Beberapa orang mungkin mengeluhkan kehidupannya yang sering diliputi perasaan negative seperti, kekecewaaaan, kesedihan, kedukaan, bahkan dalam kesehariannya diwarnai dengan afek depresif serta cenderung kurang puas dengan kehidupannya dan memiliki hubungan interpersonal kurang baik dengan orang lain. Apabila kita mengalami hal demikian bisa diperkirakan bahwa hidup kita kurang sejahtera secara subjektif.
- Kesejahteraan secara subjektif ditentukan oleh bagaimana seseorang menilai kondisi atau peristiwa yang dialami. Diener, Suh, Lucas, & Â Smith (1999), dalam mencapai suatu kesejahteraan tergantung dari cara seseorang menilai dan memaknai suatu kondisi atau peristiwa yang dialami. Oleh sebab itu apabila seseorang memiliki kesejahteraan subjektif rendah berarti cenderung memandang negatif kehidupan dan kurang melihat sisi positif atau karunia yang diperoleh serta sering merasakan emosi negatif.
- Graham, Furr, Flowers & Burke (2001) mengungkapkan agama memiliki peran yang sangat penting dalam mengatasi stres. Agama merupakan  terapi untuk mengatasi situasi-situasi yang penuh tekanan di dalam hidup seseorang.  Menurut Bono, Emmons & McCullough (2004) menyatakan dengan bersyukur atau berpikir positif terhadap karunia, seseorang akan memperoleh ketenangan pikiran, kebahagiaan dalam hidup, kesehatan fisik yang sehat serta akan mendapatkan hubungan interpersonal yang memuaskan. Selanjutnya Makhdlori (2007) mengungkapkan syukur merupakan salah satu penentu kesejahteraan subjektif seseorang, dengan bersyukur seseorang akan memperoleh ketenangan dan tidak panik ketika menghadapi suatu permasalahan.
Menurut Clore (dalam McCullough dan Emmons, 2003) bersyukur adalah membiasakan diri untuk berpikir positif atas karunia dan berperilaku positif sebagai balasan dari rasa terima kasih pada sumber yang mendatangkan karunia atau kebaikan tersebut.Â
Menurut Peterson dan Seligmen (dalam Uyun & Trimulyaningsih, 2015) bersyukur  dapat dilakukan secara personal dan transpersonal. Bersyukur secara personal yaitu berterimasih yang ditujukan kepada orang lain yang telah memberikan kebaikan. Sementara bersyukur  secara  transpersonal yaitu ungkapan terimakasih kepada Tuhan atau pada kekuatan yang lebih tinggi.
Lalu bagaimana cara kita bersyukur?
 (1) Mengenali pikiran yang mendukung rasa berterima kasih atas karunia,
Melatih diri untuk membiasakan diri berpikir positif tentang karunia yang selama ini diperoleh baik secara transpersonal maupun personal yaitu dengan mengidentifikasi pikiran atau pengalaman kurang menyenangkan, kemudian berusaha mencari alternatif pemikiran positif yang lebih rasional dengan mampu mengambil hikmah atas suatu peristiwa. Tujuannya agar  mampu berpikir positif terhadap kehidupannya atas kebaikan atau karunia yang diperoleh.
(2) Mengaplikasikan perasaan berterima kasih atas karunia melalui perilaku yang nampak dengan membuat jurnal terima kasih atas karunia, yaitu dengan membuat jurnal terima kasih atas karunia dengan cara menghitung dan mendiskripsikan karunia setiap hari selama 7 hari. Menuliskan 3-5 karunia setiap harinya. Tujuannya, yaitu agar mampu berperilaku positif dengan mengingat dan merinci kebaikan atau kejadian yang menyenangkan dalam kesehariannya.
 (3) Mencari sumber pemberi karunia (baik sumber transpersonal maupun personal),
menuliskan siapa saja yang telah memberikan karunia baik secara transpersonal maupun personal. Â Tujuannya, Â yaitu agar mampu berperilaku positif dengan mencari dan menemukan sumber yang memberikan kebaikan yang diperoleh tersebut
(4) Mengungkapkan rasa berterima kasih atas karunia pada sumber pemberi karunia (baik secara transpersonal maupun personal). Secara transpersonal dengan cara memuji Allah sebagai pemberi karunia yaitu melakukan relaksasi dzikir serta secara personal dengan cara menuliskan ucapan terimakasih kepada orang-orang yang telah memberikan karunia (sebagai refleksi ucapan terimakasih). Tujuannya, yaitu agar mampu berperilaku positif dengan  mengungkapkan rasa terima kasih pada sumber yang memberikan kebaikan baik lisan maupun tulisan.
DAFTAR PUSTAKA
Bono, G., Emmons, R. A., & McCullough, M. E. (2004). Gratitude in practice and the practice of gratitude. In P. A. Linley & S. Joseph (Eds.), Positive psychology in practice (pp. 464-481). New Jersey: Â John Wiley and Sons.
Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Â Smith, H. L. (1999). Subjective well being-three decades of progress. Psychological Bulletin, 125(2), 276-302
Emmons, R. A., & McCullough, M. E. (2003). Counting blessings versus burdends: An experimental investigation of gratitude and subjective well-being in daily life. Journal of Personality and Social Psychology, 84(2), 377-389. doi:10.1037/0022-3514.84.2.377
Graham, S., Furr, S., Â Flowers, C., Â & Burke, M. T. (2001). Religion and spirituality in coping with stress. Journal of Counseling and Values, 46. Greenglass, E. R. Proactive Coping, Work Stress and Burnout
Makhdlori, M. (2007). Bersyukurlah maka engkau akan kaya. Jogjakarta: Diva Press.
Uyun, Q., & Trimulyaningsih, N. (2015). Kebersyukuran dan kesehatan mental: studi meta-analisis. Jurnal Psikologi Klinis Indonesia, 1(1), 43-57.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H