Mohon tunggu...
Putri Laraswati
Putri Laraswati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Let It Flow

AQUARIUS

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pragmatisme dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Indonesia

4 Januari 2022   13:17 Diperbarui: 4 Januari 2022   13:23 2376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Devi Ano Fita, Putri Laraswati dan Laila Meiliyandrie Indah Wardani

Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana

Bagaimana praktik implementasi pendidikan yang seharusnya terjadi?

Praktik penerapan pendidikan harusnya merujuk kepada teori pembelajaran serta berlandaskan filosofis yang jelas. Supaya praktik pembelajaran itu diarahkan oleh konsep yang jelas hingga uraian terhadap teori pembelajaran serta pangkal filosofisnya jadi berarti serta beresensi. Salah satu filsafat yang berpengaruh besar bagi dunia pembelajaran adalah aliran pragmatisme. Aliran ini berkeyakinan bahwa kebenaran sebuah teori tergantung kepada bermanfaat atau tidaknya teori tersebut bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga sebuah teori bisa membawa kemajuan bagi peradaban manusia.

Humanisme pembelajaran mengambil mayoritas dari konsepsi progressivisme yaitu keterfokusan pada pelajar, kedudukan pengajar yang tidak mendikte, dan keaktifan pelajar dalam mengikuti aktivitas pembelajaran yang didesain secara demokratis dan kooperatif. Pengaplikasian pragmatisme bagi pendidikan Indonesia dapat terlihat dari rasa hormat serta pelaksanaan atas konsepsi pembelajaran berlandaskan pengalaman serta pembelajaran yang berfokus di pelajar.

Secara empirisme radikal, James mengartikan pragmatise sudah memperkenalkan akibat yang akan timbul dalam pemikiran kontemporer. Di sisi lain, James merupakan pelopor awal yang memperkenalkan pragmatisme serta membuatnya selaku pedoman aliran filsafat. Psikologi sudah mendorong James untuk mengeksplor filsafat hingga dia mulai menekuni berbagai permasalahan agama serta ideologi.

William James menjelaskan pragmatisme adalah perilaku meninggalkan semua prinsip, kategori serta harapan awal dan berpindah ke semua hasil, konsekuensi serta fakta yang muncul. Pragmatisme bertabiat analitis bagi metode filsafat yang dulu karena dinilai sudah salah dalam mencari suatu yang pokok dan absolut.

Pragmatisme pula berpengaruh terhadap pembelajaran via pembaharuan dan perombakan hal lama ke hal baru serta perubahan sekolah formal menjadi homeschooling. Progresivisme berlandasan pragmatisme. Progresivisme memandang pelajar selaku manusia yang progresif dan kreatif. Hal tersebut didapatkan dari pengalaman. Pelajar bisa lebih sukses jika mengikuti kegiatan pembelajaran secara berkelompok dikarenakan hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Guru ataupun tenaga pengajar berperan untuk memotivasi serta memfasilitasi anak didik dengan baik. H. A. R Tilaar (2005: 314) berpendapat jika pemahaman progresivisme pembelajaran menimbulkan pemahaman rekonstruksionisme.

Selaku sebuah proses, pendidikan diartikan menjadi seluruh tindakan yang menghasilkan pergantian sifat, karakter, ideologi, dan perbuatan. Maka dari itu, pendidikan tidak hanya aktivitas transfer ilmu saja akan tetapi membantu pelajar untuk mendapatkan kecakapan, keahlian khusus serta perubahan karakter ke arah yang lebih baik (Mulyasana, 2011).

Progresivisme berlandaskan pemahaman liberal. Pemahaman ini merupakan keyakinan terhadap ketentuan umum serta  bukan mengacu pada hal yang tidak terlihat. Maka dari itu, progresivisme berfokus pada berartinya meningkatkan kesepakatan. Pembelajaran merupakan suatu fasilitas dalam membuat sebuah kesepakatan dimana seseorang menekuni aturan dari kesepakatan bersama.

Secara garis besar pragmatism memberikan dampak positif terhadap dunia pendidikan menurut William James, yaitu:

Pengalaman sebagai dasar pendidikan.

James menekankan kalua kebenaran itu ialah sebuah statement kenyataan. Maksudnya seluruh perihal yang terdapat sangkut pautnya dengan pengalaman. Pengalaman merupakan totalitas aktivitas serta hasil yang bersumber dari komunikasi antar manusia selaku makhluk yang dinamis dan berkembang.

Pemikiran terhadap pelajar

Uraian pragmatisme menyangka jika partisipan didik merupakan individu yang aktif serta kreatif. Maka dari itu, pembelajaran harus berfokus kepada keadaan nyata pelajar dengan atensi, minat, serta keahliannya dan sadar akan dinamisme yang sedang berlangsung di sekitarnya.

Pemikiran terhadap kedudukan serta guna guru

Guru bagi pragmatisme bukan guru dalam penafsiran tradisionil. Guru memiliki fungsi dalam hal menanamkan seperangkat pengetahuan esensial kepada siswa. Pengajar dalam sebuah sekolah yang pragmatis bisa dianggap selaku peserta didik dalam hal pengalaman pembelajaran. Tetapi, guru mempunyai lebih banyak pengalaman oleh sebab itu bisa dianggap selaku pembimbing ataupun direktur proyek. Guru merupakan orang yang menasehati serta membimbing aktivitas-aktivitas siswa dikarenakan keuntungan pengalaman yang lebih banyak.

Pandangan mengenai kurikulum

Pragmatisme menekankan pentingnya memposisikan pelajar, kebutuhan serta ketertarikannya selaku suatu yang paling diprioritaskan. Para pelajar menganggap subjek pelajaran seharusnya diseleksi berdasarkan pada kebutuhan siswa. Tidak hanya itu, kurikulum semestinya tidak dibagi menjadi mata pelajaran bertabiat menghalangi serta tidak normal. Kurikulum harusnya dibentuk di seputar unit-unit yang normal berdasarkan potensi dan pengalaman siswa.

Bagimana peran seorang guru di dalam kelas? 

Guru memiliki peran yang strategis khususnya dalam pembentukan kepribadian dan pengembangan potensi pelajar. Guru diistilahkan sebagai seseorang yang digugu dan ditiru karena baik secara akademis dan juga kepribadian semestinya mereka adalah sosok yang dijadikan role model. Guru menjadi referensi utama bagi pelajar dalam menggali ilmu pengetahuan. Pembentukan kepribadian tidak cukup dengan memberikan nasihat akan tetapi dengan mencontohkan dan bersinggungna secara langsung dalam proses pembelajaran (Noor, 2012). Dalam kelas, guru sangat berpegaruh bagi kesuksesan pengembangan kepribadian anak didik. Tidak hanya berhenti di situ, guru pun menjadi penentu ppengembangan potensi anak didik secara utuh (Mulyasa, 2011).

 

 Referensi

 

Keraf A, S. (1987). Pragmatisme Menurut William James. Yogyakarta: Kanisius.

Wasitohadi, W. (2014). HAKEKAT PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF JOHN DEWEY Tinjauan Teoritis. Satya Widya, 30(1), 4961.https://doi.org/10.24246/j.sw.2014.v30.i1.p49-61

Thaib Razali. (2018). Pragmatisme: Konsep Utilitas Dalam Pendidikan.Intelektualitas, 4(1), 9

Mulyasana, D. (2011). Pendidikan bermutu dan berdaya saing. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Kazhim, M. N. (2011). Sukses Mendidik Anak Tanpa Kekerasan. Sebuah Konsep

Pendidikan Anak yang Ideal & Seimbang. Solo: Pustaka Arafah.

Samani, M. & Hariyanto. (2011). Konsep dan model pendidikan karakter.Bandung: Remaja Rosdakarya.

Noor, R. M. (2012). The hidden curriculum. Membangun karekter melalui kegiatan ekstrakurikuler. Yogyakarta: Pedagogja.

Mulyasa, H. E. (2011). Manajemen pendidikan karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

Dakir, H. (2010). Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun