Meli dan kedua LSM tersebut barangkali ingin 'mengakali' penerbitan Pergub Rusun dengan dalil PP dan Permen PU yang lama sebelum UU No 21 Tahun 2011 diundangkan. Kedua aturan lawas itu adalah PP No 4 Tahun 1988 tentang Rusun dan Permen Perumahan Rakyat No 15 Tahun 2007 tentang Tata Laksana Pembentukan  Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sederhana Milik.Â
Padahal, PP dan Permen tersebut merupakan turunan dari UU Rusun yang lama, yakni UU No 16 Tahun 1986 tentang Rumah Susun, sebelum digantikan UU Rusun yang berlaku saat ini.Â
Bagaimana mungkin turunan hukum UU Rusun yang lama digunakan sebagai dasar menerbitkan Pergub? Apalagi, dalam Pasal 119 UU Rusun 2011 menentukan bahwa peraturan perundangan-undangan yang diamanatkan dalam UU tersebut yakni PP dan Permen harus diselesaikan dalam waktu satu tahun atau pada 10 November 2012. Dengan kata lain, PP dan Permen dari UU Rusun yang baru sudah seharusnya terbit sejak 6 tahun lalu.Â
Tetapi apakah karena PP dan Permen yang baru tak kunjung terbit, lantas bisa menggunakan Pergub? Tentu saja tidak bisa. Tatanan hukum akan kacau-balau seandainya Pergub Rusun diterbitkan.Â
Mungkin saja Pemprov DKI Jakarta tetap bersikukuh menerbitkan Pergub Rusun dengan formula hukum campur-aduk produk baru dengan produk lama. Tetapi tindakan itu akan sia-sia bila dikaitkan dengan PP Nomor 33 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat.Â
Dalam Pasal 6 PP tersebut memuat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melakukan evaluasi terhadap laporan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat setiap tahun dengan melibatkan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian terkait.Â
Di sinilah kelemahan Pergub Rusun yang dengan mudah bisa dibatalkan pemerintah pusat. Perlu diketahui, pemerintah pusat melalui Mendagri berwenang membatalkan Pergub. Selama Pergub tidak sejalan dengan UU, PP dan Permen, maka pemerintah pusat akan dengan mudah mencabut.Â
Poin Ganjil di Rapergub Â
Ada beberapa poin aneh yang hendak dimasukkan ke Rapergub: pada aturan tentang biaya atas unit satuan rumah susun di pasal 38 Rapergub, misalnya. Tidak ada aturan mengenai sanksi atau konsekwensi apabila penghuni atau pemilik tidak menjalankan kewajibannya.
Terlebih lagi mengenai ketiga hak suara, baik penghunian, kepemilikan dan pengelolaan pada pemilihan pengurus PPPSRS. Pada pasal 73 menyebutkan, hak suara berdasarkan suara  terbanyak dari one man one vote. Padahal, menurut pasal 77 UU Rusun, hak kepemilikan dan pengelolaan diatur berdasarkan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP).
Selain itu, untuk kuasa pemilik peserta musyawarah, akan diatur pembatasan kuasa hanya kepada keluarga yang tercantum pada Kartu Keluarga saja. Padahal, aturan kuasa pada pasal 1792 KUH Perdata tidak membatasi kuasa pada pihak tertentu, melainkan berdasarkan persetujuan dari pemberi kuasa.