Mohon tunggu...
Putri Harum Mahardika
Putri Harum Mahardika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Manajemen di Universitas Pendidikan Indonesia, Penulis

Seorang mahasiswa jurusan Manajemen tahun ketiga di Universitas Pendidikan Indonesia, merupakan penulis yang aktif dalam kepenulisan puisi, dan menyuarakan isu sekitar melalui analisis dan riset mini.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Covid-19 Bencana Dunia: Bumi Sudah Tua atau Dosa Ekologis Manusia?

19 November 2023   19:23 Diperbarui: 19 November 2023   19:26 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

COVID-19 Bencana Dunia : Bumi Sudah Tua, atau Dosa Ekologis Manusia? 

(Oleh : Putri Harum Mahardika) 

 

     COVID-19 atau yang kerap kita sebut "virus corona" sudah menjadi suatu pandemi (menjadi bencana dunia), Ini dikarenakan penyebarannya yang begitu cepat dan meluas, yang saat ini sudah menginfeksi 3 juta orang diseluruh dunia. Jika penularan HIV-AIDS menggunakan beberapa media seperti jarum suntik, infus, dain cairan tubuh, tidak demikian dengan COVID-19 ini. Bahkan, virus ini menempel pada setiap benda yang telah bersentuhan dengan pasien positifnya.

     Virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan ini, jelas berdampak besar dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Salah satu kekhawatirannya adalah belum ditemukannya obat atau vaksin untuk membunuh virus berbahaya ini. Virus yang menyerang paru paru makhluk hidup ini, telah menyerang 185 negara di dunia. Salah satu dampak yang jelas terasa adalah dalam bidang perekonomian, Bahkan, IMF menyatakan bahwa dunia harus bersiap menghadapi perekonomian yang hancur dalam skala besar setelah terjadinya The Great Depression di dunia pada 1929-1933 silam.

    Penyebaran COVID-19 yang luas ini, membuat banyak negara melakukan Lockdown (penutupan akses masuk dan keluar) pada wilayah negaranya yang diawali dengan Tiongkok pada 23 Januari lalu. Tanah air kita tercinta pun turut terdampak virus ini, diawali dengan seorang guru dansa (WNI) yang berdansa dengan teman dekatnya (WNA Jepang) pada 14 Februari lalu. Kemudian, pada Maret lalu, pemerintah kita menyatakan status untuk bersiap dalam menghadapi virus ini.

   Saat ini, sudah ada 599 ribu orang yang terinfeksi virus ini di tanah air kita. Inilah yang membuat pemerintah kita dengan sigap membuat peraturan seperti "Physical Distancing", Larangan Mudik, bahkan penutupan bandara, pelabuhan, dan kereta api. Pemerintah bahkan memperpanjang masa darurat untuk belajar di rumah hingga Januari 2021. Jelas, kerugian yang ditimbulkan sudah sangat besar, bahkan mencapai 4.962 Triliun.

  Lantas, yang menjadi pertanyaan kita adalah ada apa dengan dunia ini? Kapan ini semua akan berakhir? Apa penyebab ini semua terjadi? 

 Maka, ini jelas harus kita renungi. Terlalu tamakkah kita selama ini hingga bumi pun lelah menghadapi kelakuan semena mena kita ini?

  Ini jelas menjadi salah satu evaluasi dalam diri saya. Jelas, saya melihat bahwa sebelum adanya virus ini, lingkungan kota saya, kotor, pengap, dan berdebu karena polusi yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Belum lagi sampah yang berserakan dimana mana. Namun, seringkali dari kita tidak menyadari bahwa kita sudah merusak semesta ini separah sekarang. 

 "Dosa Ekologis" inilah yang layak kita sebut sebagai penyebab terjadinya semua ini.

