Oleh karena itu, Asosiasi LBH Apik Indonesia di dalamnya pun ikut mendesak DPR RI untuk mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan memasukkannya dalam prioritas Prolegnas 2021. Pengurus LBH Apik Indonesia Asnifriyanti Damanik mengatakan banyak fakta terungkap bahwa kekerasan seksual kerap terjadi di mana saja dan kapan saja termasuk dalam lingkup terdekat seperti di keluarga, lingkungan pendidikan, tempat kerja, dan lainnya.
Keberanian penyintas atau korban dalam menyuarakan kasus kekerasan seksual yang menimpanya patut didukung kuat karena bukan suatu hal yang mudah dalam menyuarakan pengalaman mereka ketika mengalami kekerasan, setelah terjadi kekerasan, dan ketika mencoba menggapai keadilan melalui system hukum yang ada.
Hanya saja, baik korban maupun pendamping masih menemui berbagai hambatan dalam penanganan kasus, terutama system hukum yang dinilai masih belum berpihak pada korban. Payung hukum perlu jelas untuk dilaksanakan karena Kitab Undang-Undang Hukm Pidana (KUHP) dinilai belum mengakomodir bentuk-bentuk kekerasan seksual secara seluruhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H