Dalam perjalanannya, semiotika terbagi menjadi beberapa konsep, yaitu semiotika Ferdinand De Saussure, semiotika Charles Sanders Pierce, semiotika Umberto Eco, semiotika John Fiske dan semiotika Roland Barthes. Kelima konsep semiotika yang dikemukakan oleh para ahli tersebut tidak terlalu signifikan. Umberto Eco mengatakan bahwa prinsip dasar isemiotika adalah mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berbohong (semiotika adalah teori untuk berbohong). John Fiske memfokuskan konsepnya pada tiga kajian utama, yaitu tanda, kode, dan budaya. Sedangkan Ferdinand De Saussure konsep utamanya adalah sign and signifier. Berbeda dengan Ferdinand De Saussure, C.S Pierce membagi konsepnya menjadi 3 yang biasa disebut dengan 'trikotomi'.
Charles Sanders Peirce lahir di Camridge, Massachusetts, pada tahun 1890. Peirce lahir dalam keluarga intelektual, ia dididik di Universitas Harvard dan memberi kuliah tentang logika dan filsafat di Universitas Johns Hopskin dan Universitas Harvard. Peirce adalah seorang filsuf pragmatis yang memperkenalkan istilah "semiotika" pada akhir abad ke-19 di Amerika untuk merujuk pada "doktrin formal tentang tanda". Dasar semiotika adalah konsep tanda; tidak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun dari tanda-tanda, tetapi dunia itu sendiri yang berhubungan dengan pikiran manusia---sepenuhnya terdiri dari tanda-tanda. (Alex Sobur, 2009:13)
Bagi Peirce tanda dan maknanya bukanlah suatu struktur melainkan suatu proses kognitif yang disebut semiosis. Semiosis adalah proses pemaknaan dan interpretasi tanda yang melalui tiga tahap, tahap pertama adalah penyerapan aspek representasi tanda (pertama melalui panca indera), tahap kedua menghubungkan secara spontan representasi dengan pengalaman kognisi manusia. yang menafsirkan objek, dan yang ketiga menafsirkan objek sesuai keinginannya. Tahap ketiga ini disebut interpretant. (Benny H. Hoed, 2014:8)
Rangkaian pemahaman tersebut akan terus berkembang seiring dengan rangkaian semiosis yang tak ada habisnya. Kemudian ada rangkaian tahapan semiosis. Penafsiran semi-asis dari lapisan pertama adalah dasar untuk referensi objek baru. Pada tahap ini, semi-osis lapisan kedua terjadi. Oleh karena itu, apa pun yang dianggap sebagai simbol tingkat pertama bertindak sebagai penanda tingkat kedua. (Indiwan Seto Wahyu Wibowo, 2011: 40)
Bagi Peirce, prinsip dasar sifat tanda adalah representatif dan interpretatif. Sifat representatif dari tanda berarti bahwa tanda adalah "sesuatu yang lain", sedangkan sifat interpretif adalah tanda yang memberikan peluang untuk interpretasi, tergantung pada pengguna dan penerimanya.
Semiotika memiliki tiga bidang studi. (John Fikse, 2012:66-67) yaitu:
a. Tanda: Studi tentang tanda yang berbeda, cara tanda yang berbeda menyampaikan makna dan bagaimana tanda berhubungan dengan pengguna manusia.
b. Sistem atau kode kajian yang mencakup berbagai kode yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya.
c. Budaya di mana kode dan tanda bekerja, tergantung pada penggunaannya.
Secara umum, tanda mengandung dua bentuk. Pertama, tanda dapat menjelaskan sesuatu (langsung atau tidak langsung) yang memiliki makna tertentu. Kedua, tanda mengomunikasikan makna dari suatu makna. Jadi setiap tanda berhubungan langsung dengan objeknya, apalagi setiap orang memberikan makna yang sama terhadap objek tersebut sebagai hasil konvensi. Tanda, secara langsung mewakili realitas. (Alo Liliweri, 2003:178)
Teori Peirce dianggap oleh para ahli sebagai grand theory dalam semiotika, dengan anggapan bahwa gagasan tersebut bersifat komprehensif, yaitu gambaran struktural dari semua sistem penandaan. (Alex Sobur, 2001:97). Peirce dalam kutipan Fiske menjelaskan bahwa; "Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda itu mengarah pada seseorang, artinya menciptakan dalam benak orang itu suatu tanda yang setara, atau mungkin suatu tanda yang lebih sempurna. Saya menyebut tanda yang diciptakan sebagai penafsir (hasil interpretasi) dari tanda pertama. Tanda itu mewakili objeknya." (2012)