"Sejauh kita semua menyebabkan kerusakan ekologis kecil", kita dipanggil untuk mengakui "kontribusi kita, kecil atau besar , kepada luka-luka dan kerusakan alam ciptaan ".  Ia sudah berulang kali menyatakan ini dengan tegas dan meyakinkan, sambil menantang kita untuk mengakui dosa-dosa kita terhadap dunia ciptaan: "Bila manusia ... menghancurkan keanekaragaman hayati ciptaan Tuhan; bila manusia mengurangi keutuhan bumi dengan menyebabkan perubahan iklim, dengan menggunduli tanah dari hutan alamnya atau menghancurkan lahan-lahannya yang basah; bila manusia mencemari perairan di bumi, tanahnya, udaranya, dan hidupnya -- semuanya ini adalah dosa ". --Ensiklik Laudato Si-

  Namun, sadarkah kita dengan keadaan saat ini, kehidupan menjadi berjalan dengan begitu harmonis. Awan menjadi lebih jernih dari biasanya, langit menjadi lebih biru dari sebelumnya, senja terlihat begitu jingga disbanding sebelumnya. Saya juga melihat berita dimana hewan hewan terlihat lebih bahagia dan mau muncul di sekitar kita untuk menikmati lingkungan yang selama ini kita gunakan dengan semena mena sehingga tanpa kita sadari, mereka pun turut terusir dari "rumah" tempat mereka tinggal.

  Nah, barulah saat ini semua terjadi, secara sadar maupun tidak sadar, kita pun mulai merubah pola hidup kita menjadi lebih baik. Barulah, kita mulai meninggalkan junk food dan mulai memakan sayuran dan makanan sehat lainnya untuk mencegah virus corona masuk ke dalam tubuh kita. Kita pun mulai menyadari betapa pentingnya menjaga kebersihan diri maupun lingkungan sekitar kita. 

 Seperti yang sudah saya bilang tadi, kehidupan berjalan dengan baik dan harmonis, ini jelas terlihat saat kita mulai rajin mencuci tangan, menyapu, mengepel, membersihkan tubuh kita, ,memperhatikan asupan yang masuk ke dalam tubuh kita, dan juga "Tuhan" jelas muncul nyata dalam keadaan saat ini dari dalam diri kita. Ini terlihat dari bagaimana kita menjadi manusia yang jauh lebih peduli akan keadaan sekitar kita, kita menjadi lebih sering menonton berita untuk mengetahui keadaan di dunia luar, kita menjadi mulai membantu sesama kita dengan apa yang kita miliki. 

 Dan salah satu yang luar biasa bagi saya adalah bagaimana orang orang mulai membagikan APD, hand sanitizer, disaat banyak orang yang menimbunnya untuk mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Inilah, salah satu bukti nyata betapa tamaknya kita sebagai manusia. Inilah, keadaan yang membuktikan bahwa benar, kita, manusia menjadi jauh lebih berbahaya dibandingkan virus corona ini sendiri. "Pada akhirnya, jika keadaan seperti ini terus terjadi, bukan corona lah yang membunuh kita, melainkan sesama kita sendiri" --Aming Sugandhi- 

 Sadar atau tidak, setiap orang, setiap jiwa, pasti telah mengambil bagian dalam dosa ekologis ini. Dari bangun pagi, kita mematikan AC , Chlorofluorocarbon (CFC) yang terdapat di dalam AC dapat menyejukkan udara di dalam ruangan, namun dapat meningkatkan suhu diluar ruangan, inilah yang dapat meningkatkan naiknya suhu bumi setiap tahunnya. Lalu, berangkat ke kantor atau sekolah dengan naik kendaraan bermotor, yang mengandung karbon monoksida yang dapat membahayakan tubuh kita sendiri, belum lagi, karbon dioksida yang tidak terolah dengan baik yang dapat meningkatkan polusi udara yang menyebabkan rusaknya lapisan ozon. 

           Bersyukur, SMA Pangudi Luhur Van Lith Berasrama cukup dijangkau oleh siswa dan siswinya dengan berjalan kaki, ini jelas sangat bermanfaat dalam turut mengurangi polusi udara yang terjadi di Muntilan dan sekitarnya. 

   Berlanjut lagi dengan botol plastik yang kita gunakan saat minum, plastik yang kita gunakan saat jajan di kantin sekolah, yang terkadang kita buang sembarangan. Tapi, seringkali, kita lupa bahwa plastik memerlukan waktu 50 sampai 100 tahun untuk dapat terurai dan menyatu dengan tanah. Belum lagi, Styrofoam yang kita gunakan saat jajan waktu eksplor, yang tidak kita sadari, ternyata bahkan tidak dapat terurai dengan tanah. 

