Mohon tunggu...
Putri Harfadhilah
Putri Harfadhilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aparatur Sipil Negara

I am constantly seeking new opportunities for learning and personal development. My interests lie in the realms of taxation, economics, and finance. I am dedicated to expanding my knowledge and expertise in these areas.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pajak Daerah Sarang Burung Walet: Potensial tetapi Masih Minim Kontribusi

27 April 2024   22:16 Diperbarui: 27 April 2024   22:34 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sarang Burung Walet: Harta Karun Putih Indonesia

Sarang Burung Walet disebut sebagai harta karun tersembunyi dalam komoditas di Indonesia.  Hal ini disampaikan oleh Menteri Perdagangan, M. Lutfi, pada tahun 2021 lalu saat Peluncuran Platform Dagang Digital Indonesia Store (INDStore). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, berat bersih Sarang Burung Walet yang berhasil diekspor sepanjang tahun 2022 sebanyak 1.415,9 ton dengan nilai ekspor mencapai 590 juta dolar AS. Nilai tersebut tercatat sebagai nilai ekspor tertinggi Sarang Burung Walet Indonesia. Selama lima tahun terakhir juga terjadi tren peningkatan nilai ekspor Sarang Burung Walet.

Kandungan Sarang Burung Walet sudah teruji memiliki khasiat tinggi untuk kesehatan sehingga memiliki banyak peminat dari mancanegara. Sarang Burung Walet tergolong komoditas yang eksklusif karena hanya bisa didapatkan dari beberapa negara tertentu. Menurut statistik yang dipublikasikan oleh Kementerian Pertanian, Indonesia menjadi salah satu produsen Sarang Burung Walet terkemuka di panggung global, bersanding dengan Thailand, Vietnam, Singapura, Myanmar, Malaysia, India, dan Sri Lanka. Indonesia juga menguasai sebagian besar pasar perdagangan Sarang Burung Walet. Kontribusi Indonesia dalam produksi Sarang Burung Walet dunia mencapai sekitar 80%, yang secara rata-rata mencapai lebih dari 1.200 ton setiap tahunnya (Kompas, 2019).

Sarang Burung Walet juga dijuluki sebagai ‘emas putih’ karena warnanya yang putih dan harganya yang setara emas putih (Unair News, 2021). Harga yang dibanderol untuk per kilogram Sarang Burung Walet cukup fantastis yakni bisa mencapai puluhan juta rupiah. Kondisi negara Indonesia yang berada di wilayah tropis menjadi hal yang menguntungkan untuk pengembangan komoditas ini. Apabila dikelola secara maksimal, komoditas Sarang Burung Walet dapat menjadi komoditas unggulan untuk kegiatan ekspor. Selain berpeluang untuk menyumbang devisa negara yang signifikan dari kegiatan ekspor tersebut, Sarang Burung Walet juga potensial bagi penerimaan pajak daerah.

Sekilas Pajak Sarang Burung Walet

Sarang Burung Walet ditetapkan menjadi salah satu objek pajak daerah yang dipungut atau dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Berdasarkan UU HKPD tersebut, Pajak Sarang Burung Walet didefinisikan sebagai pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. Namun, tidak semua kegiatan dikenakan pajak. Berdasarkan Pasal 76 Ayat (2) UU HKPD, dua kegiatan yang dikecualikan dari objek Pajak Sarang Burung Walet adalah kegiatan pengambilan Sarang Burung Walet yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet lainnya yang ditetapkan dengan Perda.

Besaran Pajak Sarang Burung Walet yang terutang diperoleh dengan mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Dalam UU HKPD, Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi 10% dengan Peraturan Daerah. Pemerintah Kabupaten/Kota diberikan kewenangan untuk menentukan sendiri besarnya tarif sehingga tarif Pajak Sarang Burung Walet dapat berbeda-beda di setiap daerah. Adapun dasar pengenaan pajak adalah nilai jual Sarang Burung Walet yang dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum Sarang Burung Walet yang berlaku di daerah yang bersangkutan dengan volume Sarang Burung Walet. Pajak Sarang Burung Walet ini harus disetorkan oleh pengusaha Sarang Burung Walet setiap melakukan panen.

