Pernahkah terpikir mengapa saat musim hujan, ada saja tukang buah potong dan rujak yang tetap mangkal menjajakan dagangannya di pinggir jalan?
Atau tetap ada tukang es doger, es podeng, dan tukang jajanan es lainnya. Yang masih berkeliling meski hari agak mendung, tak ada matahari.
Mengapa mereka tetap berjualan di tengah cuaca yang tak mendukung? Apakah mereka tidak memperhatikan keadaan, batin saya kala itu.
Mungkin itulah satu-satunya kegiatan yang dapat mereka lakukan, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka sehari-hari. Sehingga tak peduli apapun cuacanya, namun mereka tetap menjalankan aktivitas seperti biasanya.
Desakan ekonomi dan kebutuhan hidup, mampu menegakkan hati untuk mencari rezeki. Mengalahkan rasa malas atau mager (malas gerak) yang terkadang melanda.
Saya merasakan keyakinan dalam hati mereka. Seolah menggambarkan bahwa proses mencari rezeki memang tentu tak mudah. Namun mereka menikmati prosesnya, berharap mendapatkan hasil yang diidamkan.
Mereka begitu yakin dan menggantungkan harapan kepada Sang pencipta. Bahwa setiap hasil pasti diperoleh dengan cara berusaha sebaik-baiknya.
Sesuai peribahasa dalam islam; Man Jadda wajada. Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mencapai tujuannya.
Hal ini mengingatkan tentang esensi momen Idul Adha. Tentu sering kita mendengar tentang kisah Siti Hajar, Ibunda Nabi Ismail. Istri dari Nabi Ibrahim ini sering dikisahkan kembali di khutbah saat Solat Idul Adha.Â
Dahulu kala, beliau ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim. Berdua Bersama anaknya, Nabi Ismail di padang tandus tak berpenghuni di Mekah.
Meski hanya seorang perempuan. Namun beliau begitu gigih hatinya, tanpa kenal rasa takut. Beliau menerima ketetapan Allah dengan lapang dada.Â
Ketika Nabi Ismail kecil yang kehausan, nalurinya sebagai Ibu dengan sigap berlari antara bukit Safa hingga ke bukit Marwah. Ia tidak menyerah, 7x Ia menyusuri kedua bukit yang jaraknya sekitar 3km.Â
Siti Hajar berusaha semampunya, meski hanya dengan kekuatan kakinya. Dengan keyakinan yang kuat kepada Tuhan Nya. Ia menggantungkan harapan hanya kepada Allah.
Bahwa Allah akan membantunya, menunjukkan jalan kepada Siti Hajar. Dan prasangka baiknya kepada Allah pun membuahkan hasil. Â Setelah proses pencarian air itu, keluarlah air zam-zam dari hentakan di kaki anaknya, Ismail kecil.
Dan atas izin Allah, yang semula hanya pancuran air kecil yang keluar dari permukaan tanah untuk Nabi Ismail dan Ibundanya minum itu. Lalu berubah menjadi mata air yang tak pernah habis meski berkali-kali diambil oleh banyaknya jamaah umrah dan haji yang datang ke Mekah.
Peristiwa mengenang perjalanan Siti Hajar dari bukit Safa ke Marwah ini dikenal dengan Sa'i. Yang menjadi rukun Umroh dan Haji.
Dari hal ini kita dapat belajar tentang hikmah rezeki. Terkadang rejeki tidak langsung seperti jatuh dari langit. Hal itu bisa saja terjadi jika didapatkan dari faktor keturunan miliarder.
Rezeki sudah dijamin dan di takar Allah, telah di tentukan pula sesuai takdir kita, jauh sebelum kita lahir. Seperti saat kita dalam kandungan, rezeki dari Allah mendatangi kita lewat perantara ibunda.
Rezeki perlu diupayakan, dengan sungguh-sungguh. Fokuskan diri pada pekerjaan ataupun usaha yang dijalani. Tentunya disertai keyakinan dan doa. Selanjutnya serahkan hasilnya kepada ketetapan yang Allah berikan (tawakal).
Rezeki terkadang datang dari arah dan waktu yang tidak disangka-sangka. Tak perlu kita risau dan was-was akan rezeki kita, karena rezeki Allah sangatlah luas dan akan di saat yang tepat sesuai kebutuhan. Kita hanya perlu, berprasangka baik kepada Allah Sang pemberi rezeki. Maka keajaiban rezeki pun datang.
Rezeki akan bertambah jika kita senantiasa bersyukur. Allah akan menambah rezeki jika kita senantiasa bersyukur. Syukur juga menambah rasa kenikmatan. Seolah seberapa besar pun rezeki yang dipunyai, maka yang sedikit pun akan terasa banyak.
Fokuskan diri untuk mengelola rezeki dengan baik. Tak perlu pula kita mejadi iri dengan rejeki orang lain di sekeliling kita, yang memiliki rejeki lebih banyak dari kita. Hingga terkadang rasa iri itu yang merusak hubungan kita dengan orang lain, dan menutupi rasa Syukur dan menyebabkan kita lupa akan nikmat Allah, tentang hal lain yang sudah kita miliki.Â
Mari kita berusaha mencari rezeki yang halal dengan maksimal. Yakinlah dalam doa, dan belajar berserah diri pada Allah. Pasrahkan kepada kuasa Tuhan Mu. Semoga Allah meridhai setiap langkah, dan menjadikannya keberkahan.
Percayalah, yang terbaik adalah yang saat ini kamu miiki, tanpa harus risau dengan yang tak kamu miliki.
-Catatan pencarian rezeki, menuju Surabaya Jun24-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H