   Untungnya, saat ini SMA Pangudi Luhur Van Lith, mulai sigap dengan mewajibkan penggunaan tumbler dalam setiap kegiatan sekolah, dan juga penggantian plastik menjadi kertas sebagai wadah makanan yang dijual di kantin.

   Bicara soal kertas, sebagai anak sekolah, tentu tidak asing bagi kita dalam penggunaan kertas. Bahkan, bisa dibilang, setiap harinya hidup kita berkaitan dengan kertas, mulai dari buku paket, buku tulis, kertas ulangan, dan sadarkah kita bahwa dibalik kertas yang kita gunakan, ada pohon yang ditebang setiap harinya. Bahkan, untuk memenuhinya, diketahui bahwa 15,3 milyar pohon di dunia ditebang setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan manusia.

   Dilanjut dengan kita yang saat ini, mulai tidak bisa hidup tanpa listrik. Padahal masih banyak pembangkit listrik memerlukan bahan bakar fosil sebagai bahan bakarnya. Lalu, seringkali juga, kita membuang sampah seenaknya di kali. Ini terlihat di Kali Lamat, yang semakin hari semakin penuh dengan sampah.

  Virus Corona inilah salah satu alasan mengapa kita harus mulai berkaca tpada masing masing pribadi, sedalam apa dosa ekologis yang selama ini baik sadar maupun tidak sadar selalu kita lakukan.

   Pemeritah melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, telah melampirkan kegiatan inti seperti apa saja yang dapat masyarakat lakukan dalam rangka menurunkan emisi gas rumah kaca di bumi Indonesia ini, contohnya, dalam bidang pertanian dilakukannya penstabilan muka air dan pemaksimalan sistem irigasi yang peduli lingkungan, penerapan teknologi budidaya yang ramah lingkungan, pemanfaatan pupuk organik dan bio pestisida. 

   Dalam bidang transportasi, terlihat dari pengurangan bahan bakar fosil,peningkatan potensi energi baru ramah lingkungan, dan upaya penggeseran penggunaan kendaraan pribadi menjadi kendaraan umum. Dalam bidang industri ditegaskan untuk pengolahan limbah industri dengan baik. Dan dalam bidang bidang lain, ditegaskan untuk meningkatkan informasi untuk mengurangi pencemaran bumi, peningkatan tata lingkungan, gerakan menanam pohon, dan masih banyak lagi. 

  Uskup Agung Jakarta,Kardinal Ignatius Suharyo Hartjoatmojo, Dalam perayaan misa online memperingati hari raya Paskah 2020 pun menegaskan bahwa wabah adalah  reaksi natural atas kesalahan manusia secara kolektif terhadap alam. Dalam bahasa iman, wabah antara lain disebabkan oleh dosa ekologis. 

"Kita semua terlibat di dalam dosa harmoni alam yang telah diciptakan oleh Allah sebagai semua baik dan amat baik adanya. Itulah yang disebut sekali lagi dosa ekologis. Wabah menurut pendapat ini adalah isyarat alamiah bahwa manusia telah mengingkari jati dirinya sebagai citra Allah yang bertugas untuk menjaga harmoni alam bukan merusakknya. Wabah menyadarkan bahwa manusia adalah ciptaan yang rapuh yang tidak mungkin bertahan jika ciptaan lainnya dihancurkan. Kita bersyukur karena di tengah-tengah pandemi wabah Corona 19 ini kita menyaksikan kerelaan berkorban, solidaritas yang dahsyat dalam berbagai macam bentuknya. Dalam bahasa iman tumbuhnya kerelaan berkorban, tumbuhnya solidaritas adalah Paskah yang nyata. Semoga semua yang baik tidak berhenti ketika nanti wabah ini, tetapi kita masih berharp dan bahkan dituntut untuk merayakan Paskah yang lain yakni paskah ekologis.  

Ketika kita dibebaskan dari dosa ekologi maupun pribadi. Dibebaskan dari sikap tidak peduli terhadap alam atau bahkan nafsu merusak alam dan dianugerahkan kepada kita kekuatan untuk terus mewujudkan Paskah Ekologis itu. Memulihkan alam yang rusak, merawat dan menjaganya sebagai ibu bumi rahim kehidupan yang sejahtera. Selamat Paskah dan moga-moga 

Tuhan yang bangkit menguatkan kita dalam niat-niat baik kita."  