Pengenaan Pajak Sarang Burung Walet diberlakukan baik kepada orang pribadi maupun badan yang melakukan kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. Hal ini sebagaimana dibunyikan dalam Pasal 77 UU HKPD bahwa Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet. Dengan demikian, Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet. Pemungutan Pajak dilakukan berdasarkan sistem Self-Assessment sehingga Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan besarnya Pajak Sarang Burung Walet yang terutang.

Kontribusi Pajak Sarang Burung Walet terhadap Pendapatan Asli Daerah

Tidak semua daerah di Indonesia memiliki potensi untuk menghasilkan Sarang Burung Walet. Dari data Kementerian Pertanian, terdapat 18 Provinsi penghasil Sarang Burung Walet dengan potensi lebih dari 800 unit rumah walet per provinsinya dan sebanyak 520 rumah walet telah diregistrasi Kementerian Pertanian. Oleh karena itu, Pajak Sarang Burung Walet menjadi unik karena hanya dapat ditemui di beberapa daerah tertentu di Indonesia. Pajak Sarang Burung Walet merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga perolehan pajak yang tinggi diharapkan dapat berkontribusi pada peningkatan pendapatan daerah tersebut. PAD yang optimal akan mendorong pemerintah daerah mencapai kemandirian fiskal.

Realisasi Pajak Sarang Burung Walet masih tercatat belum optimal untuk beberapa daerah di Indonesia. Contohnya di Kabupaten Meranti, Riau yang memiliki potensi penerimaan pajak dari industri Sarang Burung Walet mencapai 13 miliar per tahunnya, tetapi hanya sebesar 20% dari potensi tersebut yang dapat terkumpul (DDTC, 2022). Kabupaten Bangka Belitung juga menghadapi nasib yang sama. Dari target Pajak Sarang Burung Walet tahun 2023 sebesar Rp798 juta yang berhasil terealisasi hanya sebesar 18% atau sekitar Rp147,2 juta (Tribunnews, 2024). Kondisi serupa juga terjadi di Kalimantan Selatan. Realisasi penerimaan Pajak Sarang Burung Walet dibandingkan dengan potensinya hanya mencapai 0,86% di tahun 2021 dan 1,44% sampai dengan November tahun 2022 (BPKP, 2022). Kondisi ini juga tidak jauh berbeda di Pulau Kalimantan lainnya yaitu Kalimantan Utara. Nilai produksi Sarang Burung Walet pada tahun 2021 di daerah tersebut adalah sebesar Rp314 miliar dengan potensi pajak yang diperkirakan sebesar Rp31 miliar. Namun, realisasi Pajak Sarang Burung Walet pada tahun tersebut hanya sebesar 3,6% atau Rp113 juta.

Kendala Pemajakan Sarang Burung Walet

Minimnya pajak yang diperoleh dari kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut apabila ditinjau lebih lanjut merupakan permasalahan yang berakar dari dua pihak yaitu Pengusaha dan Pemerintah Daerah.

Pengusaha Sarang Burung Walet dipandang memiliki kesadaran dan kepatuhan yang masih rendah dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dari sekian banyak Pengusaha Sarang Burung Walet yang telah terdaftar, hanya segelintir yang rutin menyetorkan pajak daerahnya. Hal ini sebagaimana terjadi di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Berdasarkan catatan Badan Pengelola Pendapatan Daerah, dari ribuan pengusaha hanya 109 diantaranya yang melakukan pembayaran pajak daerah secara rutin (DDTC, 2021). Serupa dengan yang terjadi di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, hanya 10 pengusaha yang konsisten membayar pajak dari 249 Sarang Burung Walet (Prokal, 2023). Di Kota Bontang, hanya 9 pengusaha walet yang terdaftar sebagai Wajib Pajak dari 246 unit rumah Sarang Burung Walet yang ada di kota tersebut (DDTC, 2022).

Pengusaha Sarang Burung Walet pun masih banyak yang belum mengantongi izin, seperti Izin Usaha, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan sebagainya. Hal ini terjadi di Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan. Tidak satu pun usaha penangkaran walet di daerah tersebut yang memiliki izin usaha. Kondisi yang sama juga terjadi di Lhokseumawe dimana sebanyak 50 sarang walet ilegal disegel karena tidak memiliki izin. Kendala lainnya adalah Para Pengusaha dinilai tidak transparan dalam melaporkan omset yang mereka peroleh dari kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet sehingga potensi pajak yang seharusnya tidak terealisasi secara optimal. Hal ini disebabkan oleh waktu panen, frekuensi panen dan jumlah yang dihasilkan hanya diketahui oleh Pengusaha yang bersangkutan. Masalah lainnya adalah Pengusaha Sarang Burung Walet juga ditemukan tidak bertempat tinggal di daerah yang sama dengan bangunan Sarang Burung Walet tersebut (Prokal, 2023). Permasalahan izin, panen, dan lokasi pengusaha tentunya akan menjadi hambatan untuk melakukan pemungutan pajak.

Pemerintah Daerah mengalami kesulitan terkait pendataan kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. Bangunan Sarang Burung Walet yang berlokasi di wilayah yang sulit diakses menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Daerah untuk mengumpulkan data. Kesulitan lainnya yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah adalah belum tersedianya alat atau sistem untuk mendeteksi aktivitas penjualan dari kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. Besaran pajak yang selama ini diperoleh hanya mengandalkan kejujuran dari Para Pengusaha Sarang Burung Walet.  

Upaya Optimalisasi Pemajakan

Kendala-kendala tersebut menyebabkan Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak yang sulit ditagih. Namun, Pemerintah Daerah harus mengejar penerimaan pajak dari Sarang Burung Walet ini karena potensinya yang tinggi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan penerimaan Pajak Sarang Burung Walet ini. Pertama, Pemerintah Daerah harus melakukan koordinasi atau kerja sama dengan berbagai pihak seperti Dinas Peternakan dan Balai Karantina Pertanian yang memiliki data yang lebih valid terkait Sarang Burung Walet. Koordinasi lainnya adalah dengan Pihak Kelurahan dan Kecamatan agar bangunan yang didirikan untuk budidaya Sarang Burung Walet dapat segera teridentifikasi dan mencegah usaha ilegal. Kerja sama dengan Asosiasi Pengusaha juga dilakukan untuk memperoleh data terkait pembeli Sarang Burung Walet sehingga transaksi atau aktivitas penjualan Sarang Burung Walet dapat ditelusuri. Koordinasi harus dilakukan secara berkala dan diresmikan dengan Peraturan sehingga timbul kewajiban bagi pihak terkait untuk memberikan data. Data yang valid sangat penting sebagai dasar untuk melakukan pemungutan pajak.

Upaya yang kedua adalah Pemerintah Daerah harus melakukan penyisiran (canvassing) bangunan Sarang Burung Walet. Dari kegiatan penyisiran ini, Pemerintah Daerah dapat melakukan pengecekan data dan fakta serta menggali informasi terkait kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. Selain itu, Pemerintah Daerah bersama dengan Satpol PP dapat menjaring Pengusaha yang tidak patuh untuk diberikan sanksi. Upaya selanjutnya, Pemerintah Daerah memberikan pendampingan kepada Pengusaha Sarang Burung Walet untuk memenuhi kewajiban perpajakannya mengingat pengusahaan Sarang Burung Walet masih didominasi oleh UMKM. Pemerintah Daerah dapat melakukan kegiatan tersebut dengan model ‘jemput bola’ dengan prioritas mendatangi daerah-daerah yang strategis dan potensial. Terakhir, peningkatan profesionalisme Petugas Pajak Daerah dan pihak terkait lainnya agar tidak terjadi penyelewengan terkait penggalian potensi pajak dari usaha Sarang Burung Walet ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun