Mohon tunggu...
putri rahmah
putri rahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - psychology student

Selamat membaca ^_^

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kontribusi Psikologi Forensik dalam Penanganan Kasus di Indonesia

3 Juni 2021   10:37 Diperbarui: 3 Juni 2021   11:36 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Psikologi forensik merupakan bidang ilmu yang memiliki berbagai macam kontribusi dalam penanganan kasus di Indonesia. Mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, hingga keterlibatan dalam proses persidangan. Peran Psikolog Forensik sendiri kini semakin dibutuhkan, terutama dalam menyelesaikan kasus-kasus pidana yang membutuhkan pemeriksaan secara psikologis baik kepada pelaku kejahatan, korban, dan orang-orang yang terlibat dalam kasus tersebut seperti saksi kejadian. Lalu apa saja keterlibatan psikologi forensik dalam kasus-kasus hukum di Indonesia? yuk kita bahas ^_^

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, psikologi forensik memiliki kontribusi baik dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan bahkan dalam proses persidangan. Dalam proses penyelidikan, seorang psikolog forensik dapat membantu kepolisian dengan melakukan criminal profiling dan otopsi psikologi. Criminal profiling merupakan salah satu bentuk teknik analisis perilaku yang digunakan untuk membantu identifikasi karakteristik kriminal tertentu, seperti pola perilaku dan kepribadian, melalui analisis TKP, modus operandi, serta viktimologi. Lalu dalam proses penyidikan, psikolog forensik dapat berperan dalam melakukan pemeriksaan pelaku seperti melakukan deteksi kebohongan atau bahkan melakukan pemeriksaan psikologis kepada pelaku kejahatan. Sedangkan dalam proses persidangan, psikolog forensik dapat menjadi saksi ahli yang memberikan keterangan sebagai ahli psikologi forensik untuk membantu majelis hakim dalam membuat keputusan dalam pengadilan. Selain ketiga proses tersebut, psikologi forensik memiliki beragam kontribusi lainnya dalam penanganan sebuah kasus, diantaranya yaitu:

  1. Insanity and Competency (Kegilaan dan kompetensi)

Dalam hal ini, seorang psikolog forensik berperan dalam melakukan "penentuan kegilaan" dan juga melakukan "penilaian kompetensi". Penentuan kegilaan yang dimaksud disini yaitu dengan melakukan pemeriksaan psikologis untuk mengetahui kondisi mental orang tersebut dalam melakukan pelanggaran, beberapa bulan atau tahun sebelumnya. Dalam sistem hukum, mens rea atau "pikiran yang bersalah" sangat penting untuk klasifikasi tindakan ilegal, sehingga individu yang tidak menyadari arti tindakannya tidak boleh dianggap bertanggung jawab secara pidana terhadap perbuatan mereka. Perilaku tersebut kemudian dicirikan sebagai psikotik dan gila. Sedangkan penentuan kompetensi dilakukan untuk memastikan bahwa individu yang sedang menjalani proses dalam pengadilan dapat memahami sifat dan tujuan proses pengadilan. Hal ini dikarenakan proses pidana dapat tidak dapat dilanjutkan kepada siapapun yang tidak dapat memahami sifat dan tujuan pengadilan.

2. Risk Assessment and Predictions of Dangerousness (Penilaian risiko dan Prediksi berbahaya)

Penilaian risiko merupakan suatu proses mengkonseptualisasikan berbagai bahaya untuk membuat penilaian tentang kemungkinan bahaya dan kebutuhan tindakan pencegahan.  Konsep "risiko" itu sendiri cukup kompleks dan mencakup berbagai aspek seperti penilaian sifat bahaya, kemungkinan terjadinya bahaya, frekuensi kejadian, dan keseriusan konsekuensi. Oleh karena itu, dilakukan prediksi berbahaya yaitu dengan membuat prediksi tentang perilaku di masa depan berdasarkan beberapa faktor yang digabungkan menjadi skema prediksi. Proses-proses tersebut dapat dilakukan melalui penilaian psikologis terhadap pelaku kejahatan. 

Contoh penerapan penilaian risiko dan prediksi berbahaya ini yaitu pada kasus Thomas Barefoot yang menjadi pelaku pembunuhan besar-besaran terhadap seorang petugas polisi di Bell County, Texas. Dilakukan sidang terpisah yang bertujuan untuk menentukan hukuman mati bagi Thomas, dan setelah dilakukan penilaian risiko dan prediksi berbahaya kepada Thomas, para ahli mengungkapkan bahwa Thomas memiliki kemungkinan untuk melakukan tindakan kejahatan lebih lanjut sehingga dapat menjadi ancaman bagi masyarakat. Oleh karena itu, diputuskanlah bahwa Thomas Barefoot dijatuhi hukuman mati. 