Kutipan diatas jelas mengajak kita bersama untuk menghidupi "Paskah Ekologis" dengan menjadi pribadi yang jauh peduli akan lingkungan sekitar dan turut membantu sesama yang terdampak wabah corona ini. 

          Salah satu contoh nyatanya terlihat dari bagaimana perayaan Earth Hour 2020 pada 28 Maret lalu dimana warga dunia beramai ramai mematikan lampu untuk turut berpartisipasi dalam kepedulian sosial akan dampak virus corona ini. Upaya simbolis ini dimulai pada 2007 di Sydney, Australia, ketika WWF mendorong 2,2 juta orang untuk mematikan lampu selama satu jam untuk mendukung aksi perubahan iklim.

Sejak itu, jutaan orang di seluruh dunia telah mengambil bagian. Landmark seperti Menara Eiffel, Big Ben, Gedung Opera Sydney, Gedung Empire State, Istana Buckingham, Colosseum, dan Kastil Edinburgh juga sudah gelap selama satu jam. Agenda kampanye ini dilakukan oleh  World Wide Fund (WWF) di mana orang mematikan lampu mereka untuk menyebarkan kesadaran tentang keberlanjutan dan perubahan iklim. Kampanye ini dimaksudkan untuk menyatukan orang-orang yang memiliki satu tujuan bersama: masa depan yang ramah lingkungan.

           Masyarakat dunia pun beramai ramai turut bersama sama mengajak untuk peduli bumi pada Hari Bumi ke-50 pada 22 April lalu. Perayaan Hari Bumi ke-50 secara digital selama 24 jam nonstop ini diisi oleh pesan-pesan, pertunjukkan dan ajakan kuat untuk beraksi mengatasi perubahan iklim di situs resmi Earth Day Network dan media sosial Twitter, termasuk diantaranya adalah kampanye untuk melindungi keanekaragaman hayati, menaikkan tutupan hijau, membantu manajemen sampah, bergerak untuk zero waste, dan melindungi Sumber Daya Alam yang berharga.

 Gereja pun secara nyata telah mengeluarkan Ensiklik Laudato Si, yang mengajak kita, umat dunia untuk menyadari bahwa dosa ekologis kita yang sudah terllau besar ini sudah menghancurkan seluruh tatanan bumi, dan melalui ensiklik tersebut pula, kita bersama sama diajak untuk menjadi pribadi yang peduli lingkungan. 

 Hal yang dapat kita lakukan sehari hari, sebenarnya sederhana saja, dengan mengurangi penggunaan AC, mematikan listrik di siang hari/ ketika tidak digunakan, menggunakan tumbler sebagai pengganti botol plastik, menggunakan Tupperware dalam membeli makanan, mengurangi penggunaan kantong plastik ketika berbelanja bisa diganti dengan menggunakan tas khusus berbelanja yang terbuat dari kain sehingga bisa berkali kali digunakan, mulai peduli lingkungan dengan menanam pohon, berjalan kaki apabila bepergian jarak dekat, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dengan menaiki transportasi umum, membuang sampah pada tempatnya, membuat pupuk kompos yang berguna bagi lingkungan sekitar sekolah maupun rumah kita, dan mengembangkan ilmun pengetahuan yang kita dapatkan di sekolah untuk dapat menciptakan suatu inovasi yang ramah dan peduli lingkungan.

          Tentu, semua ini harus dilakukan sesegera mungkin, kita harus dapat menghentikan seluruh perbuatan yang merusak lingkungan sekitar kita. Ini juga harus dilakukan secara berkomitmen dan terus menerus, maka, lihatlah keadaan sekarang ini, ketika bumi mulai berteriak memanggil aksi nyata kita melalui virus corona yang mewabah saat ini. Yuk, buat kehidupan kembali harmonis sehingga, Cepat sembuhlah bumiku. (putri)

 

"I have set my rainbow in the clouds, and it will be the sign of the covenant between me and the earth" --God, Genesis 9:13 

 

 (Tulisan ini dibuat 2020)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun