Mohon tunggu...
Putri Nur Indah Pratiwi
Putri Nur Indah Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Ayam kampung.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cinta yang Tidak Dikenal

16 Mei 2016   00:21 Diperbarui: 23 Mei 2016   19:42 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mengetahui nomor handphone-nya. Ya, surprisingly. Aneh? Tentu tidak. Saya mendapatkannya dari ask.fm-nya. Ya, lagi-lagi saya membaca ask.fm-nya. Saya tidak tahu kenapa saya bisa sebegini penasarannya kepada seorang yang bahkan tidak saya ketahui siapa dan belum pernah saya temui sebelumnya. Namun, untuk nomor handphone ini, saya temukan secara tidak sengaja. Beliau memang tidak menampilkan secara langsung nomor handphone-nya. Namun, Beliau menampilkan sebuah tiket yang di-upload, yang mana tertulis data diri beserta alamat si pemilik tiket. Yang terlihat pada tiket memang hanya nama si pemiliknya, selebihnya di-edit dengan coretan. Namun pada bagian nomor handphone, Beliau tidak mengedit nomor handphone-nya dengan baik, sehingga bisa ditebak dengan mudah. Bahkan saya hanya butuh sekian detik untuk menerka-nerka nomor handphone-nya dan ternyata itu benar. Terbukti dengan munculnya profile picture-nya di What'sApp saya. Walaupun profile picture-nya bukan wajah aslinya, tapi saya meyakini kalau itu memang benar nomornya beliau.

Lantas, apakah saya menghubunginya?

Apakah saya mengirimi Beliau sebuah pesan?

Saya tidak seberani itu. Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya orang kecil yang tidak sebanding dengannya. Di mata saya, Beliau adalah orang 'besar', orang berkelas, dan orang sibuk. Sedangkan saya? Siapalah saya ini. Saya hanya tenaga medis biasa yang lahir dari keluarga yang tidak berkelas. Ibu saya seorang Ibu Rumah Tangga dan Bapak saya seorang pensiunan Karyawan Swasta. Bahkan, untuk pendidikan pun saya hanya mengandalkan beasiswa dan bertahan sekuat mungkin agar beasiswa saya tidak dicabut dan kontrak kerja saya juga tidak dihentikan. Kehidupan saya tidak seperti Beliau. Saya takut kalau saya tidak bisa mengimbangi Beliau. Toh, Beliau juga tidak mungkin menoleh ke arah saya.

Saya jadi teringat dengan kisah teman perempuan saya, sebut saja Mawar (nama samaran), yang pada tahun 2015 lalu juga mengalami kisah yang sama seperti saya.

Si Mawar ini adalah seorang Dosen di bidang Kesehatan. Beliau minta dijodohkan dengan seorang Dokter di salah satu Rumah Sakit Swasta cabang Bekasi Timur. Kala itu, saya termasuk ke dalam orang yang ikut membantu menjodohkan Beliau dengan si Mas Dokter. Saya dan teman-teman berusaha semampunya untuk mencari info sana-sini, mencari tahu nomor handphone-nya, dan ternyata... dapat!

Saya juga termasuk ke dalam orang yang menyerukan si Mawar untuk me-What'sApp si Mas Dokter supaya bisa mengenal lebih jauh. Namun Mawar merasa takut dan tidak percaya diri, persis seperti yang saya rasakan sekarang. Akhirnya saya merasakan apa yang Beliau rasakan dulu.

Saya bahkan bercerita kepada Beliau lewat What'sApp kalau saya sekarang juga merasakan apa yang dulu Beliau rasakan. Tanpa saya tanya pun, Beliau langsung mengatakan,

"Jangan kayak saya yah."

"Punya WA dr. (menyebut nama) tapi disimpan doang."

"Pengin dimodusin tapi bingung modus apa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun