Belakangan ini Gen Z banyak diperbincangkan di media sosial. Mengapa demikian?Â
Generasi Z atau Gen Z adalah generasi yang lahir pada tahun 1997-2012, Gen Z dikenal sebagai generasi yang terampil dalam menggunakan Teknologi dan memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi. Mereka tumbuh di tengah era digital yang canggih dan serba digital. Namun, mengapa Gen Z serba salah di mata orang atau generasi yang lebih tua dari mereka? mereka disebut sebagai generasi yang paling terhubung secara digital, paling progresif, namun juga paling rentan terhadap kritik. Tapi, apakah mereka benar-benar salah atau hanya menjadi korban ekspetasi tinggi dari generasi sebelumnya? Mari kita bahas sekilas tentang Gen Z.
1. Agent of Change atau Rebel Tanpa Sebab?
Gen Z sering dianggap sebagai pembawa perubahan radikal. Dalam isu lingkungan, misalnya, mereka adalah generasi yang menggerakan gerakan seperti Fridays for future dan menggaungkan pentingnya hidup berkelanjutan. Namun, tidak sedikit yang menganggap mereka terlalu vokal atau bahkan idealis tanpa konkret.
Salahnya di mana?Â
Mungkin karena Gen Z berani mengkritik sistem atau sesuatu yang dianggap mapan. Banyak pihak merasa terganggu dengan kehadiran generasi yang secara frontal melawan tradisi dan hierarki lama.
2. Teknologi: Pedang Bermata Dua
Tidak ada yang lebih akrab dengan teknologi daripada Gen Z. Mereka lahir di tengah era internet dan tumbuh bersama media sosial. Platform seperti TikTok, Instagram, dan Twitter menjadi alat mereka untuk bersuara, berkarya, hingga menghasilkan pendapatan. Tapi, sering kali dicap sebagai "generasi rebahan" yang terlalu bergantung pada layar dan kurang menghargai interaksi langsung.
Salahnya di mana?
Kecepatan adaptasi mereka terhadap teknologi membuat generasi lain merasa "tertinggal". Namun, apakah itu kesalahan mereka? atau justru refleksi dari perkembangan zaman yang terlalu cepat?
3.  Mental Health Warrior atau Generasi Rapuh?
Berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen Z lebih terbuka membicarakan isu kesehatan mental. Mereka mengunggah kesadaran bahwa burnout, anxiety, dan depresi adalah masalah yang harus ditangani, bukan diabaikan. Sayangnya, keterbukaan ini sering disalahartikan sebagai kelemahan atau "over sensitive"Â
4. Budaya Kerja: Revolusi atau Kemalasan?
Di dunia kerja, Gen Z memprioritaskan keseimbangan hidup dan kerja (work - life balance). Mereka cenderung menghindari budaya hustle yang didambakan generasi sebelumnya. Namun, ini sering dianggap sebagai tanda kurangnya etos kerja.
Salahnya di mana?
Generasi sebelumnya mungkin sulit menerima bahwa cara kerja Gen Z tidak berbasis "Kerja keras mati-matian", melainkan "Kerja cerdas dengan hasil maksimal". Ini lebih tentang pendekatan baru yang adaptif terhadap kebutuhan zaman.
Kesimpulan: Gen Z bukan tanpa kekurangan, tetapi mereka juga bukan generasi yang harus terus disalahkan. Kritik terhadap mereka sering kali muncul dari perbedaan perspektif dan ketakutan menghadapi perubahan besar. Alih-alih terus menghakimi, dunia perlu memahami bahwa setiap generasi lahir dengan tantangan dan cara unik untuk menanganinnya.
Jadi, salah apa lagi? Mungkin tidak ada yang salah, hanya beda cara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H