Mohon tunggu...
Putri Nurwita Sari
Putri Nurwita Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Jakarta

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi 2020

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Trend Budaya Populer Konser Musik sebagai Gaya Hidup Masyarakat (Analisis Pemikiran J Baudrillard)

15 Juni 2023   22:00 Diperbarui: 15 Juni 2023   22:09 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

(oleh Putri Nurwita Sari, Mahasiswa Prodi Pendidikan Sosiologi B 2020, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta)

Dalam kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan oleh keberadaan budaya. Kebudayaan merupakan hasil dari usaha masyarakat, dan berkembang tidaknya suatu kebudayaan ditentukan oleh masyarakat itu sendiri, karena bergantung pada bagaimana usaha mereka untuk menciptakan dan mempertahankan suatu kebudayaan. 

Dalam hal ini artinya kebudayaan dilihat sebagai suatu hal yang dinamis dalam perubahan sosial. Masuknya era globalisasi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mempermudah aktivitas dan hubungan interaksi yang menyebabkan terjadinya perubahan budaya populer hingga perubahan gaya hidup pada masyarakat modern. Budaya populer semakin berkembang dengan adanya dorongan perkembangan media massa dan terjadinya fenomena globalisasi yang semakin mempermudah masuknya budaya luar ke Indonesia. Fenomena budaya populer ini telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari musik, tarian, gaya hidup, iklan, film, sistem belajar, makanan, fashion, dan lain sebagainya.

Pada tahun 2020 silam dunia dikejutkan dengan munculnya virus covid-19 yang menyerang hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kompleksnya aktivitas manusia diperparah dengan penyebaran virus yang terjadi begitu cepat melalui pernapasan membuat tingginya peningkatan jumlah pasien covid-19. Menindaklanjuti permasalahan tersebut karena menimbulkan keresahan yang mengancam nyawa masyarakat, pemerintah pun mengeluarkan kebijakan social distancing. Dimana segala bentuk aktivitas masyarakat dilakukan di rumah, mulai dari kegiatan pekerjaan, pembelajaran, ditutupnya pusat perbelanjaan hingga pusat hiburan. Seperti halnya dengan konser yang juga turut vakum dalam kegiatan aktivitasnya.

Terjadinya pandemi covid-19 membuat konser beralih menjadi diselenggarakan secara online. Tentunya keadaan seperti ini mengurangi euforia dari keseruan konser itu sendiri, karena terbatas oleh layar kaca. Namun masa pandemi covid-19 telah berhasil dilewati selama kurang lebih dua tahun dan saat konser musik kembali diadakan di berbagai daerah. Masyarakat Indonesia pun sangat antusias menyambut kehadiran konser musik. Tingginya antusias masyarakat dapat digambarkan sebagai selebrasi untuk merayakan kebebasan setelah jenuh menghadapi masa pandemi yang membuatnya hanya di rumah saja.

Budaya populer yaitu budaya yang disukai secara luas atau disukai oleh banyak orang (John Storey, 2009: 6). Musik menjadi media hiburan yang dapat dipadukan dengan berbagai bidang seni lainnya. Industri bisnis memainkan peran yang krusial dalam membentuk selera konsumen yang melahirkan produk kebudayaan baik berupa barang ataupun jasa dengan dukungan strategi pemasaran. Adanya manajemen industri musik yang matang dalam hal melakukan perencanaan ini membuat musik menjadi produk budaya populer yang kemudian dikomunikasikan kepada masyarakat secara luas melalui penerbitan rekaman hingga menggelar konser musik.

Saat ini konser musik telah menjadi produk budaya populer, hal ini berkaitan dengan secara tidak sadar masyarakat terkonstruksi dengan masalah keseharian yang dapat dinikmati oleh semua orang di berbagai kalangan mulai dari anak muda maupun orang tua. Melalui konstruksi budaya ini membuat konser musik menjadi diadopsi karena menampilkan unsur hiburan yang akhirnya menjadi suatu gaya hidup. Maka dari itu tulisan ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana konser musik sebagai produk budaya populer dapat mengkonstruksi gaya hidup masyarakat modern.

Pengaruh globalisasi yang memberikan kemajuan terhadap perkembangan teknologi dan informasi telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari munculnya fenomena konser musik yang menjadi trend di kalangan masyarakat secara global sebagai dampak dari kemajuan penggunaan teknologi dan informasi. 

Pasalnya jika kita membuka media sosial seperti Instagram, Twitter, maupun Tiktok terdapat beragam informasi tentang konser musik, mulai dari jadwal diselenggarakannya, lokasi, biaya, hingga bintang tamu yang akan menjadi guest star dalam konser tersebut. Dalam konser musik saat ini berbagai genre musik turut ditampilkan mulai dari Pop, Rock, lagu barat, lagu Korea, hingga koplo atau dangdut.

Analisis terkait dengan fenomena konser musik ini akan dikaitkan dengan pemikiran postmodernisme dari Jean Baudrillard. Ia merupakan seorang sosiolog, filsuf, dan juga pakar teori kebudayaan asal Prancis. Baudrillard mengatakan bahwa kita telah mencapai tahap perkembangan sosial dan ekonomi yang tidak mungkin memisahkan bidang ekonomi dengan bidang ideologi atau budaya, karena artefak, lukisan, ilustrasi, representasi, bahkan perasaan dan kondisi psikis telah menjadi bagian dari basis ekonomi (Connor, 1989 dalam Joy Storey, 2009: 186). 

Produk kebudayaan yang ditawarkan dalam konser musik diantaranya yaitu lagu-lagu yang menyiratkan isi hati para anak muda jaman sekarang, disamping itu dalam konser musik ini tercipta euforia bagi para penonton karena bisa bernyanyi bersama idolanya secara langsung. Saat ini genre musik yang diminati oleh masyarakat tidak hanya Pop atau rock saja tetapi juga berkembang pula lagu-lagu berbahasa Jawa yang ternyata mendapat sambutan yang meriah dari berbagai kalangan. 

Besarnya perkembangan musik yang semakin mengglobal membuat banyak talenta-talenta muda bermunculan. Selain itu saat ini banyak sekali penyanyi yang digemari oleh masyarakat, yaitu seperti Rossa, Tulus, Kahitna, Lyodra, Tiara Andini, Ardhito Pramono, Juicy Luicy, Feel Koplo, Guyon Waton, Happy Asmara, Deni Caknan, NDX AKA, dan lain sebagainya. Dalam hal tersebut artinya melalui konser musik yang semakin bervariasi genre musiknya secara tidak langsung telah menjadikan nilai budaya Jawa, Indonesia atau barat dan Korea menjadi memiliki nilai ekonomi karena dapat membuka peluang produktivitas bagi masyarakat.

Bagi Baudrillard tidak ada objek yang memiliki nilai esensial, tetapi nilai guna itu sendiri ditentukan melalui pertukaran (Barker dan Jane, 2016: 177). Hal tersebut artinya membuat makna kultural suatu barang menjadi lebih berarti daripada nilai tenaga kerja atau kegunaannya.

Konser musik menjadi budaya populer yang dirasakan pengaruh kebudayaannya di Indonesia. Terdapat banyak sekali konser musik di Indonesia seperti Jakarta Fair, Berdendang Bergoyang, Pasar Musik, Sound Project, Java Jazz Fest, dan lain sebagainya yang tidak hanya diselenggarakan di Jakarta saja, tetapi juga setiap daerah. Kemudian konser musik ini tidak hanya menampilkan guest star dari Indonesia saja, tetapi penyanyi atau grup musik dari luar juga turut mewarnai konser musik di Indonesia. Seperti belum lama ini boyband dan girlband dari Korea yaitu NCT Dream dan Blackpink telah mengadakan konser di Indonesia selama beberapa hari.

Konser musik sebagai budaya populer ini dapat didefinisikan sebagai budaya komersial yang diproduksi secara massal. Dikatakan sebagai budaya komersial karena konser musik ini menjadi suatu produk kebudayaan yang tidak hanya memiliki nilai hiburan yang tinggi tetapi juga membutuhkan biaya yang cukup besar. Untuk konser musik guest star dari Indonesia sendiri membutuhkan biaya mulai dari Rp 50.000,- sampai Rp 400.000,-. 

Sedangkan untuk konser musik yang diadakan oleh artis dari luar negeri bisa membandrol harga mulai dari Rp 2 juta sampai Rp 11 juta, harga tersebut tergantung pada tipe tempat duduk yang dipilih. Walaupun dijual dengan harga yang sangat fantastik tetapi masyarakat Indonesia sangat antusias dengan konser musik tersebut. Hal ini dapat dilihat pada konser musik yang akan diadakan oleh grup musik rock asal Inggris yaitu Coldplay pada bulan November mendatang yang tiketnya sudah habis terjual dalam hitungan menit.

Tingginya antusias masyarakat terhadap penyelenggaraan konser musik menggambarkan bahwa konser musik ini memiliki nilai sosial dan komersial yang tinggi. Dalam pandangannya Baudrillard ini bagian yang lebih besar adalah konsumsi tanda yang melekat pada pertumbuhan komoditas kebudayaan, pemanfaatan celah pasar, dan pencapaian gaya hidup. Hal ini disebut dengan pasca modernisasi sebagai hiper komodifikasi dan hiper diferensiasi. Dimana seluruh ranah kehidupan dipenetrasi oleh komodifikasi. 

Konsumsi terhadap aspek kehidupan tidak lagi lebih sebagai objek tetapi telah berubah menjadi objek konsumsi yang memiliki komoditi. Hal ini juga didorong dengan tumbuhnya budaya negatif di kalangan masyarakat khususnya anak muda, yaitu Fear Of Missing Out (FOMO) sebuah rasa takut ketinggalan dengan trend tertentu atau tidak mau dibilang kurang update. Saat ini media sosial tidak lagi digunakan untuk membagikan informasi tetapi telah mengarah pada flexing.

Sehingga banyak anak muda yang ingin dibilang gaul karena selalu mengikuti trend yang sedang viral. Selain itu banyak masyarakat yang secara cuma-cuma membeli merchandise dari bias idolanya, mulai dari harga ratusan ribu hingga puluhan juta. Padahal jika dilihat dari segi kegunaannya seperti membeli merchandise KPop tidak memiliki nilai kegunaan yang tinggi, tetapi mereka tetap membeli karena adanya unsur budaya Korea.

Keberhasilan masyarakat dalam membeli komoditi melalui pandangan Baudrillard ini memiliki nilai tanda yang memberikan prestise dan menandakan nilai sosial, status dan kekuasaan. Hal ini dapat dapat dilihat dari kemampuan mereka dalam membeli tiket konser dengan harga yang cukup fantastis. Dengan demikian konser musik sebagai budaya populer ini secara tidak langsung telah melahirkan sebuah kedudukan dalam kehidupan masyarakat.

Melalui penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan zaman telah membawa masyarakat kepada suatu munculnya trend-trend baru dalam kehidupan. Saat ini konser musik menjadi budaya populer yang ramai diperbincangkan oleh masyarakat. Konser musik menjadi tempat untuk melepaskan penat setelah melakukan berbagai aktivitas. Pada akhir pekan banyak masyarakat yang berbondong-bondong untuk menghadiri konser musik di sekitar tempat tinggalnya. Namun saat ini tidak banyak juga anak muda yang terperangkap dalam sikap negatif, yaitu FOMO atau tidak mau tertinggal dengan trend yang sedang viral.

Dimana banyak anak muda yang menghadiri konser musik hanya karena gengsi dan hanya sekedar untuk update story di media sosial untuk memenuhi nilai estetika. Walaupun setiap orang memiliki hak untuk melakukan kegiatan yang disukai tetapi jangan sampai anak muda jaman sekarang kalah dengan gengsinya. Dari pada mengedepankan gengsi lebih baik uang untuk mengikuti konser tersebut digunakan untuk keperluan yang lebih penting serta melakukan hal-hal positif lainnya. 

DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih, G. 2018. Konstruksi Gaya Hidup Melalui Musik sebagai Produk Budaya Populer. Jurnal Komunikasi dan Bisnis, 6(2).

Barker, Chris, dan Emma A. Jane. 2016. Cultural Studies: Theory and Practice. SAGE Publications.

Storey, John. 2009. Cultural Theory and Popular Culture: An Introduction, Fifth Edition. Pearson Longman: England.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun