty Trials and Appeals

Hukuman mati adalah suatu hukuman atau vonis mati yang dijatuhkan pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang
dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya. Biasanya digunakan untuk efek jera agar kejahatan yang serupa tidak terjadi lagi. Namun, tidak semua negara menerapkan hukuman mati pada pelaku kejahatan, sebanyak 90 negara bahkan menghapus hukuman mati untuk semua pelanggaran. Di indonesia sendiri hukuman mati seringkali menimbulkang pro dan kontra, di satu sisi beberapa pihak mendukung adanya hukuman mati agar tidak terulang lagi kejahatan yang sama di masa depan, sedangkan beberapa pihak lainnya menentang adanya hukuman mati karena mempertimbangkan hak asasi manusia yang memiliki hak untuk hidup. Terutama dikarenakan Konstitusi Republik Indonesia sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia bagi setiap warga negara.

Dalam hal ini, Psikolog forensik memiliki beberapa peran dalam menghadapi death penalty trials diantaranya yaitu pertama, psikolog dapat diminta untuk menilai kompetensi terdakwa untuk diadili. Kedua, dalam persidangan psikolog forensik dapat menjadi saksi ahli atau konsultan persidangan dan menasihati pengacara pembela tentang teori kasus yang sedang disidangkan. Ketiga, psikolog forensik dapat melakukan mitigation assesment yaitu evaluasi faktor-faktor psikologis yang dapat meringankan terdakwa yang melibatkan penilaian menyeluruh atas latar belakang terdakwa, kesehatan mental, dan keadaan pikiran sekitar waktu dugaan persidangan. Keempat, setelah vonis mati dijatuhkan psikolog forensik dapat memberikan evaluasi kompetensi eksekusi serta memberi pemahaman terhadap terdakwa mengenai implikasi vonis hukuman mati.

Referensi:

https://www.kompas.tv/article/150725/pelecehan-seksual-terhadap-anak-psikolog-korban-dan-orangtua-perlu-pendampingan-psikologis

Fulero, S. M., & Wrightsman, L. S. (2009). Forensic Psychology : Third Ed.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun