Selain itu, pada aturan tentang biaya atas unit satuan rumah susun di pasal 38 Rapergub disebutkan, tagihan listrik, air, telepon dan lain-lain ditagihkan terpisah dari biaya pengelolaan (service charge).Â
Pasal ini meniadakan pengaturan sanksi atau konsekwensi apabila penghuni atau pemilik tidak menjalankan kewajiban membayar listrik maupun service charge. Jika penghuni atau pemilik rusun menunggak pembayaran listrik, maka aliran tidak boleh diputus.Â
Dengan demikian, para penghuni akan ramai-ramai, bahkan bisa jadi semuanya menunggak listrik seenaknya karena tidak ada sanksi. Pertanyaannya, jika semua warga menunggak, lantas siapa yang akan menanggung/membayar tagihan listrik dan  service charge?
Aktor Intelektual
Pertanyaan lain yang muncul adalah, mengapa APERSSI dan KAPPRI Â sangat bersemangat mendorong Pemprov menerbitkan Pergub Rusun? Apa motif mereka? Wallahu a'lam
Namun yang pasti, Rapergub disusun antara lain karena maraknya konflik antara pengelola rumah susun dengan sejumlah penghuni.
Saat menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI, Boy Sadikin mengungkapkan, kisruh pengelola dengan sejumlah penghuni merupakan rekayasa sekelompok orang demi meraup keuntungan pribadi dan kelompok. Targetnya adalah mengelola keuangan seluruh apartemen dan niaga berkedok koperasi.
"Untuk mencapai target, aktor intelektual mengadu-domba warga, pengurus PPRS dan pengelola dengan menyebar isu serupa yakni penolakan kenaikan tagihan listrik, service charge dan penggelapan pajak," ujar Boy dikutip merdeka.com, 11 Februari 2014.
Dengan begitu, lanjut Boy, warga penghuni Rusun terprovokasi dan membentuk PPRS tandingan. Selanjutnya pengurus PPRS ilegal membentuk wadah koperasi di setiap kawasan yang dikendalikan oleh Induk Koperasi Kelola Kawasan (IK-3) se-Indonesia. Jadi, keuangan di kawasan niaga dan rusun di Indonesia nantinya dikelola oleh IK3.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H