Cermin Diskriminasi
Di sisi lain, istilah "aura maghrib" juga bisa jadi cermin diskriminasi. Di beberapa budaya, kulit gelap sering dihubungin sama hal-hal negatif. Banyak yang ngerasa, punya kulit gelap tuh nggak cantik atau nggak menarik. Ini jelas nggak bener dan nggak adil.
Setiap warna kulit itu unik dan punya keindahan sendiri-sendiri. Diskriminasi berdasarkan warna kulit ini sering disebut colorism, dan ini bisa bikin orang jadi nggak percaya diri dengan kulit alaminya.
Mengubah Narasi
Kita perlu ubah cara pandang kita terhadap istilah ini. Daripada jadi bahan ejekan, kenapa nggak kita jadikan istilah ini sebagai pujian? Mari kita apresiasi keindahan kulit gelap dan tan skin.
Kita bisa mulai dengan ngerayain keberagaman warna kulit, mendukung mereka yang bangga dengan kulitnya, dan ngasih pujian yang tulus.
***
Jadi, "aura maghrib" bisa dilihat dari dua sisi: sebagai refleksi kecantikan alam atau cermin diskriminasi. Semua tergantung gimana kita memaknainya.
Yuk, kita jadi generasi yang menghargai semua warna kulit dan menghilangkan stigma negatif soal kulit gelap. Karena pada akhirnya, kecantikan itu nggak bisa diukur dari warna kulit, tapi dari rasa percaya diri dan bagaimana kita menghargai diri kita sendiri.
Semoga artikel ini bisa membuka mata kita semua tentang pentingnya menghargai setiap keindahan yang ada, termasuk warna kulit. Share artikel ini biar lebih banyak orang yang sadar dan mengubah cara pandang mereka terhadap istilah "aura maghrib"!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI