Mohon tunggu...
Putri Mutias
Putri Mutias Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang

Ilmu politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosiologi Politik Gerakan Sosial dan Pengaruhnya bagi Perlawanan

18 April 2024   11:00 Diperbarui: 18 April 2024   12:31 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

STATE OF THE ARTSTUDI GERAKAN SOSIAL

Sebagaimana yang telah diperdebatkan dikalangan teoritisi, bahwa gerakan sosial terdiri dari individu-individu dan interaksi di antara anggota suatu masyarakat. Pendekatan pilihan rasional (rational choice) menyadari akan hal ini, tetapi versi mereka memperhitungkan individu sebagai yang abstrak untuk menjadi realistis.  

Pendekatan pragmatisme, feminisme, dan yang terkait dengan berbagai tradisi yang mendorong lahirnya studi tentang aksi-aksi individu (individual action)dan aksi-aksi kolektif (collective action) sejak tahun 1960-an, yakni penelitian tentang perlawanan (social resistence), gerakan sosial (social movement) dan tindakan kolektif (collective behavior) berkembang di bawah inspirasi dari teori-teori besar .

Pada awal abad ini paradigma-paradigma tersebut telah mencapai titik batas kulminasi, oleh karena sejumlah alasan mendasar termasuk perubahan sejarah yang terjadi, akumulasi~ketidakmampuan dan kekacauan, keberpihakkan terhadap pendekatan yang bersifat metaforis, sehingga mengakibatkan kurangnya semangat untuk segera mengembangkan teori itu pada tingkat atau level yang lebih jauh.

Pokok persoalan dalam tradisi klasik adalah bahwa studi perilaku kolektif lebih fokus pada perilaku kelompok kerumunan yang disebut crowd. Crowd merupakan kolektivitas massa yang liar, haus darah, dan rasional dalam berbagai tindakan seperti kerusuhan, huru-hara, keributan, kerisauan, dan pemberontakan. Studi ini dilakukan oleh psikolog sosial Barat dan sejarawan sebelum tahun 1950an.

Negara negara  rezim yang lahir dari gerakan sosialisme yaitu  Aliansi Sumbuh, yang terdiri dari rezim-rezim fasisme di Jepang, Italia, dan Nazi Jerman. Ekonomi kapitalis dipadukan dengan negara aktivis dan represif.

kekuatan yang menjadi ciri khas satu paradigma adalah bahwa perspektif tersebut mampu melihat persoalan mengapa dan bagaimana individu-individu menggabungkan diri dalam sebuah gerakan, dan pada ciri-ciri khas yang membedakan individu-individu yang terlibat pada sebuah gerakan dari mereka atau individu lain yang tidak terlibat dalam gerakan itu.

Kekuatan-kekuatan kultural menjadi lebih riil dan dapat diteliti secara empiris takala mereka dialih bentukan ke dalam motivasi, predisposisi, dan kecendrungan pribadi sehingga membentuk sebuah gerakan sosial. Dalam konteks itu, maka paradigma ini juga mampu menunjukan bahwa sistem kepribadian dan unsur-unsur yang berhubungan dengannya, merupakan elemen mendasar yang berkorelasi dengan motivasi, perilaku,keyakinan, dan predisposisi individu. Konsistensi ini terus bertahan lintas waktu dan lintas peran-peran sosial.

Kelemahan perspektif ini secara substansial adalah, menggeneralisasi setiap perilaku individu yang terlibat dalam sebuah gerakan sebagai ciri-ciri perilaku yang sama yang hanya disebabkan oleh emosi dan kemarahan. Emosi dan kemarahan dipahami selalu berujung pada tindakan yang tidak stabil dan kacau.

Kelemahan dari perspektif ini menggambarkan bahwa gerakan tersebut seringkali tidak memiliki arah, tujuan, atau motivasi yang jelas. Biasanya, gerakan hanya bertujuan untuk merevolusi tatanan politik yang ada. Tujuan dan motivasi dalam gerakan seringkali bersifat sesaat, digunakan untuk meluapkan emosi dan kemarahan negatif para individu dalam gerakan.

