Mohon tunggu...
Sholehat Putri Endarti
Sholehat Putri Endarti Mohon Tunggu... -

mahasiswi :)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Bekal Advokat Sebelum Mengajukan Gugatan

31 Juli 2018   11:38 Diperbarui: 31 Juli 2018   12:15 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dahulu, dahulu sekali. Ketika masih awal-awal magang di sebuah kantor hukum tempat saya bekerja hari ini, ada suatu hal yang mengusik saya. Rasanya selama menjalani masa magang yang kaitannya dengan perkara perdata seringkali kami menjadi pihak yang digugat (TERGUGAT). Namanya juga masih masih minim pengalaman saat itu. "Kenapa jadi membela TERGUGAT terus ? Jangan-jangan saya membela yang salah ?"

Seperti halnya pertanyaan orang awam "Kalau jadi pengacara itu membela orang-orang yang salah ya ?"

Mari kita pahami...

Saya mendapat pelajaran berharga dari Bapak Teguh Sri Rahardjo yang mana itu menjadi pegangan saya tiap menjalani profesi Advokat sampai dengan hari ini. Bukan buka kartu tetapi justru semua orang yang hendak terjun di dunia Advokat tampaknya memang harus paham betul tentang profesinya. Ini agar kita nantinya sebagai Advokat tidak gegabah sebelum mengajukan gugatan.

1. Harus teliti dan hati-hati

Ternyata perkara gugat-menggugat itu tidak semudah yang dibayangkan. Kami selalu diingatkan untuk teliti dan berhati-hati kalau menggugat orang. Kenapa ?

Kita harus benar-benar tahu duduk perkaranya. Sementara beratnya profesi sebagai Advokat itu karena di sisi lain kita bertindak sebagai Penyelidik atau Penyidik sendiri. Mencari informasi dari berbagai pihak yang terkait, mencari bukti-bukti, dan banyak lagi.

Itulah sebabnya setiap ada klien yang akan menggugat, proses sampai menuju pendaftaran gugatan bisa berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun, kecuali perkara perdata cerai.

Mengapa bisa sampai bertahun-tahun ? Karena kami harus banyak mengumpulkan informasi dan bukti-bukti yang memastikan bahwa klien kami benar-benar dirugikan atas tindakan orang lain sehingga layak dan harus mengajukan gugatan.

2. Persiapkan strategi dengan matang

Kita juga harus memastikan klien memiliki "senjata" apa saja yang bisa dijadikan bahan untuk menguatkan posisinya. Atau kalau tidak kita harus mencari strategi yang mungkin bisa menguntungkan klien. Ini yang bisa dikatakan seninya beracara. Karena ternyata kita tidak bisa melakukan strategi yang sama pada perkara yang jenisnya sama. Itulah mengapa kinerja seorang Advokat bisa dilihat dari jam terbang dan pengalamannya. Tidak heran orang-orang mencari Advokat senior untuk menangani kasusnya. Ya meskipun sebenarnya Advokat senior apabila tidak berintegritas nonsense juga.

3. Meminimalisir resiko

Jangan sampai klien merasa dirugikan dengan setiap tindakan yang kita ambil nantinya. Tampaknya tidak hanya Advokat yang harus memiliki sikap sabar. Sebagai klien pun harus bersabar. Wajar sih kita menemui klien-klien yang ingin segera masalahnya selesai. Disini biasanya advokat-advokat muda sering gegabah. Tidak ingin terlihat tidak profesional di hadapan klien dengan menyegerakan keinginan klien tanpa memikirkan akibat dari tindakan yang diambilnya. 

Padahal bisa jadi tindakan yang kita ambil hari ini berakibat di kemudian hari, apalagi masalah hukum. Tunggu dulu. Sabar dulu. Berikan penjelasan pada klien posisi kasusnya seperti apa dan rencana-rencana tindakan apa yang bisa diambil termasuk resikonya.

4. Berusaha bertemu dengan pihak lawan

Bisa jadi ada hal-hal yang masih disembunyikan oleh klien kita. Ya tujuannya untuk mengetahui perspektif lawan dan sejauh mana posisi klien (kelemahan dan kelebihan) atau worth it tidak apabila mengajukan gugatan. Langkah ini memang jarang dilakukan Advokat-advokat lainnya tapi lagi-lagi ini strategi beracara yang harus kita pahami. 

Karena banyak yang asal percaya saja dengan kliennya dan menganggap lawan sebagai musuh sehingga menutup mata terhadap argumen lawan. Istilah jawanya mungkin "kula nuwun" terlebih dahulu agar orang juga tidak kaget kok tiba-tiba ada gugatan.

Bertemu dengan para pihak sebelum melanjutkan ke jalur hukum itu banyak keuntungannya. Termasuk dalam perkara cerai. Barangkali dengan dipertemukannya para pihak menjadi ada solusi lain di luar jalur hukum. Misalnya ada yang tidak jadi cerai ada juga yang melunasi hutang-hutangnya dan lain sebagainya. Tapi lagi-lagi ini hanya salah satu strategi. Ketika pihak lawan sudah defense dengan kita, ya kita buktikan saja nanti pada saat pembuktian di persidangan.

5. Harus berpendirian kuat

Repot kalau sebagai Advokat "ingah-ingih" (tidak tegas) dalam berpendirian. Bisa jadi kalian disetir oleh klien. Kita bisa mempunyai pendirian kuat karena bekal kita cukup. Misalnya dengan bekal ilmu pengetahuan yang cukup dan pengalaman yang cukup. Selebihnya tentang karakter. 

Begitu banyak permasalahan hukum yang sudah kita lalui tentu mental kita harus semakin kuat dan mulai tidak goyah ketika klien minta ini itu karena kita tahu arah tujuan kita.

Jangan terbawa perasaan. Kok begini ya kok begitu ya. Sikap netral itu akan tumbuh ketika kita sudah memiliki cukup informasi untuk menangani perkara tersebut. Kita memang bukan pihak yang secara langsung berperkara sehingga tidak dapat secara langsung dianggap pihak yang berperkara dengan lawan . Namun, secara moral kita bertanggungjawab terhadap langkah-langkah yang akan berimplikasi hukum terhadap klien.

6. Jangan menjanjikan kemenangan

Sampaikan kepada klien bahwa kemenangan bukanlah tujuan dari proses kasus tersebut. Ketika orang mempercayakan jasa kita untuk menyelesaikan permasalahannya tentu harapannya masalah akan selesai. Itulah kenapa kita harus legowo ketika mendapat masalah. 

Kalau kita sudah legowo tugas kita sebagai Advokat adalah mencarikan solusinya. Apalagi apabila jalur kekeluargaan sudah tidak bisa diharapkan.

Berhasil atau tidaknya kita menangani perkara itu bukan saat Gugatan kita diterima oleh Majelis Hakim atau tuntutan kita dikabulkan. Ada juga gugatan diterima tetapi tidak bisa dieksekusi, banyak. Keberhasilan seseorang menangani perkara itu bila bisa mendapat penyelesaian yang terbaik dengan resiko yang paling sedikit.

Nah, untuk kegelisahan saya di atas tadi ternyata sebagai Advokat, menjadi kuasa pihak yang digugat jauh lebih ringan pekerjaannya dibanding ketika kita menjadi kuasa pihak yang menggugat. 

Ini bekal bagi kita yang sedang dan mungkin akan terjun ke dunia Advokat. Semoga kalian tetap profesional dalam bertugas :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun