Cempaka. Cempaka bukan siapa-siapa di kota ini, ia tinggal sebatang kara.
Di sebuah kota, di mana langit selalu tampak gelap dan angin yang selalu berbisik ribut, hiduplah seorang gadis bernamaIa hanyalah satu dari seribu satu orang yang berjalan di kota yang penuh desakan dalam kesibukan hari yang tak pernah berakhir. Kota yang penuh dengan gedung-gedung tinggi yang berbaris rapat bak murid yang berbaris rapi kala Upacara di hari Senin.
Hari-hari, Cempaka berangkat selalu pergi pagi-pagi sekali. Bersatu bersama kerumunan orang-orang yang seolah bergerak tanpa arah. Walaupun begitu, sebenarnya mereka semua memiliki tujuan masing-masing, namun hanya saja tujuan mereka tampak kurang jelas.
Begitu juga dengan Cempaka, setiap pagi pergi pagi-pagi sekali meninggalkan kamar yang sempit, menuju pekerjaan yang tak pernah ia pahami.
Pekerjaan nya ialah menjual koran di sudut jalan. Di antara kerumunan orang, di sebuah kota yang selalu terdengar klakson, dan berita macet yang selalu menyebar, bahkan koran seolah tak begitu berarti apa-apa. Namun, tetap saja ia menjualanya. Bagaimana tidak, karena baginya itulah salah satu cara agar, ia tetap dapat bertahan hidup.
Pagi itu, tiba-tiba hujan turun dengan deras. Hujan yang membuat jalanan menjadi licin dan mengaburkan pandangan orang-orang yang berlalu-lalang. Namun, orang-orang akan terus berjalan, tampak seperti sudah terbiasa dengan ketidaknyamanannya yang diberikan oleh kota ini.
Dalam derasnya hujan turun, Cempaka duduk di bawah tenda yang ia pasang. Ia menutupi koran-koran nya dengan plastik berharap hujan tidak menetes ke koran yang hendak ia jual. Tak ada yang membeli koran hari ini.
Orang-orang sibuk dengan payung mereka, berjalan dengan cepat mencari tempat untuk berteduh. Beberapa orang mungkin melirik sekilas ke arah Cempaka, namun tidak juga berniat untuk membeli. Cempaka sudah terbiasa, tapi entah kenapa, pagi itu, hatinya terasa lebih berat dari biasanya.
Dalam lamunannya, ia melihat seorang anak kecil berjalan ke arahnya, hingga seolah membuyarkan lamunannya. Anak itu basah kuyup karena kehujanan. Badannya menggigil, dan tangannya terus memeluk tubuhnya sendiri. Ia berhenti tepat di dekat Cempaka. Matanya menatap kosong ke arah Cempaka. Ia merasa ada yang tidak beres dengan anak tersebut.
“Kamu mau beli koran dek?” tanya Cempaka, mencoba menyapa anak kecil itu.
Anak itu menggeleng. “Aku mau makan kak,” ucapnya dengan suara pelan.