3. Syndrome Evidence 

Sindrom biasanya didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang mungkin ada bersamaan, sehingga dapat dianggap menyiratkan kelainan atau penyakit. Salah satu bentuk sindrom tersebut yaitu Battered Woman Syndrom atau bisa disebut dengan Sindrom Wanita Babak Belur. Sindrom wanita yang babak belur didefinisikan sebagai reaksi yang diduga seorang wanita terhadap pola pelecehan fisik dan psikologis terus-menerus yang dilakukan pasangannya padanya (Walker, 1984a; 1984b). Peran seorang psikolog forensik dalam penilaian Battered Woman Syndrom yaitu dengan melakukan pemeriksaan psikologis menyeluruh yang mengeksplorasi sejarah hubungan, riwayat pelecehan, upaya untuk meninggalkan hubungan, dan perasaan wanita tentang almarhum. Pemeriksaan perlu dilakukan dengan cara yang tidak menghakimi. Selain itu, psikolog forensik dapat menjadi saksi ahli yang bertujuan untuk mencari fakta dengan perspektif lain untuk menafsirkan tindakan wanita. 

4. Child Sexual Abuse (Pelecehan Seksual pada Anak)

Kasus pelecehan seksual pada anak terus bertambah seiring berjalannya waktu tidak hanya di Indonesia melainkan di dunia. Dalam kasus terkait pelecehan seksual pada anak, seorang psikolog memiliki beberapa peran diantaranya yaitu pertama, mengevaluasi anak. Pelecehan seksual merupakan hal yang tidak mudah untuk dibicarakan bahkan bagi para orang dewasa, dan anak-anak memiliki sedikit keterbatasan dalam kemampuannya untuk menjelaskan apa yang terjadi padanya serta sulit dalam memisahkan kenyataan dan fantasi sehingga sulit dalam meminta keterangan dari korban pelecehan seksual yang merupakan anak-anak. Sehingga, psikolog klinis bertugas dalam mengevaluasi peristiwa pelecehan seksual yang dialami oleh anak melalui cara atau metode yang sesuai bagi anak anak. Metode yang seringkali digunakan oleh para psikolog klinis dan para pekerja sosial yaitu dengan menggunakan boneka dengan detail anatomi dan bahan lain sebagai tambahan untuk wawancara untuk menilai adanya pelecehan. 

Kedua, melakukan penilaian kompetensi untuk bersaksi. Ketika pihak berwenang telah menyimpulkan bahwa pelecehan seksual memang terjadi dan tuntutan dibuat, anak tersebut dapat dipanggil untuk bersaksi pada sidang pendahuluan dan persidangan. Dalam hal ini, hakim dapat berkonsultasi dengan psikolog, yang mungkin menggunakan modifikasi dari beberapa prosedur yang digunakan di pengadilan untuk orang dewasa.

Ketiga, mempersiapkan anak untuk bersaksi. Beberapa anak yang terkait dengan kasus pelecehan seringkali merasa gentar dalam melakukan face trial. Dalam hal ini, jaksa penuntut dapat meminta psikolog untuk membantu membuat anak yang gelisah menjadi berada dalam kondisi yang senyaman mungkin. Selain itu, seorang psikolog juga dapat berperan dalam mengembangkan prosedur inovatif yang bertujuan untuk  mengurangi stres ketika seorang anak bersaksi tentang pelecehan seksual.

Keempat, bersaksi sebagai saksi ahli. Dalam proses persidangan, psikolog dapat berperan sebagai saksi ahli, yaitu dengan memberikan kesaksian tentang masalah akurasi saksi mata dan sugestibilitas anak-anak. Selain itu, dalam proses penyelidikan pun psikolog dapat diminta untuk melakukan wawancara terhadap anak yang menjadi korban pelecehan untuk memastikan kebenaran dari kesaksian yang diberikan oleh anak tersebut.

Selain keempat hal diatas, seorang psikolog juga dapat berkontribusi dengan memberikan pendampingan untuk proses pemulihan anak yang menjadi korban pelecehan seksual, dan memberikan penjelasan serta bimbingan pada orangtua korban mengenai bagaimana cara memperlakukan anak tersebut kedepannya. Dilansir dari KompasTv, terdapat salah satu contoh kasus yaitu pelecehan seksual yang terjadi di kota Banjarmasin, Azizah yang merupakan seorang ahli Psikologi Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) mengatakan,

“Jadi itu untuk diberikan pemahaman dan pendampingan psikologis terkait dengan kondisi anaknya dan bagaimana memperlakukan anak kedepan agar kembangan anak, pertumbuhan psikis dan mentalnya agar kembali normal.”

5. Child Custody and Related Decisions

Perebutan hak asuh anak seringkali menjadi perdebatan bagi pasangan suami istri yang memutuskan untuk bercerai. Dalam kasus seperti ini, psikolog tidak hanya berperan dalam menjadi konselor pernikahan melainkan menjadi terapis bagi anak-anak yang mungkin mengalami trauma akibat konflik keluarga dan perceraian yang terjadi pada kedua orangtuanya. Ketika permasalahah hak asuh anak ini sudah tidak lagi diselesaikan melalui mediasi, maka hakim ketua terkadang akan meminta psikolog klinis atau konseling untuk bertindak sebagai evaluator yang ditunjuk pengadilan untuk membuat evaluasi dan kemudian merekomendasikan pengaturan hak asuh terbaik.

Kekuatan psikolog klinis atau konseling adalah "berbicara dengan anak-anak dan keluarga di bawah tekanan dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber tentang kehidupan keluarga" (Melton et al., 1997, hal. 485).

6. Improving Eyewitness Identification Producers

Dalam sebuah kasus kriminal, saksi mata memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu polisi dalam menyelesaikan kasus kriminal dan menjadi penentu penting dari hasil kasus tersebut. Meskipun begitu, kesaksian dari seorang saksi matapun menjadi penyebab paling sering dari keyakinan yang salah (Wells, 1993). Dalam hal ini, psikolog forensik dapat berperan dalam membantu polisi untuk mendapat informasi yang berguna dari saksi mata. Terlebih ketika saksi mata merupakan seorang anak-anak, maka peran seorang psikolog sangat penting untuk memperoleh informasi dari anak tersebut yang tentunya menggunakan metode yang disesuaikan dari metode-metode yang biasanya digunakan kepada orang-orang dewasa. Hal ini berkaitan dengan minimnya kemampuan anak kecil dalam menjelaskan suatu kejadian dan mungkin saja kejadian tersebut merupakan hal sensitif yang membuat anak tersebut merasa tidak nyaman, sama seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya.

7. Sexual Harrasment (Kekerasan Seksual) 

Kekerasan seksual merupakan sebuah interaksi seks yang tidak diinginkan dan membahayakan penerimanya, termasuk interaksi verbal. Kasus pelecehan dapat terjadi dimana saja baik di rumah, sekolah, tempat kerja, maupun public places. Berkaitan dengan kasus kekerasan seksual, seorang psikolog dapat berperan dalam melakukan analisis psikologis untuk mengetahui penyebab dari kekerasan seksual yang terjadi. Psikolog juga dapat menjadi saksi ahli dalam pengadilan yang membantu juri dalam membuat keputusan terkait kasus tersebut. Baik penuntut maupun pengacara pembela dapat menggunakan kesaksian dari ahli psikologi. Penuntut menggunakan kesaksian ahli untuk menghubungkan suatu teori dengan kasus, sedangkan pengacara pembela menggunakan kesaksian ahli untuk membantah bahwa suatu teori berlaku untuk kasus tersebut.

8. Death Penalty Trials and Appeals

Hukuman mati adalah suatu hukuman atau vonis mati yang dijatuhkan pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang
dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya. Biasanya digunakan untuk efek jera agar kejahatan yang serupa tidak terjadi lagi. Namun, tidak semua negara menerapkan hukuman mati pada pelaku kejahatan, sebanyak 90 negara bahkan menghapus hukuman mati untuk semua pelanggaran. Di indonesia sendiri hukuman mati seringkali menimbulkang pro dan kontra, di satu sisi beberapa pihak mendukung adanya hukuman mati agar tidak terulang lagi kejahatan yang sama di masa depan, sedangkan beberapa pihak lainnya menentang adanya hukuman mati karena mempertimbangkan hak asasi manusia yang memiliki hak untuk hidup. Terutama dikarenakan Konstitusi Republik Indonesia sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia bagi setiap warga negara.

Dalam hal ini, Psikolog forensik memiliki beberapa peran dalam menghadapi death penalty trials diantaranya yaitu pertama, psikolog dapat diminta untuk menilai kompetensi terdakwa untuk diadili. Kedua, dalam persidangan psikolog forensik dapat menjadi saksi ahli atau konsultan persidangan dan menasihati pengacara pembela tentang teori kasus yang sedang disidangkan. Ketiga, psikolog forensik dapat melakukan mitigation assesment yaitu evaluasi faktor-faktor psikologis yang dapat meringankan terdakwa yang melibatkan penilaian menyeluruh atas latar belakang terdakwa, kesehatan mental, dan keadaan pikiran sekitar waktu dugaan persidangan. Keempat, setelah vonis mati dijatuhkan psikolog forensik dapat memberikan evaluasi kompetensi eksekusi serta memberi pemahaman terhadap terdakwa mengenai implikasi vonis hukuman mati.

Referensi:

https://www.kompas.tv/article/150725/pelecehan-seksual-terhadap-anak-psikolog-korban-dan-orangtua-perlu-pendampingan-psikologis

Fulero, S. M., & Wrightsman, L. S. (2009). Forensic Psychology : Third Ed.

Ribeiro, R. A. B., & Soeiro, C. B. B. de M. (2021). Analysing criminal profiling validity: Underlying problems and future directions. International Journal of Law and Psychiatry, 74(December 2020), 101670. https://doi.org/10.1016/j.ijlp.2020.101670

Mérelle, S., van Bergen, D., Looijmans, M., Balt, E., Rasing, S., van Domburgh, L., Nauta, M., Sijperda, O., Mulder, W., Gilissen, R., Franx, G., Creemers, D., & Popma, A. (2020). A multi-method psychological autopsy study on youth suicides in the Netherlands in 2017: Feasibility, main outcomes, and recommendations. PLoS ONE, 15(8 August), 1–19. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0238031

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun