Mohon tunggu...
Putri Prastiwi
Putri Prastiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi (S1) Ilmu Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perdagangan Manusia dengan Motif Prostitusi di Mata Hukum

30 Desember 2021   09:50 Diperbarui: 30 Desember 2021   10:05 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 2. Karena memang kesenangan, atau bisa dikatakan kegemarannya. Sehingga melakukan hal tersebut bukan karena motif ekonomi tetapi memang menyukai hal-hal demikian. 

3. Karena korban penculikan yang dipaksa untuk melakukan hal tersebut untuk dijadikan pencari uang atau hanya dimanfaatkan saja. Dari ketiga motif diatas, di sini akan menyoroti pada motif pertama dan kedua.

 Mengapa hanya akan menyoroti kedua motif tersebut, karena seperti yang kita ketahui PSK dalam mata KUHP dan UU PTPPO ialah memberi kedudukan PSk sebagai korban. Hal tersebut dianggap relevan jika memang seorang PSK memiliki motif nomor tiga, tetapi hal tersebut akan menimbulkan kesenjangan hukum antara motif dipaksa atau motif sukarela dalam melakukan prostitusi tersebut. Seorang PSK melakukan kegiatan prostitusi atas dasar sukarela dan kemauan sendiri, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai korban, karena mereka melaksanakan hal tersebut tanpa ada ancaman, paksaan, dan kekerasan dari orang lain. Hal ini banyak menimbulkan pergeseran norma yang sudah dianggap legal berkembang di Indonesia, yakni mengatasnamakan “korban” apabila suatu kasus prostitusi terungkap.

 Perlindungan dan kepastian hukum memang suatu hal yang diharapkan seluruh masyarakat Indonesia, akan tetapi seharusnya terdapat pengklasifikasikan agar dapat dibedakan yang memang harus dilindungi sebagai korban atau yang seharusnya mendapatkan hukuman dan sanksi. Pemberian sanksi dan hukuman bagi PSK sifatnya hanya kedaerahan, maksudnya ialah penjatuhan pidana atau sanksi hukuman kepada PSK sifatnya hanya perdaerah, jadi daerah satu dan lainnya pemberian hukuman berbeda-beda sesuai kebijakan daerah bersangkutan. Sehingga, penegakannya dianggap tidak sama rata menyeluruh. Sebagai contoh salah satu peraturan daerah yang mengatur hal tersebut:

 1. Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum di dalam pasal 42 ayat (2)

 2. Perda Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pelarangan Pelacuran.

 3. Perda Kabupaten Indramayu Nomor 7 Tahun 1999 tentang Prostitusi.

 4. Perda Kabupaten Seluma Nomor 05 Tahun 2018 tentang Larangan Prostitusi. 

5. Perda Kota Denpasar No. 1 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum. 

6. Perda Kabupaten Bandung No. 7 Tahun 2016 Tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. 

Penjatuhan hukuman khusus kepada PSK hingga detik ini belum ada menurut hukum nasional Indonesia. Seharusnya saat ini pemerintah harus melihat bahwa prostitusi semakin merebak dan menimbulkan keresahan di dalam masyarakat dengan hal itu pemerintah harus melakukan langkah strategis yakni memasukkan prostitusi ke dalam tindak pidana, baik pelaku (mucikari), PSK, maupun pengguna layanan, harus dikenai sanksi hukuman agar prostitusi di Indonesia dapat diberantas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun