Tapi apakah Ia akan tetap ingat akan janjinya? Dan melaksanakan tugas dengan sebaiknya. Benar-benar mengurus kaum yang terpinggirkan, atau hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongan saja?Â
Ya.. Sebuah diskusi tentang cita-cita ini, memang tak pernah Bu Ria bayangkan dalam pikiran. Apalagi diangan-angan dalam mimpi.
Kenapa tidak? Karena baginya menjadi pemimpin. Apalagi Kepala Daerah, memiliki tanggung jawab yang berat, beban yang tidak mudah.
Tentu tak mudah mengelola sebuah Provinsi bukan?Â
Jangankan mengatur sebuah daerah. Menata dan mengatur dalam bentuk yang lebih kecil saja. Misalnya murid-murid di kelas, Ia masih sering keteteran.
Pun ketika anak-anak didiknya bandel dan berantem saja Ia sudah kewalahan. Apalagi untuk sebesar Provinsi dengan masalah yang lebih kompleks, misalnya tawuran, jalan berlubang, kemacetan, dsb.
Jadi, cukuplah Ia memilih peran yang mampu dilakukan saja. Tak perlu ia mencoba peran lain yang mungkin akan sulit ia lakukan.
Serta cenderung akan mengorbankan peran pokok nya yang lain, yaitu menjadi istri dan ibu bagi anak-anak. Batin Bu Ria dalam hati.
Memiliki sebuah peran kecil membangun bangsa dari rumah dan masyarakat. Ia sudah merasa cukup untuk berkontribusi sebaiknya, sebisanya bagi Negara.
Ia cukup puas dengan peran tersebut, bukan karena tidak hanya berambisi sebagai Gubernur dengan segala tugas yang berat. Namun dengan berbagai fasilitas yang Negara bisa berikan.Â
Bu Ria pun kembali menyela riuhnya anak-anak lain yang ikut menjawab pertanyaan Daus tadi.