Sejumlah gerakan tertentu telah membawa pergeseran dalam fokus analisis teori gerakan sosial. Aliran-aliran pemikiran di antara elite politik dan kebudayaan umumnya juga menghasilkan pemahaman bahwa pembaharuan itu sah dan rasional.

Aktivisme yang menuntut pelayanan negara terhadap kepentingan masyarakat (welfare state activism) di Eropa, gerakan masyarakat raya (great society), dan program memerangi kemiskinan (war on poverty) yang dicanangkan oleh pemerintahan John F. Kennedy dan Lindon B. Johnson di Amerika Serikat pada awal dekade tahun 1960-an turut menciptakan iklim pembaruan.

Aliran pemikiran kalangan sosialis mempengaruhi perspektif gerakan sosial.

Pemikiran sosialis disebarkan melalui media ilmiah seperti jurnal populer.

Media seperti New Left Review dan Monthly Review memainkan peran penting.

Aktivitas intelektual menjadi pencetus teori gerakan sosial.

Upaya menciptakan legitimasi bagi gerakan sosial terjadi pada saat itu.

Konsep ini membahas serangkaian even yang melibatkan kekerasan aktual atau ancaman, seperti revolusi, perang gerilya, penentangan, kerusuhan, dan kudeta. 

Gurr mengklasifikasikan kekerasan politik ke dalam tiga kategori besar yaitu sbb: 

Huru-hara adalah kekerasan yang relatif spontan dan tak terorganisir, melibatkan partisipasi umum yang besar, termasuk pemogokan politik, kerusuhan, benturan politik, dan penentangan lokal.

Konspirasi adalah kekerasan politik yang sangat terorganisir, dengan keikutsertaan yang terbatas, termasuk pembunuhan politik secara terorganisir, terorisme skala kecil, perang gerilya skala kecil, kudeta, dan pergolakan.

Perang domestik adalah kekerasan politik yang sangat terorganisir, melibatkan partisipasi massa yang luas, dirancang untuk menggulingkan rezim yang berkuasa atau meruntuhkan negara dengan menggunakan kekerasan secara ekstensif, termasuk terorisme berskala besar, perang gerilya, dan revolusi.

Komponen-komponen yang lebih bersifat psikologis, ideologis, dan prosesual termasuk keyakinan yang tergeneralisasi, kepemimpinan, komunikasi, dan insiden-insiden pemicu.

Collective movements are seen as an extension of traditional political actions, with actors engaging rationally based on their interests. Organizations and movement "entrepreneurs" play a crucial role in mobilizing collective resources for action. These movements are considered a normal part of the political process, with research focusing on obstacles, incentives, resources mobilized, links with allies, tactics used, and outcomes. Studies aim to evaluate the costs and benefits of participating in social movement organizations.

Pada dasarnya, mobilisasi sumber daya adalah gerakan kolektif yang merupakan perpanjangan dari aksi politik konvensional. Para aktor yang terlibat bertindak secara rasional, mengejar target dan kepentingan mereka. Gerakan "pengusaha" organisasi memiliki peran penting dalam mobilisasi sumber daya kolektif yang dibangun dalam tindakan.

Gerakan ini dianggap sebagai bagian dari proses politik yang normal. Gerakan tersebut menekankan hambatan-hambatan eksternal dan mencari peluang yang menguntungkan organisasi. Gerakan ini juga memformulasikan potensi sumber daya untuk dimobilisasi, memperluas jaringan gerakan sosial pada sekutu elit mereka, serta menggunakan berbagai taktik atau strategi untuk mengontrol atau menggabungkan tindakan kolektif. 

Tujuan dari gerakan ini adalah mencapai hasil yang diinginkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun