“Kamu siapa…?”
Kupandangi wajah keriput bersungging senyum itu. Tatapan matanya bertanya ramah. Aku balik tersenyum.
“Aku Roos, Mina…”jawabku sambil agak membungkuk, mensejajarkan wajahku dengan wajahnya.
Mina mengulurkan kedua tangannya. Berusaha meraih kedua pipiku. Aku bergerak mendekati uluran tangannya. Kedua tangan keriput itu terasa hangat menempel pada pipiku. Aku ganti mengulurkan tanganku. Kuusap rambutnya yang bergelung kecil.
“Kamu temani aku di sini?”tanyanya kepadaku.
“Tentu saja, Mina…” jawabku sambil tersenyum.
Aku merapatkan kedua tangan Mina pada pangkuannya lalu bergerak ke arah rak mantel disudut ruangan. Kuraih selendang pasmina lebar milik Mina.
“Hari ini matahari bersinar cerah, Mina… Kita jalan-jalan sebentar yuk..”, ajakku sambil mengenakan selendang pada Mina untuk menghangatkan tubuhnya yang kurus.
Mina hanya mengangguk. Aku mendorong kursi rodanya ke arah pintu keluar.
Mina menengok ke arahku lalu bertanya, “Kamu siapa?”
“Aku Roos, Mina…”
---
“Pagi, Mina…”sapaku ceria.
Tak kudengar jawaban dari wajah murung yang menatapku curiga. Tangannya mendekap erat boneka beruang berbaju pelaut yang sudah kusut. Aku berlalu melewatinya. Melepas jaketku dan meletakkannya begitu saja di atas kursi dekat jendela. Kurasakan pandangan Mina yang mengikuti gerakanku.
“Kamu siapa?” kudengar tanyanya kemudian.
“Aku Roos, Mina…”jawabku sambil berlutut disamping kursi rodanya.
Aku mengulurkan tanganku untuk ikut mengusap beruang di pangkuannya, namun dengan segera kurasakan tepisan tangan Mina. Tak ada kata yang terucap namun kulihat pandangan tak senang dari matanya. Aku hanya tersenyum.
“Kopi?”tawarku pada Mina.
Mina hanya mengangguk.
Kusodorkan secangkir kopi yang baru saja kuseduh. Mina berusaha meraihnya dengan kedua tangannya. Aku menahannya.
“Kita letakkan Bobi di boks dulu ya Mina, lalu kau bisa pegang kopimu sendiri,”usulku pada Mina.
Mina mengangguk. Diulurkannya boneka beruang itu padaku. Aku menerimanya dan meletakkannya di sudut meja.
Kutempelkan kuping cangkir ke jari-jari Mina agar dia mudah memegangnya. Mina tersenyum, menghirup aroma kopi hitam pahit kesukaannya, lalu memandangku dengan senyumnya.
“Kamu siapa?” tanyanya.
“Aku Roos, Mina…”
---
“Roos…”
Aku tersentak kaget dan berbalik memandang Mina. Segera kuletakkan piring bekas makan siang Mina yang baru saja selesai kucuci.
“Ya, Mina?” sahutku senang. Mina mengenaliku!
“Kamu mau mendengarkan ceritaku?”tanyanya.
“Tentu saja, Mina”, jawabku sambil menggeser kursi agar aku bisa duduk di dekat Mina.
---
Siang itu Mina bercerita banyak. Aku mendengarkan dengan penuh perhatian, walau aku tidak paham apa yang diceritakan. Ceritanya tak beralur, melompat-lompat dan tak jelas apa dan siapa yang diceritakannya. Tapi aku senang. Mina tampak ceria. Sejak kehadiranku di panti jompo ini tiga bulan lalu, baru kali ini aku melihat Mina yang begitu bersemangat.
Kuingat pertama kali ketika aku iseng mendaftar sebagai sukarelawan di panti jompo ini untuk mengisi waktu luangku di musim dingin. Waktu itu kepala panti mengatakan bahwa mereka kekurangan tenaga di gesloten afdeling – bagian dari panti jompo untuk merawat pasien penderita demensia – dan memintaku apakah aku mau membantu di sana. Aku agak ragu mengiyakan.
Kepala panti kemudian mengenalkan aku pada Mina – seorang perempuan tanpa keluarga berusia 79 tahun yang menjadi penghuni bagian ini sejak empat bulan yang lalu.
Sebenarnya tugasku sederhana. Menemani Mina dan membantunya makan atau minum. Aku bahkan tidak perlu – tidak boleh lebih tepatnya – membantu Mina ke toilet karena aku bukan perawat. Namun karena usahaku untuk berkomunikasi dengan Mina seringkali berujung tanpa hasil, hari-hari pertama kulewati dengan perasaan hampir putus asa. Mina lebih sering diam dan beberapa kali dalam sehari bertanya siapa aku dan apakah aku mau menemaninya di sana. Jawabanku pun selalu sama: Aku Roos, Mina…
---
Pagi ini dengan penuh semangat aku mengayuh sepedaku menuju panti jompo itu. Aku kangen Mina. Selama satu setengah minggu libur dari kegiatan panti jompo membuatku sadar bahwa aku mulai menyayangi Mina. Aku tak sabar mendengar pertanyaanya: “Kamu siapa?”. Aku tersenyum geli sendiri.
---
Dengan perlahan aku masuk ke kamar Mina. Kosong. Tempat tidur rapi. Kursi roda terparkir di pojok ruangan. Mina tak ada.
Aku meletakkan bunga yang sengaja kubawa untuk Mina di atas meja kecil dekat tempat tidurnya. Segera kusadari foto yang bisa berada di atas meja Mina pun tidak terlihat. Barang-barang Mina tidak ada. Aku mulai curiga.
Dengan langkah tergesa aku menuju kamar kepala perawat yang terletak di ujung lorong.
Kepala perawat menyambutku, “Mina meninggal dalam tidurnya tiga malam yang lalu.”
Aku hanya terpaku.
---
Eefde, 25 oktober 2015.
gambar asli diedit dari sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H